{ Cerita ini hanya fiksi belaka yang
tidak di sengaja. Bila ada
kesamaan
cerita, nama, atau
apapuun itu mohon di maafkan }
________________
Saat dipertengahan jalan, Dalnim mencoba mengajak berkomunikasi William dengan keadaan William fokus akan berkendara.
"Bang." panggil Dalnim.
"HM ?" jawabnya singkat.
Tidak ada Jawaban kembali dari lawan bicara. William yang sudah tidak asing akan menjadi ending seperti ini kembali fokus berkendara.
"Kebiasaan." ndumel William.
200 meter kemudian, Bisa dibilang tak lama setelah itu. Dalnim menepuk - nepuk pundak William saat melihat toko kue di persimpangan jalan.
"Bang, stop bang ! ssstoppppp...."
Ssssrrrkkkktttt...
William melakukan rem mendadak hingga mengakibatkan ban motornya menimbulkan suara. Untung saja dirinya dan Dalnim tidak bergelut dengan aspal, skil William dapat diakui hebat.
Mematikan mesin motor dahulu, Dalnim terlebih dahulu melepas helm bewarna hitam tersebut sebelum dia berikan kepada William dan memasuki toko kue.
Melakukan hal sama seperti Dalnim, William melepas terlebih dahulu helm bewarna hitamnya sebelum ia mengambil alih membawa helm milik Dalnim.
Meletakan helm milik dirinya diatas bagian motor, ia berniat turun dari motor mengikuti Dalnim namun sudah ditahan terlebih dahulu oleh Dalnim.
"Eh... mau kemana lu ?" tahan Dalnim
"Ikut lu masuk, lagian lu parah banget."
"Kalo badan lu nyium aspal gimana ? mana motor gue baru diservis, Jahat lu." celoteh William.
"Santai and I'm so sorry."
"Gue maafin lu tapi dengan satu syarat gue ikut masuk ke dalam toko."
Dalnim menyentil dahi William keras sebelum ia membuka suara kemudian meninggalkan pria tersebut. "Bisa dibilang kesempatan dalam kesempitan."
"Lu ikut masuk, berarti lu yang bayar." ancam Dalnim.
Seketika William terdiam, ia tak mau uang untuk membeli Snack kesayangannya terbuang sia - sia begitu saja.
Dalnim tak mempedulikan William yang sedang tertekan akan perkataannya. Dia sesegera mungkin memasuki toko kue langganannya itu sebelum kue favorit mami William sold out.
Ketika Dalnim membuka pintu masuk toko, pintu tersebut menimbulkan suara lonceng yang membuat pemilik toko menyambut pelanggan.
"Selamat datang kembali Dalnim." sambut pemilik toko kue.
"Terimakasih Bi, Dalnim kira Bi koku sudah lupa Dalnim."
"Mana mungkin bibi lupa dengan anak perempuan dari Gentara yang berani memberikan nama untuk bibi hanya dengan mengambil kata koku dari kue dan toko." jelas bibi koku.
Dalnim tersenyum malu akan tingkah cerobohnya dulu, Bibi koku yang melihat tingkah Dalnim kembali membuka suara.
"Dengan nama itu, Bibi akan jauh lebih mudah mengingat Dalnim. Bibi juga tidak masalah."
"Dalnim tumben banget jarang kesini, hampir satu tahun jika tidak salah." ucap Bi koku seraya meletakan satu buah bolu yang baru saja dihias.
Dalnim kembali menghampiri Bi koku seraya menjawab perkataan Bi koku dengan mengesampingkan dari apa yang dikatakan. "Bi ko, kue stroberi nya enggak ada ?"
"Oh iya, Bi koku lupa, kali ini stock kue stroberi keju kosong."
"Yah.. BI ko Masih punya yang lain ?
"Bi ko masih punya stock selai stroberi isi keju selai stroberi . Gimana ?"
Dalnim berpikir sebentar, "Rasa yang menarik, Dalnim bungkus satu." jawabnya.
"Baiklah, bibi bungkus sebentar." jawabnya kembali setelah selesai menaruh kue buatan terbarunya.
Dalnim hanya mengangguk kepala untuk menjawab perkataan Bibi koku. Sementara bi koku membungkus kue pesanan Dalnim, Dalnim sendiri berjalan - jalan menyelusuri setiap sudut dalam toko.
Beberapa menit kemudian, Bi koku kembali dengan membawa kue pesanan Dalnim. Sembari menunggu Dalnim menghampiri meja kasir, Bi koku membungkus dengan rapih kue pesanan Dalnim tersebut.
Saat berada pada rak roti terakhir, tatapan mata Diska terfokuskan kepada sebuah roti daging, wanita berwajah sempurna itu teringat akan mominya yang sangat menyukai rasa roti daging.
3 Tahun lalu
Jessica berlari dengan terburu - buru agar barang buruannya tidak kehabisan. "Diska Hurry up."
"Momi duluan saja, Diska capek." ujar Diska dengan nafas tak beraturan.
Tanpa berpikir panjang kembali, Jessica segera berlari memasuki toko dihadapan nya untuk memborong roti daging kesukaannya itu.
Melihat itu, Dalnim tak bisa berkata - kata. pantas saja Sino memiliki daya pikir setengah seperti momi Jessica, bang Jack dengan kekuatan berbicara seperti melihat momi tawar menawar.
"Gue kira kenapa momi ke sekolah."
"Ternyata karena ini..." ujar Dalnim lemas tak berdaya.
Dalnim tersadar, dari pada membuang - buang waktu untuk berlarut dalam pikiran, ia segera mengambil roti daging tersebut sekaligus membayar pesanan yang tadi ia pesan.
Berjalan menuju kasir dengan tangan kiri yang ia masukan ke kantong dan satunya lagi memegang sebuah roti.
Melihat Dalnim berjalan, William berbicara keras seperti memberikan isyarat kepada Dalnim.
"Cepat Dalnim !"
"Panasss...!" mengkibas - kibaskan tangannya.
Merasa bahwa William sedang memberikan isyarat kepada dirinya, Dalnim hanya memberikan jawaban angka lima. "🖐️." dengan arti sebentar.
Saat sampai di kasir, Dalnim memberikan barang yang ia beli untuk dia bayar.
"Tambah satu Bi Ko." memberikan roti tersebut.
"Dalnim lama tidak kesini sudah punya pasangan saja." Koda Bi koku sambil membungkus pesanan Dalnim.
"Mana ada, Bi Ko jangan ngadi - ngadi."
"Bener ? itu siapa ?" menunjuk William yang sedang bersay hai ambaian tangan.
"Teman Dalnim bi koku."
"Yakin ? bukan tunangan yang dipilih Jessica untuk Dalnim kan ?
"Bi koku.." jawabnya dengan nada bicara seperti tidak berdaya.
Bi koku mengerti sifat Dalnim sudah terganggu, dia memberikan struk belanja dirinya. "Total semua dua ratus lima belas ribu."
Dalnim melepaskan tas ransel berwarna hitam tersebut, ia membuka tas ransel hitamnya untuk mengambil creadit crad. Menyelesaikan transaksi jual beli agar William tidak menunjukkan bakat rapnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments