Sino sedikit mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan Jondi, ia terlebih dahulu mengobati tangan Diska yang terluka."Sini tangan nya, mau gue obatin."
Dalnim memberikan tangan yang terluka tersebut kepada Sino dengan sesekali bergetar dengan sendirinya.
Sino segera mengobati tangan Dalnim dengan diberikan cairan merah atau sering disebut dengan betadin terlebih dahulu sebelum ditutup menggunakan plaster.
Dengan mengobati Dalnim, sino menjawab pertanyaan Jondi. "Katanya mau beli bahan - bahan dapur."
"Dah lu sana cepet balik ke perusahaan, kasian klayen lu bang." Omel Sino.
"Biar Dalnim gue yang urus, aman dia mah sama gue."
"Aman ? Itu tidak terbukti."
"Jika Dalnim aman sama kamu, Kenapa bisa sampe terjadi hal seperti itu ? Harusnya Dalnim dijauhkan dahulu dari serpihan kaca."
"Baru anda mengambil kotak p3k."
"Gue panik bang, lagian mana gue tau dia bisa sampe kaya gitu."
"Kamu dari tadi di ruang keluarga aja kan ? Telinga kamu normal ? Seharusnya ada suara langkah kaki terdengar jelas."
"Bang.... Berisik, gue makin pusing yang ada. kejadian kecil jangan dibesarkan."
"Lebih baik lu balik ke perusahaan, atau kalo bisa kalian berdua."
"Gue mau makan, terus istirahat."
Jondi menghela nafasnya panjang, ia mengeluarkan sedikit kata kembali sebelum mengambil berkas untuk kembali ke perusahaan.
Sino yang setelah berdebat dengan Jondi, ia lebih memilih membersihkan bekas pecahan gelas tersebut.
Seraya mendengarkan Omelan Dalnim dan kata - kata Jondi. seperti bekerja dengan diiringi radio menyala.
"Jika begitu, abang pergi dulu."
"Adek jangan lupa minum obat, istirahat juga. Untuk Sino tolong jagain."
"Buset, kata - kata lu seperti seseorang yang kembali dengan waktu lama."
"Emang waktu lama ?" Berkata dengan nada tegas namun dibuat mirip dengan bertanya.
"Diem lu, lu sakit aja sempetin nyindir. Apalagi sakaratul maut lu."
"Semoga menimpa anda terlebih dahulu."
"Mulut lu. Kayaknya lu dapat sembuh dengan sendiri."
"Jadi..., Anda tidak ikhlas ? Begitu Arsino ?"
Ngeri sendiri gue kalo Jondi dah begitu.
"Sipp.... Saya akan menjaga tuan putri Dalnim dengan senang hati."
"Mulut kedua berbicara."
Sino menahan amarahnya ketika Dalnim berucap seperti itu, ia ingin sekali beradu mekanik dengan Dalnim kembali seperti tadi.
Namun, ia takut akan sifat Jondi jika sudah mode ANDA.
Jondi meninggalkan mereka menuju ruang kerja untuk mengambil barang tujuannya. Ia tak habis thinking tentang sifat kedua adiknya.
"Katanya lu laper ?"
"Mau gue bikinin apa ?" tanya sino kepada Dalnim yang tengah menidurkan dirinya di sofa dengan menatap langit - langit lantai pertama.
"Sebisa lu aja."
"Bubur instan gimana ?"
"Sebisa lu aja."
Ia memberhentikan percakapannya, karena ia tahu bahwa jatah kata Dalnim untuk waktu saat ini sudah digunakan semua.
Dan kebetulan juga Sino mengangguk faham maksud perkataan Diska. ia mengangkat kaki kembali menuju dapur.
5 menit
Selama itu Sino berada di dapur, dan juga selama itu Dalnim menahan rasa laparnya. Karena sudah tidak tertahankan, Dalnim memberdikan badan untuk menghampiri Sino.
"No...."lirih Dalnim.
Merasa namanya terpanggil Sino menoleh kebelakang, ia segera berlari menghampiri Dalnim yang akan terjatuh. namun, beruntungnya terdapat sebuah meja makan untuk pegangan Dalnim.
Kata dua kali jatuh tidak terulang.
"Gue bilang tunggu aja."
"Mana, masa lama banget."
"Bentar, telurnya belum mateng - Mateng."
"Gak usah dikasih telur rebus, enek."
"Polos banget nanti kaya otak Jack."
"Mana ?" kembali tegas Dalnim.
"Iya bentar - bentar gue bikin dulu."
Dalnim hanya menghembuskan nafasnya panjang, ia tak mungkin beradu debat bersama Sino teruntuk saat ini.
Sembari menunggu, diska lebih memilih duduk pada kursi makan dengan kepala yang ia tenggelamkan. memiliki tumpuan tangan yang ditaruh diatas meja berbentuk huruf X.
Tak butuh waktu lima menit lebih, sino sudah kembali Membawa semangkok bubur instan untuk dinikmati.
Memberikan semangkok bubur instan tersebut kepada Dalnim, ia terlebih dahulu memundurkan kursi sebelah kiri Dalnim untuk ikut duduk bersama.
Mengambil pemberian Sino, dengan segera Diska melahap masakan buatan Sino. walaupun hanya instan.
"panas ...."
"Pelan - pelan..., gue juga gak minta."
"Air tolong."
Sesuai perkataan Dalnim, sino mengambilkan segelas air yang berada didekatnya kepada wanita bermata sedikit sipit itu.
Wanita itupun mengambilnya dengan perlahan, meminum segelas air putih berian Sino tersebut untuk meredakan rasa panas pada lidahnya.
"Pelan - pelan Dal."
Segelas setengah air habis ia tengguk dengan cepat. menaro kembali gelas itu kepada tempatnya, sebelum membuka suara kembali.
"Pait no, lu lupa kasih penyedap ?"
"Ehhh...."
"Yang bener lu, sini gue cobain."
Dalnim memberikan semangkok bubur instan tersebut kepada Sino untuk ia rasakan sendiri bagaimana rasa hasil karyanya.
Memasukan satu sendok bubur tersebut, sino memakannya dengan perlahan untuk merasakan rasa dari masakan itu.
"Paan lu, segini ada rasanya."
"Wait...." Sino menjeda sebentar untuk melanjutkan ucapannya sembari berpikir seperti ada sesuatu aneh sedang terjadi.
"EHH....lu yang kurang berakal atau otak gue gak kepake ?"
"Otaklu gak kepake." jawab Diska sembari melanjutkan makannya.
"Gue ? lu kali, tau lu lagi sakit ya semua rasa makanan yang masuk ke mulut tidak berasa."
"Gak sia - sia lu punya akal."
"SIAL DALNIM."
"Serasa hampa bila tidak mengerjain orang."
"Itu... LU."
"Mulut itu Mulu."
Dalnim mengubah topik obrolan dengan Sino, Dirinya tidak mau berakhir dengan jarum infus akibat berdebat dengan Sino. "Bi inah belum pulang ?"
"Belum."
"Tumben banget lama."
"Lu inget gak kata bi Inah semalam ?"
"Dan satu lagi. kalo adek sakit, adek sembuhin sendiri." Ucap Diska mengeluarkan Kata - kata Bi Inah yang diingatnya.
Sesudah mengulang kembali ucapan Bi Inah, Dalnim hanya mengangkat satu alisnya heran. ia mengerti maksud dari kata tersebut, namun ia tak mengerti mengapa bi Inah mengeluarkan kata itu.
Seakan dapat membaca sifat orang lain, Sino menjawab pertanyaan Dalnim dengan menatap langit - langit rumah.
"Gini ya Dal, lu tau lah lu udah lama banget sama Bi Inah, ada empat belas tahun sekarang lu sama Bi inah."
"Maka dari itu, kalo bi Inah tau lu sakit memang dari dulu dia gak akan ngerawat lu. Bi Inah nyerahin lu ke momi buat ngabisin waktunya sama lu."
"Gue gak tau pasti alasannya kenapa, intinya seberapa lamanya lu sama Bi Inah kalo lu sakit dia enggak bisa ngerawat lu. untuk itu dia berharap lu selalu sehat tanpa keluar masuk rumah sakit lagi."
"Dan lu tau bang ?"
"Kenapa ?" jawab Sino dengan menurunkan pandangannya menatap Dalnim.
"Jika hari ini itu hari diskon disupermarket langganan BI Inah, ya lu tau sendirilah bagimana."
"Terus kenapa lu nanya ke gue ?"
"Tadi pas lu story ingetnya."
"Bener - bener ngeselin lu." menghembuskan nafasnya panjang.
"Hahaha.... minum bang supaya bisa ngomong lagi."
"Jangan dibikin ribet."
"DALNIMMMMM......."
"Yah... Dady."
"Bang." panggil Dalnim
Tidak terjawab, Hening.... terdapat.
Seketika obrolan mereka berhenti begitu saja. saling menatap satu sama lain dan....
Tawa keduanya pecah seketika, meramaikan ruangan seolah - olah terdapat banyak orang menghuni ruangan tersebut.
Memang jika diingat kembali, obrolan mereka sungguh aneh dan mengherankan. Sino bernostalgia, Dalnim yang mengarah pada hari diskon dengan akhir teriakan emosi yang memecahkan tawa.
"Aneh lu bang."
"Lu juga."
"Hahahaha..... hahaha... lawak bener kalo di rekam audio aduh haha..." tawa kata Dalnim.
Sino ikut tertawa, namun hatinya seperti memiliki rasa tidak masuk akal. Mengusap - usap ujung rambut Dalnim, ia seakan ingin menyeritakan segala kisah hidupnya selama dua puluh dua tahun hanya kepada DALNIM.
Dalnim tersadar rambut berwarna hitam dan selvir itu tengah di rusak - rusak oleh Sino, ia merasakan usakan yang hangat kali ini, maka teruntuk saat ini, biarkanlah.
"Bang Jondi lembur, bisa pulang larut malam atau besok pagi.Dady sama bang Jack juga pulang malam."
"Bi inah gak tau kapan."
"Jadi, untuk saat ini gue yang bakal ngerawat lu. gue sebenernya gak berani cuma gue ingin sekali dalam sehidup buat ngerawat lu."
"Omongan lu bang."
"Kaya jodoh lu dah didepan mata aja."
"Gue serius dal."
"Buat nganter lu sekolah aja sekarang susah, sifat lu berubah drastis semenjak momi gak ada."
"Gue berharap lu menetapkan tanpa merubah kembali."
"Ucapan akhir lu tidak berlaku bang, sorry."
Dalnim memilih kembali pada kamarnya, meninggalkan Sino di ruang makan seorang diri. merenungkan ucapan Sino yang diberikan.
"Benar & tidak benar-"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments