Hampir dua jam Sabrina baru bisa memenuhi panggilan mertuanya, bukan tanpa alasan mengabaikan Bu Risma, Sabrina merasa tubuhnya terlalu lemah untuk beraktivitas normal, beberapa kali Sabrina keluar masuk kamar mandi untuk buang air kecil yang melanda.
"Kamu kenapa, Sab?" tanya Bu Risma dengan nada khawatir.
Sabrina tersenyum kaku lalu duduk di samping Bu Risma.
"Nggak kenapa napa Bu, mungkin cuma capek saja." tak mau Bu Risma khawatir wanita itu menahan rasa sakit yang bergejolak.
Sabrina mengelus perutnya yang mulai terasa nyeri, dan tak seperti biasa kala itu bayinya nampak begitu tenang dan tak menendang perutnya.
Sabrina menatap kedua mertuanya bergantian, di usia senjanya mereka begitu menikmati masa bersama dengan tontonan TV di hadapannya. Impian setiap orang untuk saling bersama sang suami dalam keadaan apapun, namun Sabrina tak merasakan itu dan sebaliknya lah yang kini meliputinya.
"Bu," Sabrina membuyarkan tawa Bu Risma dan pak Yudi.
Bu Risma menoleh, sedikit meringsuk duduknya mendekati Sabrina yang nampak pucat.
"Sab, kamu sakit?" tanya Bu Risma menempelkan punggung tangannya di kening Sabrina.
"Tidak, Bu."
Sabrina kembali tersenyum saat nyerinya kembali menghilang. Sepertinya putranya memang menguji dirinya untuk menahan rasa sakit yang melanda.
"Apa saat melahirkan itu sakit ya, Bu?" tanya Sabrina penasaran.
Bu Risma menatap pak Yudi, di mana pria itu menjadi korbannya saat mengejan.
"Jangan ditanya lagi Sab, tak hanya perut yang sakit, semua anggota tubuh ikut merasakannya, termasuk ayah kamu."
"Ma," sergah pak Yudi yang langsung dilirik Sabrina.
"Nggak apa apa Yah, Aku cuma ingin tahu saja, dan aku siap kok untuk melahirkan secara normal."
Sabrina kembali fokus menatap Bu Risma.
"Tapi setelah itu, Ibu merasa ada yang beda, seakan ibu adalah pahlawan bagi ayah kamu. Ibu memberinya hadiah yang paling berharga dari apapun," imbuhnya.
Tak sebahagia Bu Risma saat meresapi ucapannya, faktanya Sabrina malah nampak menciut dengan apa yang menimpa dirinya.
"Dan sebentar lagi kamu yang akan memberi hadiah besar itu, sebentar lagi Ayah akan dipanggil kakek."
"Tapi ini bukan cucu kandung ayah, Dia adalah anak orang lain," sentak Sabrina diiringi air mata.
Sabrina merasa tersentil dengan pembahasan saat ini. Dan sepertinya Sabrina memang tak akan bisa memberikan keturunan bagi keluarga Rahardjo mengingat pernikahannya yang berada di ujung tanduk.
"Siapa yang bilang seperti itu?" celetuk Pak Yudi.
Bu Risma merengkuh tubuh Sabrina, mengelus punggung menantunya yang bergetar hebat.
"Siapapun ayah dari bayi kamu, Ayah akan tetap menganggapnya sebagai cucu ayah, dan dia akan menyandang nama Rahardjo yang artinya salah satu pewaris harta keluarga kami.''
Sabrina merasa terharu dengan ucapan Pak Yudi, ternyata dibalik kebencian dari Mahesa ada kasih sayang yang begitu luar biasa dari mertuanya.
Aaww
Tiba tiba saja Sabrina meringis kesakitan, wanita itu kembali mengelus perutnya yang terasa semakin nyeri, bahkan lebih parah dari yang tadi.
"Kamu kenapa?"
Bu Risma mulai panik saat tangan Sabrina mencengkram ujung sofa.
"Perut aku sakit, Bu," jawab Sabrina, bibirnya mulai gemetar menahan rasa nyeri yang semakin menyeruak.
"Bagaimana ini, Pa?"
Bu Risma tampak bingung lalu memanggil pembantu rumahnya.
"Hubungi Mahesa! "
Pak Yudi meraih ponselnya dan menghubungi putranya.
Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya Mahesa mengangkat teleponnya.
Tanpa basa basi pak Yudi menjelaskan apa yang terjadi dengan Sabrina saat ini.
Namun sebuah jawaban yang tak memuaskan bagi Pak Yudi, dimana Mahesa mengatakan jika ia tidak bisa datang karena Camelia sedang sakit. Pak Yudi mematikan ponselnya dan mendekati Sabrina yang sudah mulai lemas.
"Bagaimana, Pa?" tanya Bu Risma.
"Mahesa tidak bisa datang, Camelia sakit," jelasnya.
"Dokter Agung," ucap Sabrina pelan.
Pak Yudi meraih ponsel milik Sabrina dan menghubungi satu satunya nama yang disebut wanita itu.
Seperti bicara dengan Mahesa, Pak Yudi pun langsung mengucap ke inti.
Dokter Agung yang ada di seberang pun tak kalah panik seperti kedua mertua Sabrina.
"Mungkin Sabrina mau melahirkan, Om," Ucap Dokter Agung.
"Bawa saja ke rumah sakit, atau perlu saya jemput?"
Pak Yudi kembali menatap Sabrina yang nampak kesakitan.
"Tidak usah, biar keluarga yang antar ke sana."
Tak mau lama lama, Pak Yudi memanggil Pak Diman untuk menyiapkan mobil.
"Bu, Aku nggak kuat," keluh Sabrina, tak hanya bagian perut, rasa sakitnya sudah menjalar ke seluruh tubuh seperti yang dikatakan Bu Risma.
"Kamus pasti bisa, Sabrina harus kuat, pak cepat sedikit!" titah Bu Risma.
Ya Allah, kuatkan aku, aku nggak mau terjadi apa apa dengan anakku.
Selang beberapa menit menerobos jalanan, mobil yang ditumpangi Sabrina sudah tiba di depan rumah sakit.
Dokter Agung yang sudah berada disana berlari menghampiri Sabrina yang baru saja turun.
"Dok, tolong menantuku, lakukan yang terbaik untuk dia dan putranya," Pinta Bu Risma memohon.
"Pasti," Dokter Meta meyakinkan.
Dengan bantuan kursi roda Sabrina masuk ke dalam, rasa was-wasnya kembali hadir saat Sabrina tak melihat Dokter Meta.
"Tunggu!" sentak Sabrina menghentikan langkah Dokter Agung.
"Ada apa lagi?" tanya Dokter Agung antusias.
"Apakah Dokter sendiri yang akan membantuku melahirkan?"
Ah gila, disaat semua orang panik dengan keadaannya, justru Sabrina masih saja mementingkan egonya.
"Iya," jawab Dokter Agung menggoda seraya menahan tawa.
"Aku nggak mau!" rengek Sabrina.
"Kenapa?" Bu Risma ikut bingung melihat Sabrina. Begitu juga dengan pak Yudi, yang nampak bengong.
Dan lagi lagi Sabrina meringis kesakitan, terpaksa Dokter Agung kembali mendorongnya menuju ruang bersalin.
"Pokoknya aku nggak ikhlas kalau dokter yang membantuku melahirkan," ucap Sabrina ketus.
Dokter Agung hanya diam dan membuka gorden ruangan.
"Tenang saja, aku yang akan membantumu melahirkan."
Suara renyah itu membuat Sabrina bernapas dengan lega, akhirnya apa yang ditakutkan tidak terjadi juga.
Dokter Agung yang ada di sebelahnya hanya bisa cekikikan saat melihat wajah Sabrina yang sangat panik.
Setelah beberapa kali memeriksa, Dokter Meta tersenyum lalu keluar.
"Bagaimana kondisi menantuku, Dok?" tanya Bu Risma panik.
"Sudah pembukaan sembilan Bu, berdoa saja semoga bayinya cepat lahir."
Tak hanya Bu Risma dan Pak Yudi, Dokter Agung yang ada disana pun ikut ketar ketir, jika biasanya ia ikut andil dalam menangani pasien, kini ia hanya bisa menunggu hasil kerja sahabatnya.
Entah bagaimana keadaan Sabrina di dalam, yang pastinya Dokter Agung ikut cemas dengan keadaan wanita itu.
Hampir satu jam, akhirnya suara tangis bayi menggema dari ruangan Sabrina.
"Alhamdulillah," ucap Bu Risma seraya memeluk Pak Yudi.
Dokter Agung ikut bahagia, akhirnya sahabatnya sudah berhasil membantu Sabrina untuk melahirkan.
"Cucu kita sudah lahir, Pak," ucap Bu Risma di sela sela tangisnya.
Pak Yudi hanya tersenyum renyah, matanya terus tertuju pada pintu yang masih tertutup rapat.
Sampai detik ini pun suami Sabrina tidak ikut mendampingi, sebenarnya ada apa dengan pernikahannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Gung Ayu
??? /Speechless//Speechless//Speechless/
2024-08-13
0
Zainab Ddi
Mahesa temenmu yg sok suci agung
2022-06-27
2
Epifania R
semoga mukan mirip bapaknya
2022-06-14
0