"Sudah lama menunggu?"
Alvaro hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sarat akan perhatian dari seorang wanita anggun berambut panjang yang digerai sebatas punggung. Wanita cantik dan memesona yang sejak beberapa bulan ini menjadi incaran Alvaro. Dia masih berusaha mendekati wanita itu demi masa depannya.
"Tidak, baru saja sampai. Duduklah!"
Bohong, Alvaro bahkan telah menghabiskan dua gelas minuman dingin di kafe itu.
"Pesanlah sesuatu. Aku tidak mungkin membiarkan wanita cantik sepertimu tak menikmati apa pun." Rayuan buaya sekali lagi dilemparkan Alvaro, tetapi hanya dibalas gelengan oleh wanita itu.
"Ayolah, Al. Aku tidak mungkin lama di sini."
Perempuan itu duduk tepat di seberang kursi Alvaro. Mereka kini saling berhadap-hadapan. "Kekasihku sudah menunggu di luar. Aku hanya ingin mendengar pesan penting apa yang ingin kau katakan kepadaku hingga tidak bisa kau ungkapkan lewat telepon?"
Jawaban yang begitu jelas dan tanpa ditutup-tutupi itu membuat wajah Alvaro berubah kecut. Wanita itu sama sekali tak menganggapnya atau mungkin tak peduli dengan perasaannya. Hingga dia harus berusaha lebih sabar dan berjuang lebih keras untuk bisa mengambil hati wanita itu, Almeera.
... ***...
"Auh!" Azlina tampak mengeluh karena tertabrak seseorang yang baru saja turun dari mobil. Hari ini dia mendapatkan giliran piket kelas, tetapi datang sedikit terlambat sehingga dia berjalan terburu-buru agar cepat sampai ke kelas. Apalagi dua orang temannya yang rajin hari ini tidak masuk kelas, sehingga tinggal dirinya dan dua siswa laki-laki yang harus membersihkan kelas pagi ini. Dan bisa dipastikan, dua siswa laki-laki itu sama sekali tak berguna di saat piket kelas berlangsung.
"Hai, kamu gak apa, kan?"
Azlina menengadahkan wajahnya yang sempat menunduk. Dia terkesiap dengan sosok di depannya. Cowok model bad boy dengan warna rambut sedikit pirang, hidung mancung, alis tebal, dan sorot mata tajam. Sungguh sempurna maha karya ciptaan Tuhan.
Dia tergemap dalam lamunannya sendiri. Jantungnya tiba-tiba berdebar tak beraturan. Cowok itu adalah Elang Wijatja, kapten basket sekolah yang digandrungi banyak kalangan siswi populer di sekolah, termasuk Azlina. Sungguh pertemuan yang kebetulan itu memilih waktu yang tidak tepat. Azlina tak sempat mengagumi sosok di depannya karena tugas piket kelas telah menanti.
Tanpa memedulilam Elang--cowok idamannya--Azlina segera berlari menuju kelasnya berada. Dia bisa dihukum jika melewatkan piket kelas, hingga melepaskan kesempatan untuk bertegur sapa dengan Elang, sang bintang sekolah.
"Sial-sial-sial." Dia mengumpat berkali-kali. Kesempatan bertegur sapa dengan Elang sangatlah langka. Dia bisa saja memamerkan peristiwa itu kepada teman-teman segengnya nanti, tetapi hal itu tak mungkin terjadi karena Azlina harus mengabaikan Elang, memilih menuju kelas untuk mengerjakan piket kelas.
Azlina buru-buru mengerjakan tugasnya dengan dibantu teman sebangkunya yang kebetulan tidak sedang mendapat giliran piket. Dua teman laki-laki yang satu tim piket dengan Azlina entah pergi ke mana, hal itu biasa terjadi membuat Azlina mengabaikan dua teman yang tak bertanggung jawab itu.
"Thanks, ya, Lu!" ucap Azlina kepada Lulu, memamerkan senyuman lebar kepada teman sebangkunya itu.
"Ah, kamu kayak sama siapa aja. Lagian kalau kamu enggak selesai, kita semua yang repot."
Benar saja, pagi ini adalah jadwal Bu Melinda, guru matematika yang terkenal killer dengan kacamata tebal yang selalu setia membingkai matanya. Bu Melinda begitu tertib akan kebersihan kelas. Jika melihat kelas yang kotor, bukan hanya petugas piket yang menjadi sasaran omelannya, melainkan seluruh siswa akan mendapatkan wejangan yang tak berkesudahan.
Azlina terkikik geli membayangkan itu semua. Dia menutup mulutnya menggunakan punggung tangan yang terbebas dari sapu. "Tetep aja kamu adalah temen terbaikku." Azlina mengacungkan jempolnya ke arah Lulu, memuji gadis berkuncir kuda denhan pipi tembam yang tampak lucu.
Dua puluh menit berlalu dengan bel masuk berbunyi. Bu Melinda sudah lebih dulu berada di ambang pintu sebelum suara bel itu selesai berbunyi. Semua siswa telah duduk di bangku masing-masing. Kelas yang sebelumnya ramai dengan suara celotehan-celotehan siswa-siswi mendadak senyap tanpa kata.
Hanya suara embusan napas yang terdengar dari bibir mereka dengan pergerakan mata terfokus pada satu tempat, Bu Melinda.
"Ulangan, ya!" tutur Bu Melinda tanpa rasa bersalah.
"Apa?!" Semua anak berseru yang hampir bersamaan, mununjukkan raut terkejut nan pasrah tanpa berani mendebat keputusan sepihak Bu Melinda.
Wajah lesu dan berserah tampak terlihat ketika siswa-siwi itu menerima lembaran soal ujian dadakan itu. Kening mereka turut berkerut di saat jemari mulai menguraikan soal demi soalan untuk menjawab semampu yang mereka bisa.
Dua jam pelajaran berlalu. Keringat membanjiri pelipis bersamaan embusan napas lega yang terdengar dari setiap siswa. Bu Melinda telah keluar dari ruangan kelas XII IPS 3 dengan Airin sang sekretaris kelas membantu membawa hasil ujian dadakan anak-anak.
"Gila, enggak, sih. Aku tadi sampe nahan kentut saking paniknya." Faizal yang terkenal sengklek mulai bersuara dan diikuti gelak tawa anak-anak.
"Dengkulku lemes, tau. Kagak bisa noleh sama sekali."
"Apa hubungannya kagak bisa noleh dengan dengkul lemes, Fer?" tanya temannya yang lain.
"Ya, enggak ada. Hanya medramatisir keadaan."
"Huuuuuuuuu!" Seru semua anak membuat Ferdi, teman sebangku Faizal tampak cengengesan.
Para siswa saling bercengkrama lagi. Suasana kelas yang tadinya hening mendadak ramai seperti pasar. Sungguh kelas XII IPS 3 memang tidak bisa diajak tenang, ditinggal guru sebentar saja bangku-bangku mereka telah kosong tak berpenghuni, beralih dan berkumpul di sudut kelas sambil mengobrol ria.
Sampai ketika Airin datang ke kelas membawa sebuah kabar gembira.
"Woy, dengerin, Permisa! Ada pemgumuman ini!" seru Airin dengan beberapa kali bertepuk tangan mencari perhatian.
Semua anak beralih menatap Airin yang sudah berdiri di tengah kelas. Gadis berwajah cantik itu membawa segebok kartu undangan.
"Bawa apaan, Ay. Kartu sembako?"
Airin hanya melirik malas ke arah Ferdi. Lelucon garing yang dilontarkan Ferdi diabaikan oleh Airin.
"Weekend kita ada party, Guys. Elang, kapten tim basket kita ngadain party di hotel. Semua diundang tanpa terkecuali."
"Yeaah!" Semua murid bersorak senang dan bertepuk tangan meriah. Elang adalah anak pengusaha kaya yang sering mengadakan pesta setiap tim basket di Club-nya memenangkan sebuah kompetisi. Pesta diadakan di salah satu hotel keluarganya. Dan kali ini semua anak IPS diundang untuk memeriahkan pesta kemenangan itu.
"Na, kita barengan, yuuk!" Lulu mengerlingkan matanya, mengisyaratkan kepada Azlina untuk berangkat bersama.
"Emm, bantuin buat minta izin ke Nyokap dong, Lu! Aku takut enggak diizinin."
"Ya elah. Ini kan hanya pesta kecil. Free alcohol. Kita aman di sana. Mereka juga akan ngadain permainan untuk seru-seruan. Kamu wajib ikut, Na." Lulu tampak antusias membujuk Azlina agar ikut di pesta yang diadakan oleh Elang.
Dalam hati, Lulu ingin berkenalan dengan salah satu anggota tim basket dari Club Pelita Raya yang saat ini sedang naik daun. Tim dari Club Pelita Raya akhir-akhir ini sering memenangkan kompetisi baik tingkat sekolah atau pun tingkat profesional. Jika Lulu berhasil mendekatkan diri dengan salah seorang dari mereka, pasti dia bisa menyombongkan diri, bukan?
"Aku enggak yakin. Kalau kamu bisa bantuin ngedapetin izin nyokap, aku bakal ikut. Tapi jika gagal, siap-siap kamu di sana sendirian meratapi nasib."
"Ih, kamu jahat banget, sih. Yaudah, nanti aku bantuin minta izin ke orang tua kamu.
"Gitu, dong! Kamu memang teman terbaik!" ucap Azlina memuji Lulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
awal mula bocil satu kamar sama Alvaro wah seru nih,ok lanjut baca😁
2023-04-12
0
AdZkia Nahda RafaNda
😂bakalan kocak ini mahj
2022-11-05
0
Tiktok: misshel_author
ini bagi2 kartu vaksin😅
2022-02-01
1