Suara Alvaro tertahan di kerongkongan, mencoba menyadarkan Azlina yang tampak ketakutan dengan suara guntur yang berkali-kali terdengar menggelegar itu.
Hai, dia laki-laki normal. Didekap seorang gadis dengan hawa dingin seperti ini, bisa menimbulkan efek samping yang tidak baik. Dan itu bisa mengganggu ketentraman jiwa dan raga, karena pasti terasa begitu meresahkan.
Hingga dia memilih menepuk punggung gadis itu beberapa kali untuk mengakhiri penyiksaan diri. Namun, tampaknya Azlina berpikir hal lain ketika punggungnya disentuh oleh lelaki itu.
Azlina membuka mata dengan segera mendorong dada Alvaro sekuat tenaga. "Apaan sih, Om. Mau modus, kan?"
"A-apa?" Alvaro ternganga dengan tuduhan yang terlontar dari bibir Azlina. Modus? Bukankah dia yang main peluk-peluk?
"Udah, saya tahu Om itu suka cari-cari kesempatan. Ingat, kita hanya partner!" Gadis itu mendelik, menatap ketus ke arah Alvaro, seolah mengatakan bahwa dirinya tak bisa diajak main-main.
"Eh, siapa yang modus? Kamu sendiri yang nyari kesempatan buat meluk-meluk tubuhku. Sok-sokan takut petir, tapi aslinya hanya modus supaya bisa nyentuh dan peluk-peluk pria tampan."
"What? Ih, menyebalkan!" decak Azlina kesal. Mencoba mengabaikan Alvaro, Azlina kembali mengetuk pintu yang masih tertutup itu.
"Assalamu'alaikum, Mbak Asri, Bang Apin!" Azlina berteriak lagi diiringi suara gedoran di pintu yang makin menggebu. Bibir Azlina terlihat bergetar, rasa dingin itu mulai merambat, menyeruak di sekujur tubuhnya.
Usahanya kali ini berhasil. Pintu rumah itu terbuka dengan dua orang yang sepertinya pasangan suami istri telah menyambut mereka.
"Eh, Neng Zizi. Mari masuk, Neng!" Wanita berumur sekitar dua puluh lima tahun itu mempersilakan Azlina dan Alvaro untuk masuk, sementara laki-laki yang mengenakan kain sarung, yang merupakan suami dari wanita itu tampak mengibas-ngibaskan sofa panjang yang ada di ruang tamu.
Alvaro dan Azlina duduk berseberangan. Sofa itu cukup empuk dengan bahan mitasi yang sepertinya anti air, membuat baik Alvaro dan Azlina tak segan untuk mendudukinya.
Pandangan Alvaro mengedar ke ruangan yang tak terlalu besar itu. Ruang tamu itu tampak sederhana, tetapi cukup rapi dan bersih. Itu bisa dilihat dari perabotan di sana yang tertata sesuai dengan tempatnya sehingga sedap dipandang mata.
"Sebentar, ya, Neng Zizi, Mas. Saya buatkan minuman hangat dulu," pamit Mbak Asri yang langsung segera undur diri dari dua orang tamunya itu.
Kini hanya tersisa Bang Apin yang menemani mereka. Lelaki itu duduk bersisian dengan Alvaro, mengenakan kain sarung dengan sweater rajut yang terlihat hangat. Azlina bisa merasakan kehangatan sweater itu meski hanya dari sekilas pandang saja. Mungkin Mbak Asri yang membuatnya dilihat dari corak yang tidak biasa, sepertinya sweater itu adalah buatan tangan.
"Jadi, kenapa Neng Azlina datang kemari hujan-hujan begini?" tanya Bang Apin kemudian, merasa aneh melihat Azlina datang tanpa ditemani kakaknya Ahsan atau pun Alfatih.
"Bang Apin. Aku udah minta izin sama Kakak untuk mengambil beberapa tangkai bunga. Tolong Bang Apin siapkan, ya. Ini sangat penting karena harus dibawa pulang malam ini juga." Raut wajah Azlina tampak serius, pun demikian dengan wajah Alvaro yang menunjukkan keseriusan dalam maksud dan tujuannya datang ke tempat itu.
"Bunga apa? Abang siapkan segera, takut Neng kemaleman pulangnya."
"Edelweiss, Bang! Kita punya, kan, tanaman itu. Tanamannya berbunga, bukan?" Semoga saja begitu, karena jika tanamam itu tidak berbunga, sia-sia perjalanan panjang Azlina saat ini. Bukan hanya itu, uang jutaan rupiah di depan mata kandaslah juga. Dia juga pasti akan mendapatkan ceramah panjang dari Om aneh di depannya itu karena dianggap membuang-buang waktu dengan mengerjainya.
"Abang lihat dulu, Neng. Sepertinya semalem berbunga. Semoga cukup untuk membuat satu buket, ya?"
Azlina mengangguk-angguk. Senyuman lega terbit di bibirnya. Tampaknya usahanya tidak sia-sia membawa Alvaro jauh-jauh datang ke tempat itu. Dia melirik ke arah Alvaro yang kini juga sedang menatapnya. "Ingat, ya, Om, siapkan uangnya. Barangnya sudah ada."
Alvaro seketika menghela napas kasar. Gadis bocil itu pikirannya hanya duit saja. Sangat berbeda dengan kakaknya yang anggun dan pendiam, membuat Alvaro mencebikkan bibirnya. "Ya, kau tak perlu mencemaskan uangnya. Yang penting siapkan dulu barangnya dengan baik."
Belum sempat mereka melanjutkan perdebatan itu, Mbak Asri datang dengan membawa dua cangkir teh hangat yang diletakkan di atas baki. Cangkir teh hangat itu ditata di atas meja, lalu mempersilakan Azlina dan Alvaro untuk meminumnya.
Suhu udara di daratan tinggi seperti saat ini begitu dingin, ditambah dengan hujan deras yang mengguyur seharian membuat tubuh bisa menggigil karenanya. Azlina menyesap teh hangat itu dengan menghirup kepulan asap yang masih tersisa di atasnya. Hanya teh melati biasa, tetapi diseduh dengan takaran suhu yang pas sehingga aromanya begitu harum, berpesta pora di rongga hidung ketika Azlina menyesap air berwarna keemasan itu di sisi bibir cangkir.
Kehangatan minuman itu cukup berpengaruh merasuk ke tubuh. Dia merasa sedikit hangat karenanya pun dengan Alvaro, merasakan hal sama ketika selesai menghabiskan hampir separuh minuman itu. "Terima kasih, Mbak Asri," ucap Azlina dengan tulus.
Mbak Asri terlihat mengangguk-angguk sembari menyunggingkqn senyum. Lalu, matanya menatap ke arah Alvaro, pria yang sedari tadi diam tanpa bersuara sedikit pun itu. Kening Mbak Asri berkerut, seolah ada hal yang mengganjal ingin segera ditanyakan.
"Mas ini siapa? Pacarnya Neng Zizi, ya?"
"Ah, bukan-bukan. Dia yang mau beli bunga, Mbak." Azlina terlihat menutup bibirnya sebelah, menghalangi pandangan Alvaro akan apa yang hendak dia katakan. Dia bicara dengan sedikit berbisik kepada Mbak Asri, membuat Alvaro memicingkan mata lantaran penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
"Lagian, dia sudah tua. Mana mungkin jadi pacar Zizi, kan, Mbak."
Mbak Asri tertawa kecil mendengar perkataan Azlina. "Mana ada tua, Neng. Masnya tampan begitu."
"Aih, Mbak. Kenapa dikeraskan suaranya."
Azlina mengerucutkan bibirnya dan ditanggapi senyum lebar oleh Mbak Asri.
Next》..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Bzaa
tuwa tpi mempesona
2023-04-12
0
Rita
awas Zi benci dan cinta beda tipis
2023-03-25
0
Sham Estelle
🤣🤣🤣
2022-04-21
0