Baru beberapa jam lalu aku bilang tinggal bersama Ron sama saja bunuh diri. Namun, aku benar-benar mengikuti mereka keluar dari rumah. Azumi membuat sebuah bola hitam dengan kedua tangannya. Aku tidak tahu apa, tetapi yang pasti itu amat berbahaya.
Aku hanya bisa melihat Naira tertawa puas, dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi hingga keluar sinar biru yang lama-kelamaan menjadi hitam. Tidak lama awan berkumpul ke tengah-tengah, seakan-akan sebentar lagi badai akan datang. Lebih buruk dari sebelumnya, kini diikuti petir di mana-mana. Petir itu tidak mengkilap, lebih terlihat hitam gelap dan tidak berpengaruh pada tanah.
"Kali ini kita yang menang. Orang-orang yang mengganggu sudah kita singkirkan, Naira," ucap Azumi. Naira membalasnya dengan tawa lalu melompat tinggi dan memberikan tembakan ke pohon di seberang rumah. Api keluar dari dahan, lalu petir menyambarnya. Aku tidak kuat lagi.
Tapi bagaimana caranya aku melawan mereka?
Aku berlari ke dalam rumah, berhenti tepat di pertarungan Ron dan Bizar yang melawan dua gadis itu. Mereka tergeletak tidak sadarkan diri. Luka Ron sangat parah dan belum juga sembuh meskipun dia memiliki regenerasi. Aku melirik pada Bizar. Dia tidak sadarkan diri sama sekali.
Aku mengumpulkan tenaga dan membiarkan akar pohon rambat tumbuh dengan cepat ke arah Naira. Logikaku tidak menurut, mengalahkan hati dan menghentikan apa yang aku lakukan. Jam tangan Bizar memancarkan cahaya berwarna biru. Ada tulisan yang tercetak di sana.
Radja : Kami segera ke sana. Bertahanlah.
Aku menutup mulut dan menekan perasaan takut itu dalam-dalam. Hatiku belum siap untuk melihat pertarungan lagi. Namun, apa dayaku? Hidup di bawah tanggung jawab orang yang telah menyelamatkanku.
Bertarung dengan Naira saja aku belum tentu menang, apalagi ditambah Azumi. Itu bukan keputusan tepat, seekor kucing pun bisa mengerti dan berbalik arah hanya untuk menjauhi masalah. Lalu apa aku harus melakukan hal serupa? Tidak, aku bukan hewan. Satu-satunya cara mengatasi semua ini hanyalah bicara dengan Vivian. Siapa tahu dia bisa memberikan saran untukku.
Nadira memanggil Vivian. Kamu di kepalaku?
Tidak ada jawaban, tidak seperti Hana. Aku mulai takut, bagaimana jika Vivian sebenarnya tidak ada. Orang yang menjawab pikiranku beberapakali adalah diriku sendiri. Mungkin saja itu benar, karena aku tidak tahu bagamaimana harus memastikannya.
"Pean dan Bizar tidak sadarkan diri, Radja. Nadira? Aku tidak melihat dia di manapun. Iya, iya, aku tahu. Aku akan segera mengecek mereka, dengan hati-hati, aku mengerti. Lagipula aku membawa katana-ku. Bisa kita akhiri ini? Aku takut mereka keburu sadar aku di sini, Ja. Okay, atur strategimu."
Aku melihat ke samping kiri, seorang anak perempuan berambut merah muda sudah ada di sana entah sejak kapan. Dia berjalan tanpa terdengar suara telapak kaki dan bersembunyi di balik pintu. Entah cukup untuknya mencari informasi dari celah-celah pintu. Aku pun turut mengikutinya.
"Jika Nadira tidak di sini, artinya program Bizar masih berjalan. Tapi dia ada di mana sekarang? Ya ampun!" pekiknya.
Aku mencoba melihat dari balik jendela ruang tamu. Naira melihat ke arah pintu, matanya seakan berkilat dan rahangnya mengeras. Lalu dia tersenyum dan menghilang begitu saja.
"Wah, wah, tukang ngintip." Aku terbelalak ketika melihat ke samping kanan. Naira berdiri di hadapan Ratna. Tangannya mengeluarkan api hitam dan aku merasakan hal buruk akan terjadi jika tidak segera dicegah. Tanpa penglihatan pun, aku tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak menolongnya.
Ratna mengambil katana di samping pinggang kanannya, tetapi Naira lebih dahulu mencekik bagian lehernya. Aku bisa lihat wajahnya yang semakin lama semakin pucat. Tidak! Itu tidak boleh terjadi.
Aku mengambil katana dari tangan kanan Ratna. Tanpa segan aku segera menebas bagian belakang Naira. Setidaknya itu cukup untuk mengalihkan perhatiannya. Bagian belakang Naira terkoyak dan lukanya membuat darah keluar. Rasa sakit mulai menderanya dan Sakura lolos dari cengkeraman maut. Dengan begitu aku sudah pasti ketahuan.
"Aura ini ...," ucap Naira, "tidak mungkin."
Aku tidak paham apa yang Naira maksudkan. Namun, dengan cepat dia mengeluarkan sihir dan membuat berbagai tanaman rambat mengikat erat kakiku. Semakin erat, semakin sakit, tenaga pun ikut terserat.
Prang!
Sebuah anak panah hijau transparan memecahkan jendela dekat tempakul berdiri. Refleks aku melindungi diriku sendiri dengan kedua tanganku. Beberapa pecahan kaca berhasil melukai bagian tanganku. Anehnya aku tidak merasakan rasa sakit sedikit pun.
Kembali anak panah itu datang dan melesat akurat pada tanaman rambat yang mengikatku. Naira membelalak, sementara kakiku tidak lagi kuat menopang bagian tubuh lainnya. Sekejap mataku terpejam. Saat kembali terbuka, aku tidak lagi berada di dalam rumah dan menapaki tanah. Seorang anak laki-laki menggendongku. Dia langsung menyandarkan tubuhku pada pohon besar dan menekan jam tangan miliknya.
"Syukurlah mystic time bekerja tepat waktu. Kita istirahat saja dulu di sini. Jangan khawatirkan Pean, Ratna dan Bizar, mereka bertiga akan baik-baik saja," ucapnya.
Sekarang aku tahu siapa dia. Aku sangat bersyukur karena diselamatkan olehnya. Mataku kembali terpejam dan kubiarkan segala rasa sakit hilang perlahan-lahan. Entah karena bersandar pada pohon, ataupun karena kekuatan Hana, semua rasa sakit itu hilang lebih cepat.
"Addy! Semua sudah terselamatkan, kita harus segera menyusun rencana!" Sayup-sayup itulah yang tertangkap oleh indera pendengarku. Suara itu milik Galih, teman sekelasku.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bergerak tanpa rencana sama saja menerima kekalahan kita pada Azumi. Saat ini badai sudah terjadi di seluruh dunia," lirih suara perempuan lainnya. Aku mulai membuka mata, mencari tahu sumber suara itu. Kesebelasan ksatria sudah berkumpul dan duduk melingkar.
Kulihat Irish memeluk lututnya, tidak tahu kenapa. Tidak lama dia pun angkat bicara, "Percuma saja kita melawan. Hasilnya tetap saja kita yang kalah!"
"Kamu ini bicara apa?!" Radja meninggikan suaranya membuat semua orang tersentak, termasuk aku sendiri.
"Semua ini tidak akan terjadi jika kekuatan Hana tidak dikuasai oleh kejahatan," ucap Candra dan sukses membuatku menunduk, "maka mengambil kembali kekuatan itu akan membuat semua yang Azumi lakukan berhenti."
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala. Terlebih aku teringat apa yang Hana dan Vivian pesankan untukku. Mengambil kekuatan itu dari Naira. Aku mengembuskan napas, sesak mengingatnya.
"Dira," panggil Radja padaku. Mereka semua memandangku dengan penuh harap, entah apa yang telah diperbincangkan lagi. Aku tidak mendengarnya.
Aku pun balas bertanya, "Kenapa kalian melihatku seperti itu?"
"Kamu bercanda? Dari tadi kamu ngapain?! Oke, maaf, jangan pandang aku begitu," ucap Galih.
Candra hanya tersenyum dan kembali menjelaskan semua rencananya. Aku membelalak. Mampukah aku melawan Azumi? Tidak itu tidak mungkin, aku menolak mereka mentah-mentah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
Miss R⃟ ed qizz 💋
u up up
2020-02-15
0