Harusnya aku bisa bersikap normal. Lagipula dari awal semua ini sudah tidak masuk akal. Namun, melihat Demina di hadapanku membuat rasa memaksa masuk. Rasa itu menyuruhku untuk segera memeluknya dan bercerita padanya. Sedetik kemudian ada perasaan sesak yang memukul-mukul hati. Bukankah seharusnya aku meminta maaf karena hanya bisa diam waktu itu?
Aku lihat Radja berbisik pelan agar aku tidak dapat mendengarnya. Demina hanya bisa mengangguk dan terbelalak. Dia lalu melihatku dengan simpati. Aku tidak tahu apa yang mereka ucapkan.
"Aku bukan Demina yang kamu kenal, Nadira." Satu kalimat menyesakkan, meluruhkan segala pertahanan. Air mataku lolos.
oOo
"Kamu pingsan, Nadira."
Aku mencoba bangun dan mendongak ke langit-langit ruangan. De ja vu. Aku pernah ke sini, di saat pingsan juga. Bedanya hanya tidak ada Radja yang menunggu di sampingku.
Aku menuruni kasur. Tiba-tiba teringat dengan Galih. Apakah dia baik-baik saja? Aku melarikan diri darinya, di tengah bahaya. Lalu bagaimana keadaan sekolah? Apakah Azumi kembali?
"Tenanglah, semua baik-baik saja." Hana membaca pikiranku. Namun, hati tidak bisa dibohongi. Masih ada rasa kalut akan kejadian hari ini.
Saat berjalan keluar kamar, aku lihat lorong istana sangat sepi. Tidak ada kehidupan. Pengecualian di samping kamarku terdengar suara orang-orang yang saling berucap. Sepertinya ada empat sampai enam suara yang berbeda. Penasaran, aku mencoba mengintip. Lagipula Hana tidak melarangku.
Baru saja aku memegang gagang pintu, dari dalam ada seorang anak perempuan yang lebih pendek dariku keluar. Dia tidak terlihat heran, malah matanya sangat waspada.
"Mau apa?" tanyanya, aku bingung harus menjawab apa.
Hana tolong aku ... Aku tidak kenal dia, ucapku dalam pikiran.
"Panggil saja dia Sakura. Tapi aku tidak tahu nama manusia-nya apa," balasnya.
Kamu bilang itu, seolah kalian punya nama lain saja. Hana tidak menjawab. Hanya terdengar tawa geli saja dari pikiranku. Lalu anak perempuan tersebut masih menatapku waspada.
"Hana ... maksudku, Nadira. Kamu dari mana? Baru saja aku mau ke kamarmu. Oh hai Tiara! Rambutmu semakin bergelombang ya? Sudah jangan bermuka masam dan menatap Nadira waspada." Aku menatap orang yang Demina panggil sebagai Tiara. Anak perempuan itu membuang napas lalu membuka pintu lebar-lebar.
"Masuk," titahnya.
Demina mendorongku pelan untuk masuk. Ruangan di dalam tidak terlalu besar, hanya ada beberapa sofa dan rak buku. Itu mirip perpustakaan. Benar dugaanku, ada enam orang di dalam ruangan, delapan ditambah aku dan Demina. Dari enam orang, hanya Radja dan Candra yang aku kenali. Sisanya, entahlah.
Semuanya tampak terkejut karena kehadiranku. Bukan kehadiran Demina. Anak perempuan yang terbelalak, sampai menutup mulutnya. Sementara dua anak laki-laki lainnya hanya mengerjapkan mata beberapa kali.
"Tidak perlu terkejut. Aku sudah menjelaskan pada kalian, 'kan?" ucap Radja yang tengah duduk di sofa sambil membuka camilan yang ada di atas meja.
"Aku hanya tidak percaya. Hana bisa kembali, tapi di tubuh orang lain!" ucap anak laki-laki bertubuh tegap, tangan kanannya memegang tongkat yang melebihi tingginya.
Anak laki-laki yang lebih pendek menimpali, "Apa yang dikatakan Addy benar, Radja. Dilihat-lihat, Nadira tidak cocok jadi Hana."
Perkataannya menusuk hatiku, aku mulai menunduk. Lagipula, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya wadah sementara bagi Hana.
"Tegakkan kepalamu, Dira. Tatap mereka, jangan menunduk," ucap Hana padaku. Aku ingin menghiraukan dan menerima rasa takut. Namun, Hana ada benarnya. Aku mulai melihat mereka yang sepertinya masih memperdebatkan tentang kami.
"Cukup," ucap Candra, "Nadira belum kenal kalian, tapi kalian berdua sudah mengkritik dia seperti itu."
"Kamu benar, Candra. Hei, Dira, aku yakin kamu tidak kenal aku. Nama aku Irish." Dia menjabat tanganku, dan aku membalas dengan senyum. Tentu saja aku kenal Irish. Siapa yang tidak dapat mengenalnya?
Irish anak paling pintar seantero sekolah. Dia terkenal dengan prestasinya yang selalu di peringkat satu. Demina selalu cerita tentangnya, karena mereka adalah rival. Irish, Demina dan Candra, tiga anak pintar di sekah yang saling memperebutkan posisi peringkat satu sejak duduk di bangku sekolah dasar.
"Aku lebih mengenal Irish sebagai Mayu, Candra sebagai Satoshi dan Demina sebagai Atsuko. Dulu ketiga orang itu saling memperebutkan posisi master. Mirip seperti yang kamu pikirkan." Hana mengatakannya padaku, sampai membuat aku merasa ini semua takdir. Walaupun Demina yang kukenal sudah tidak ada, terganti oleh orang lain.
"Malah melamun! Tolong ingat nama aku, Faizal. Aku suka menggambar dan melukis," ucap anak laki-laki bertubuh jangkung dan tegap. "Oh iya, anak laki-laki ini namanya Addy, dia sangat benci orang yang tidak tepat waktu. Haha!"
Aku berdigik ngeri. Ternyata di antara mereka semua ada monster tepat waktu. Aku tidak biasanya terlambat, tapi kalau tiba-tiba terlambat seperti kejadian waktu itu. Ugh, pasti menyebalkan.
"Tiara, satu sekolah dengan kamu. Beda kelas. " Gadis itu mengembuskan melirik ke samping. Radja meminta aku duduk di sebelah Demina. Setelahnya Candra menyodorkan secarik kertas. Di sana tertulis.
DAFTAR 11 KSATRIA
Satoshi - Candra
Kazuhiro - Radja
Ken - Faizal
Katsuro - Addy
Glenn -
Pean -
Mayumi - Irish
Sakura - Tiara
Hana - Nadira (?)
Kazuo - Bizar
Atsuko - Demina
Bizar? Kenapa dia ada di dalam daftar?
"Itu pasti daftar orang yang berenkarnasi dan sudah ditemukan, Dira." balas Hana padaku. Benarkah ilmuwan waktu itu salah satu dari mereka? Tapi mengapa Radja seolah tidak mengenalnya?
"Ada yang mau aku bicarakan," ucap Addy. Semua menatapnya tajam, terutama Radja. Aku pikir dia ingin membahas soal aku dan Hana lagi, lagipula di kertas ini namaku diberi tanda tanya. "Aku tidak akan membicarakan Hana. Tolonglah! Dengar dulu."
"Katakan, ini soal apa dan siapa?" tanya Radja. Addy seperti lega mendengar Radja bicara. Dia mulai mengutak-atik ponselnya dan menyimpan di tengah-tengah kami. Tiba-tiba saja ada sebuah hologram. Wajah Bizar ada di dalamnya.
"Ini tentang Bizar. Dia ternyata teman sekolah aku dan Faizal. Tapi, dia jarang ke sekolah. Ini membuat kami sulit membujuknya," jelas Addy pada kami semua. Radja mengangguk-angguk mendengar penjelasan, sementara yang lainnya terdiam.
"Sebenarnya, kalau kami bisa membujuknya, dia pasti belum tentu percaya. Kekuatan kami masih disegel." Faizal membuang muka ke arah samping kiri. Satu kenyataan itu pasti menamparnya.
Candra mulai bicara, "Tidak, semenjak Hana kembali ... kita bisa menggunakan kekuatan kita lagi. Kemarin aku dan Atsuko mencobanya."
"Sungguh? Aku akan coba saat memanah nanti!" balas Irish dengan matanya yang berbinar-binar. Aku hanya diam. Tidak mengerti.
"Sejujurnya ini jadi pertanyaanku, kenapa Radja bisa mengeluarkan kekuatannya bahkan sebelum Hana datang." Aku ingat pertemuan buruk dengan Radja di perpustakaan. Dia mengeluarkan api dari tangan. Namun, itu juga sudah ada Hana, 'kan?
"Pertanyaan tidak penting! Aku hanya beruntung," kilah Radja cepat. Aku tidak tahu apa yang Radja sembunyikan dari teman-temannya.
"Oke, lanjut lagi dong soal Bizar!" seru Tiara bersemangat. Aku menyetujuinya walaupun masih banyak yang tidak aku mengerti di sini.
Addy kembali berbicara panjang lebar. Mengatakan ciri-ciri, hobi dan kebiasaan. Namun, dia juga tampak kesal karena Bizar sering datang terlambat dengan wajah kusut dan mata panda. Dia pikir anak itu selalu tidur larut dan tidak peduli akan kesehatan diri sendiri.
Semua percakapan berakhir. Di akhir, Radja menyimpulkan, "Kita harus meyakinkan Bizar untuk bergabung. Aku rasa aku tahu orang yang tepat untuk itu."
"Siapa? Aku saja! Aku saja!" ucap Irish bersemangat.
"Bukan kamu, Irish. Aku memilih Nadira." Radja menunjuk aku. Mereka semua menatap tidak percaya, ada tanda tanya besar di sini. Aku sendiri pun begitu. "Nadira dan Bizar sedang dekat. Aku rasa kita bisa memanfaatkan ini."
"Apa? Dekat? Mereka dekat?!"
---------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
Miss R⃟ ed qizz 💋
aku mau disini aja 😁
2020-02-15
1
Antrisia 2000
karekter nevel seperti ini yg sy inginkan💝💝💝...
akan sangat menarik jika nadira menjadi hana😁😁
2020-01-11
1