Kebetulan tak terduga

{ Cerita ini hanya fiksi belaka yang     

                  tidak di sengaja. Bila ada       

                          kesamaan    

                         cerita, nama, atau           

                   apapuun itu mohon di maafkan }

                           ________________

"Mau kemana lu ?" tanya Dalnim saat melihat William ikut turun dari motor.

"Nemenin lu masuk."

"Lu tunggu disini saja bang, kan gue yang ada kepentingan sama momi ?"

"Kepentingan ? Dalnim.. tente Jessica itu-"

"Udah enggak ada. Gue tahu itu."

"Gue hanya ingin menyapa Momi."

"Lu tidak usah khawatir."

Tangan William bergerak ke atas pucuk kepala Dalnim, mengelus - elus pelan rambut panjang wanita muda Gentara ini.

"Dalnim...., pemikiran lu ini, harusnya lu rubah sedikit."

Menepis tangan William, dan membenarkan rambutnya. "Iya - iya, tapi... gue tadi pagi baru keramas bang.."

"Dari pada keramas pagi gue sia - sia."

Dalnim membenarkan tas ransel hitamnya, ia kembali berjalan memasuki tempat pemakaman umum tersebut, sembari mengucapkan kata. "Gue pamit dulu.." dengan melambaikan tangan.

"Ya.. ampun."

"Dalnim...."

"Semoga lu dapat mengendalikan imajinasi mu."

Saat Dalnim pergi ke tempat peristirahatan terakhir Tante Jessica, dia selalu berimajinasi bahwa Tante Jessica itu masih ada.

Menyambut kehadirannya, mendengarkan cerita yang Dalnim ceritakan, dan kehilangan kefokusan selama satu Minggu sesudah pulang dari tempat pemakaman umum.

Itulah mengapa dia jarang bertamu kepada Tante Jessica. Namun, teruntuk kali ini, mungkin saja keluarganya sedang menikmati dunia mereka sendiri.

Dalnim dapat bebas melakukan hal tanpa sepengetahuan keluarganya.

Berjalan cepat menuju tempat makam Jessica, Dalnim memberhentikan langkahnya ketika ia sudah berada di tempat. mensejajarkan Dirinya dengan tempat peristirahatan terakhir Jessica.

"Selamat siang. momi."

"emm..., Diska lupa membeli bunga baru untuk momi." menggaruk kepala yang tak gatal dengan diiringi senyuman.

"Maaf... tolong maafin Diska yang baru bisa kesini."

"Oh iya, Diska ingin story sebentar, Diska harap momi tidak bosan mendengar cerita Diska."

Saat membangunkan tubuhnya dari tempat peristirahatan terakhir mama dan papa, kebetulan yang tidak disangka.

Saya Jessica, kembali bertemu Dalnim Bradiska Gentara . walaupun waktu tiga bulan itu tidak lama, namun rasa ingin memeluk tubuhnya tidak bisa berkata.

Mendengarkan cerita wanita muda di depan dirinya, Jessica Menahan tangisnya, wanita berambut panjang dengan menggunakan masker hitam dan topi bewarna sama masker, merasakan sesak saat melihat Dalnim mengunjungi makam palsu dirinya.

"Diska..., momi in here."

"Maaf Diska..."

"Momi melakukan ini, karena momi ingin membongkar kebusukan kakak momi."

"Momi harap Diska dapat menjalani jalan Diska walau itu tidak mudah."

"Dan momi harap Diska masih mengingat permintaan momi untuk membantu membongkar pembunuhan pada keluarga hyun Ju ho." lirih Jessica.

"Momi tau ?"

"Diska bentar lagi lulus SMA." semangat kata Diska.

"Terus, besok juga Diska ada lomba."

"Diska mengundang momi untuk menonton pertandingan Diska."

"Walaupun itu.. terdengar aneh."

Jessica tersenyum saat mendengar cerita yang Dalnim katakan, ia menahan tawanya. dan lagi - lagi teringat akan masa lalu.

Yang dimana dirinya akan memarahi nona muda Gentara saat melakukan balapan motor liar atau tidak.

Terdapat sedikit percakapan yang melekat pada momi Jessica

"Diska.. mulut momi ini bosen bilangin Diska terus..." ucapan lembut tegas dari Jessica.

"Jika momi bosan, ya diam saja."

"Ya ampunn.. Diska."

"Sebaiknya momi menyita kunci motor Diska."

Raut wajah Dalnim berubah, Dalnim dengan cepat merubah kembali sifat, suara, dan yang pasti menyiapkan kata - kata manis untuk Jessica.

"Nyonya Gentara, anda tidak perlu melakukan itu untuk saya."

"Bukankah nyonya juga sebenarnya sudah menyetujui dan tidak terlalu mempermasalahkan ?"

"Kenapa nyonya selalu saja mengintrogasi hingga menghukum saya ?"

"Maka dari itu, Nyonya tidak perlu repot-repot menyita kunci motor saya."

Jessica terdiam, dia mengaku kalah pada berdebatan kali ini. Namun untuk kali ini saja.

"Baiklah - baiklah, TERUNTUK KALI INI momi tidak akan menghukum mu."

"Terimakasih nyonya." tubuhnya membungkuk dengan diiringi tangan yang ikut menekuk ke depan dan satu disimpan kebelakang.

"Hahaha.... Indah sekali." tawa Jessica

"Dan Diska.., izin bolos untuk besok."

"Lagi pula dady dan yang lainnya tidak ada dirumah."

"Tak apa bukan ?" menyeritkan dahinya.

"Momi jangan marah ya. " pengucapan diska dengan ragu - ragu.

"Apapun yang ingin Diska lakukan, lakukanlah." jawab dalam diri Jessica.

"Katanya... Dady sama bang Jondi ada kerjaan di luar kota selama dua hari."

"Sino dan Bang Jack tidak tahu kemana."

"Yah..., Dalnim tidak sedih, Dalnim malah merasakan kebebasan yang tak tertandingkan."

"Jika momi ada."

"Momi juga akan mendukung Diska."

Dalnim tertawa "Bercanda momi." sambungnya.

Melihat jam tangannya, pria dengan menggunakan jaket kulit bewarna coklat tua menggerutu dengan sendirinya.

"Tuh cewek lama banget, kaki gue kasihan sekali." gerutu William.

Tanpa berpikir panjang, William segera memasuki tempat pemakaman umum untuk tersebut.

Jessica memberdirikan dirinya, ia membenarkan masker dan topinya agar tidak dapat dikenali oleh Dalnim. Berjalan cepat untuk menuju pintu keluar tempat pemakaman umum.

Saat melewati Dalnim, Jessica mengatakan sesuatu dengan suara yang relatif kecil tanpa memberhentikan langkahnya. "Say good bye, Dalnim. i hope we meet again."

"Love you Dalnim Bradiska Gentara."

Dalnim tersentak, dia seperti mendengar seseorang menyebutkan namanya. Membangunkan badannya, dia melihat kesana dan kemari namun hanya ada seseorang wanita berambut panjang menggunakan topi bewarna hitam, dengan perpaduan blazer dan celana pendek bewarna abu - abu muda menuju pintu keluar.

Otak Dalnim seperti bernostalgia, dirinya mulai mengalami imajinasi kembali. sebelum wanita berambut hitam panjang itu keluar, Dalnim berteriak dengan menyebutnya "momiii..!" teriak Dalnim.

Jessica mendengarnya, namun ia tak merespon, ia terus melanjutkan langkah hingga benar-benar keluar dari tempat pemakaman umum.

"Tadi... momi."

"Rambut hitam panjang, topi hitam dan sepatu high heels bewarna coklat susu itu..."

"Seperti style momi.., terlebih lagi jika dilihat dari belakang, body itu.."

"Mom-" ucapan Dalnim terpotong, dia merasa terkejut karena tiba - tiba saja ada yang menarik tangan dirinya.

Menarik tangan Dalnim hingga gadis itu jatuh kedalam dada bidangnya, William memeluk Diska seraya mengusap usap pelan punggung Diska.

"Dalnim..."

"Tante Jessica itu udah enggak ada, lu kapan bisa lepasin Tante Jessica ? Jika Tante Jessica tahu lu kaya begini, dia pasti sedih liatnya." bisik William

Dalnim menatap William, dia membuka suara kembali untuk menanggapi ucapan William. "Tapi bang..."

William Mendangkup lembut wajah Dalnim menggunakan kedua tangannya. "Kita pulang ya ?" lembut ucapnya

Dia tak merespon William, Diska menjawabnya dengan berjalan keluar mendahului William.

"Woiy Dalnim !"

"KEBIASAAN LU !" teriak William sembari berlari menghampiri Dalnim.

"Berisik bang, TPU INI TPU."

"Sorry - sorry."

Mereka berdua kembali berjalan menuju tempat parkiraan, mencari keberadaan motor milik William.

Saat Dalnim ingin menduduki kursi motor belakang William, Dalnim mendengar suara panggilan perut William.

Dalnim Melepaskan tas ranselnya terlebih dahulu sebelum membuka tas ransel tersebut dan mengambil bekal berisi roti bakar yang ia bawa tadi.

Memberikan bekalnya kepada William, walaupun pria itu terheran ia tetap menerimanya.

"Gue tahu lu laper, dah makan aja." Ujarnya dengan bermain handphone.

William pun membuka tempat makan milik Dalnim, dia hanya melihat satu buah roti bakar. Jika ada satu, ngapain ngasih ke gue ? herannya.

"Tadi gue dah makan."

"Gue makan ya ?"

"Silahkan."

Mendengar jawabannya, William segera memakan roti bakar rasa blueberry coklat susu itu. Sedangkan teruntuk gadis berpakaian simple sedang menikmati dunianya dengan bermain handphone setelah memberikan sebotol air kepada William.

Dengan mulut yang sedang mengunyah makanan, William membuka suaranya. "Dari sini mau lanjut kemana lagi ?"

"Telen dulu baru ngomong."Jawab Dalnim dengan tatapan fokus ke pada benda pipih.

Sesuai instruksi Dalnim, William menelan terlebih dahulu makanannya sebelum membuka kata kembali. "Dari sini mau lanjut kemana lagi ?" mengulang kembali katanya.

"Entahlah."

"Mami gue kangen banget sama lu."

"Jika lu tidak ada tujuan, lu main dirumah gue saja. bagaimana ?" Ucapan bersemangat.

"Baiklah - baiklah."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!