"Akh." Aku terbangun dengan rasa sakit di kedua telapak tanganku. Dengan susah payah aku mengangkat tangan kananku yang lebih bebas tanpa infus. Ada sebuah cahaya bergaris biru bercampur ungu dan mengukir gambar bunga sakura. Aku tidak tahu tanda apa itu. Lebih baik aku tanyakan pada Hana nanti.
Tubuhku lebih baik setelah matahari terbenam. Ibu dan ayah sudah pulang sejak pukul 17.00. Mereka memeluk tubuhku seperti biasa tanpa menunjukkan lelagnya hari-hari mereka. Saat aku melihat lengkungan yang membentuk huruf 'U', aku tahu sebenarnya mereka menangis melihat kondisi diriku.
Kadang kala aku bertanya-tanya, apakah ayah dan ibu pernah menyesali kehadiranku di sisi mereka?
"Dira, ada teman yang berkunjung," ujar ibu. Aku sedikit terkejut, sampai rasanya tubuh ini memaksa bangun. Namun, kembali jatuh karena lenganku yang belum kuat serta pikiranku yang mengingatnya. Sudah pasti bukan Demina. Aku kembali mengingat, tidak mungkin juga teman-teman sekelasku, aku tidak dekat dengan mereka ... bahkan tidak pernah akur. Radja? Kami baru mengenal, tidak mungkin.
Ibu membawa orang tersebut ke kamarku. Dia seorang laki-laki sebaya denganku, tapi aku tidak mengenalnya. Bahkan, dalam keadaan sakit pun aku sadar dia bukan jajaran dari teman sekelasku. Laki-laki itu kurus tapi tinggi. Mata sayu di balik kacamata dengan lingkar hitam di bawahnya seperti orang kurang tidur. Rambutnya galing dan berantakan, apa itu memang kebiasaan anak laki-laki?
"Wajar kalau kamu tidak mengenali aku," ucapnya tiba-tiba setelah ibu berpamitan keluar. Hey! hanya ada aku dan dia! Laki-laki tersebut kembali berucap, "aku tidak akan macam-macam."
Aku menduga dia salah satu semut-semut kecil milik Azumi atau bagian kecil dari kejutan tentang Hana lagi. Namun, hatiku tidak sejalan dengan pikiran. Laki-laki ini terlihat normal, walaupun mata panda itu kurang meyakinkan.
"Kamu siapa?" tanyaku dengan lirih.
"Aku Bizar, pernah dengar nama itu?" Aku geleng-geleng kepala lemah, karena aku tahu aku tidak mengenalnya.
"Maaf aku tidak tahu," balasku.
Sekilas dia terlihat kecewa, begitu aku dengar dari suaranya yang mendadak tidak mengenakan. "Padahal aku cukup terkenal lho. Ilmuwan muda paling berbakat dan direbutkan oleh negara-negara tetangga."
Bukannya terkejut aku malah merasa perutku geli sampai tertawa. Tentu saja dia akan kesal dengan sikapku. Tanpa perasaan dia menjitak kepalaku sampai aku berucap, "Hei!"
"Katakan saja kalau kamu tidak percaya," ucapnya, "tapi benar, aku adalah ilmuwan. Kalau kamu sudah sembuh, tanya sama Mbah Google sana!"
"Iya ... iya, maaf aku tidak mengenalmu." Kami tertawa ringan, lalu tidak lama aku sadar. Tiba-tiba saja akrab dengan orang yang bahkan tidak aku kenal dan mengaku sebagai ilmuwan. Aku berhenti tertawa, dia pun mengikuti. Dia juga sadar.
Kecanggungan juga sama saja dengan kedekatan yang tiba-tiba. Sangat tidak nyaman. Dia sempat terbatuk, meminta perhatianku.
"Aku ke sini bukan tanpa alasan. Dua bulan lalu kamu ikut lomba tulis sci-fi, bukan? Nah, aku tertarik pada robot yang kamu maksud dan berniat mengembangkannya."
Mataku membulat, tidak dapat aku percaya. Dua bulan lalu adalah kegagalanku, tanpa melakuka riset dan malah berkhayal. Naskahku tidak lolos, dan hanya pihak lomba yang mengetahui nasib naskahku sekarang.
"Bagaimana kamu tahu?" Aku mempertanyakannya.
"Tidak perlu kamu tahu. Jadi bagaimana? Boleh aku mengembangkannya?" Aku menggeleng. Waktu itu aku menulis robot yang sangat berbahaya untuk manusia. Aku tidak sepenuhnya yakin dengan niat Bizar, tapi aku juga tidak mau jika memang benar dia akan mengembangkannya.
"Knock knock, bisa bicara sebentar?"
Aku melihat ke arah pintu. Seorang laki-laki bersandar di sana. Ini baru orang yang aku kenali, Radja. Aku hanya mengangguk sebagai balasan dari pertanyaanya, sehingga dia memberanikan diri masuk ke dalam kamarku.
Bizar memandangnya sinis, begitu juga sebaliknya. Suasana ini menyebalkan. Apa mereka saling mengenal? Aku tidak tahu.
"Bisa orang aneh ini keluar dari kamarmu dulu? Ada hal penting yang harus aku sampaikan," ucap Radja dengan jari telunjuknya yang mengarah pada Bizar.
Bizar tidak tinggal diam, dia berkilah, "Orang aneh? Mana ada ilmuwan ganteng, muda, hebat ini aneh."
"Aku berkata jujur," balas Radja lagi, "ilmuwan itu pasti aneh."
"Apa kamu bilang?!"
Aku menepuk jidat dengan susah payah. Ada orang sakit di sini, tapi keduanya bertingkah seolah aku tidak ada. Betapa mengenalkannya mereka.
"Cukup!" ucapku setengah berteriak. Mereka bungkam. Sepertinya sadar apa yang baru saja terjadi. "Bizar, dengan berat hati aku menolak tawaran kamu. Lagipula kita tidak saling mengenal. Terima kasih telah mengunjungi aku, sekarang pulanglah."
"Kamu akan menyesal menolak tawaranku, Nadira. Besok aku akan mengunjungi kamu lagi," balasnya yang lalu berpamitan keluar dari kamar. Tersisa Radja yang belum mengucap tujuannya.
"Radja ...." Aku berkata begitu lirih memanggilnya. Tangan Radja begitu jelalatan, dia mengambil buku yang menjadi saksi bisu kejadian kemarin, lalu membuka lembar pertama.
"Ada beberapa hal penting yang harus aku sampaikan. Termasuk tentang buku ini." Dia menyerahkan buku tersebut ke tanganku. Aku memang belum membacanya sama sekali, tapi dia berhasil membuatku membaca judul di lembar pertama.
"Buku itu sejarah tentang kesebelasan kesatria, para kesatria kembar, Azumi, dan profil mengenai orang-orang bersangkutan. Di sana ada profil Hana, bacalah."
Memang benar. Lembaran pertama berjudul profil. Di ujung kiri ada gambar wajah orang tersebut, wajah yang kulihat sebelumnya. Memang tidak secanggih sekarang, gambar itu dibuat manual menggunakan tinta.
Tidak semua bisa aku baca, aku tidak dapat memahaminya. Ada bahasa asing yang tidak aku kenal. Namun, aku sangat yakin ketika melihat tanggal di sana adalah tanggal ulang tahunnya.
8 November.
Sama sepertiku. Nyaris tidak dapat dipercaya. Lalu aku melihat lagi ke bagian paling bawah. Ada tiga simbol di sana, bunga sakura, air serta lingkaran ungu gelap. Tidak bisa aku pahami maksudnya.
"Radja, aku tidak bisa membacanya. Katakan hal penting lainnya." Aku menutup buku sambil menunggu dia kembali bicara.
"Baiklah," ucapnya, "ini tentang sahabatmu."
Aku membelalak. Seribu kupu-kupu seakan mau keluar. Dengan berharap hal baik akan dikatakan oleh Radja.
"Demina ... Miss Ann tidak dapat menolongnya, Dira." Seketika seribu kupu-kupu itu hinggap di jantungku, sampai membuat aku sesak mendengarnya. Air mataku lolos begitu saja, ini salahku.
"Bohong," ucapku lirih.
Radja mengembuskan napasnya. "Demina memang tidak dapat kembali, ingatannya kacau bahkan mungkin hilang. Dia berhasil selamat dengan Ann yang menyuntik serum kekuatan Atsuko. Lihat lembaran ke-8!"
Aku membuka lembaran kedelapan, sosok perempuan ceria dengan simbol petir. Tetap tidak dapat aku baca. Maksudnya apa? Aku sungguh tidak paham!
"Namanya Atsuko, dia sahabat Hana. Kemampuannya berhubungan dengan petir. Sekarang 80% Demina akan berubah seperti orang tersebut. Apa kamu paham maksud perkataanku tentang 'dia tidak bisa kembali'?"
Kamar yang hening, dengan buku yang masih terbuka. Aku pun bungkam. Bingung harus berucap apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
BlueMoon🔵
8 November, sama seperti tanggal ulang tahunku.
2021-06-22
0
Kyle Knight
apakah nanti Bizar dan Radja jadi teman dekat atau rival? Duh, apa pun itu semoga bikin Nadira makin bahagia, jangan dibuat menderita terus sama penyakitnya Thor.
2020-05-02
1
Miss R⃟ ed qizz 💋
selalu disini
2020-02-15
0