Seharian penuh di kantor, wajah Mahesa nampak lesu, dengan langkah lunglainya Mahesa masuk kedalam rumahnya. Seperti biasa tempat yang dituju pertama kali adalah ruang keluarga untuk melepas lelahnya. melepas sepatunya dan membuka satu kancingnya merealisasikan tubuhnya supaya bisa tenang.
"Bi,__" teriak Mahesa.
Tak lama Bi Asih datang membawa secangkir susu jahe hangat.
"Setelah minum Aden sholat dulu, takutnya nanti ketiduran."
Mahesa yang menutup matanya itu kembali membukanya menatap wajah keriput Bi Asih yang masih mematung di sampingnya.
Kenapa beberapa hari ini Bi Asih perhatian padaku, aneh, apa mama yang menyuruhnya untuk selalu mengingatkanku.
Mahesa meraih minuman hangat itu dan menyeruputnya.
Tubuhnya sedikit relax dan badannya terasa lebih fresh setelah menghabiskan keseluruhan isi cangkir itu.
Setelah merasa lebih baik, Mahesa beranjak dari duduknya. Saat kakinya tiba di sudut tangga tiba-tiba saja hatinya tersentuh, tak ada lagi lantunan ngaji, tak ada lagi suara cerewet Sabrina saat di dapur. Tak ada lagi wanita yang berkerudung itu menyapu rumahnya.
Satu buliran bening lolos membasahi pipi Mahesa, tangannya gemetar saat mendekati pintu yang tertutup rapat.
Baru saja ingin memegang knop, sebuah tangan dari belakang tiba tiba saja melingkar di perutnya.
Mahesa mengurungkan niatnya mengusap pipinya saat merasa seseorang sedang bersandar di punggungnya.
"Kamu dari mana saja?" tanya Mahesa menggenggam tangan istrinya sebelum memutar tubuhnya.
"Aku habis bertemu dengan teman aku, biasa bahas kerjaan, dan katanya tiga hari lagi aku akan diajak keluar kota, tapi aku juga ada kejutan untuk kamu," ucap Camelia diiringi dengan senyuman.
Mahesa mengernyitkan dahinya, tak tahu maksud dari istri mudanya itu.
"Apa?" tanya Mahesa penasaran.
Camelia masih saja penuh teka teki, dan menggandeng tangan Mahesa menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Setelah keduanya berada didalam, Camelia mendudukkan Mahesa di tepi ranjang.
Camelia pergi ke kamar mandi lalu keluar dalam waktu yang singkat. Kedua tangannya kebelakang saat mematung di hadapan Mahesa.
"Cepat dong! Aku makin penasaran nih," seru Mahesa. Jantungnya semakin berdebar debar saat Camelia terus menerbitkan senyum.
"Tutup mata!" pinta Camelia.
Segera Mahesa memejamkan matanya atas perintah Camelia.
"Satu dua tiga, sekarang mas buka mata."
Seketika Mahesa membulatkan matanya saat menatap beda tipis didepannya, tak menyangka lelahnya terobati dengan lambang dua garis merah yang tertera.
"Kamu hamil?" tanya Mahesa memastikan.
Camelia mengangguk cepat lalu duduk dipangkuan Mahesa. Meraih tangan Mahesa dan menempelkan di perut datarnya.
"Sebentar lagi kita akan punya buah hati, jadi aku ingin mas mencintaiku seorang, jangan berbagi cinta dengan yang lain termasuk Sabrina." cicit Camelia dengan manja.
Mahesa mendengar setiap inci kata yang keluar dari bibir Camelia, benar juga yang dikatakan wanita itu, apa yang diharapkan dalam berumah tangga sudah hampir sempurna. Mahesa bisa memberi cucu kandung untuk kedua orang tuanya dan bukan dari hubungan orang lain.
"Aku akan pikirkan lagi. Lebih baik sekarang kamu istirahat saja, aku nggak mau kamu kecapekan, dan jangan terima pekerjaan jika berat. "
Camelia hanya mengangguk.
Mahesa pergi ke kamar mandi setelah memberi hadiah sebuah ciuman untuk Camelia, teringat ucapan Bi Asih, pria itu membersihkan dirinya lalu mengambil wudhu.
Usai menjalani apa yang kewajibannya, Mahesa melipat sajadahnya. Hatinya sedikit teduh dan tak seperti tadi yang selalu gundah.
"Aku mau ke rumah mama, apa kamu mau ikut?"
Camelia meletakkan majalah yang dibacanya lalu memiringkan tubuhnya beralih menatap layar ponsel di tangannya.
"Nggak mas, aku sedikit nggak enak badan." kilahnya.
"Baiklah," Mahesa mendekati Camelia dan menyelimuti tubuhnya.
"Kalau butuh sesuatu panggil bibi."
Dengan berat hati Camelia melepas kepergian suaminya.
Tak ada sepatah katapun yang meluncur dari bibir Mahesa. Pria itu tampak diam dan menatap ke arah luar. Sedangkan pak Udin sibuk membelah jalanan yang masih sangat ramai, sesekali pria paruh baya itu menatap wajah sayu Mahesa dari pantulan kaca spion.
Hingga mobil Mahesa memasuki gerbang Pak Yudi.
"Kenapa sih bapak ngotot mengantarkan aku, padahal aku bisa sendiri," tanya Mahesa sebelum keluar.
"Tidak apa apa, Den. ini amanah dari seseorang yang baik." jawab pak Udin singkat.
Mahesa merapikan penampilannya lalu keluar. Dan tak perlu ditebak, pastilah kedua orang tuanya yang nyuruh.
"Mama…." sapa Mahesa sedikit meninggikan suaranya.
Bu Risma tersenyum lebar, dan segera menghampiri Mahesa, begitu juga dengan pak Yudi yang sudah sehat total.
"Mahesa, ada apa malam-malam kesini?"
"Aku ingin bicara sama mama dan papa."
Bu Risma menatap Pak yudi, begitupun sebaliknya.
"Ada masalah?"
Mahesa menggeleng menggiring kedua orang tuanya menuju ruang keluarga.
Suasana sedikit hening, Bu Risma duduk disamping pak Yudi sedangkan Mahesa di depannya.
"Ma, Pa, kayaknya aku mau menceraikan Sabrina," ucap Mahesa tanpa basa basi.
Alhamdulillah pertahanan pak Yudi semakin kokoh sehingga pria itu hanya sedikit terkejut.
"Kenapa, berikan alasan yang tepat untuk mama dan papa," ucap Bu Risma.
Meskipun masih berharap mereka bersatu, Bu Risma tak bisa memaksa jika faktanya Sabrina tak mendapatkan kebahagiaan sedikitpun.
"Aku tidak mencintainya ma, dan sekarang Camelia hamil anak aku, sedangkan Sabrina, dia mengandung anak orang lain, ayolah ma, pa, nggak mungkin kan aku dan Sabrina terus begini, dalam satu ikatan tapi tak mencintai."
Bu Risma dan Pak Yudi meresapi ucapan Mahesa. Sebenarnya masih banyak hal yang akan di pertimbangkan untuk melepas Sabrina, dan ini adalah waktu yang tepat untuk pak Yudi bercerita.
"Pikirkan sekali lagi, Papa mengenal keluarga Sabrina, mereka adalah orang orang baik, Sabrina hanya korban kebrengsekan pria bejat, jika kamu tidak mencintainya, berusahalah untuk menjadi papa yang baik untuk putranya.
"Tapi aki tidak bisa, Pa," Mahesa memotong ucapan pak Yudi yang belum selesai.
Akhirnya Pak Yudi kembali membuka suara, dimana Ayah Sabrina pernah menolong kakek Mahesa, dalam keadaan terjepit ayah Sabrina menjadi pahlawan kala itu, dan itu adalah awal tali silaturahmi antara dua keluarga, hingga pak Yudi mendengar kematian kedua orang tua Sabrina, dan disaat itulah pak Yudi menjadi donatur di tempat Sabrina tinggal.
"Jadi karena sebuah alasan balas budi papa menjodohkanku dengan Sabrina?"
Pak Yudi menggeleng, "Tidak, karena dia perempuan yang baik, dan pasti bisa menuntun kita kejalan yang benar. Papa yakin kalau Sabrina adalah seorang istri yang idaman, hanya kamu saja yang tak mau melihat pengorbananya."
Mahesa memejamkan matanya menyandarkan punggungnya mendongak ke atas.
"Kalau kamu tetap menceraikannya,. Papa akan berikan harta papa untuk putra Sabrina. Ingat Hes, harta bisa cepat dicari, tapi perempuan yang solehah seperti Sabrina itu bagaikan mencari berlian di antara bebatuan yang ada di dasar laut." imbuh pak Yudi.
Setelah mengucapkan apa yang bergejolak pak Yudi dan Bu Risma meninggalkan Mahesa yang masih dalam angan-angannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Zainab Ddi
mikir dehh tuh
2022-06-27
2
ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ
Mahesa Bakalan menyesal setelah nya, langsung percaya saja dengan Istri kedua mu mas 🤪🤪🤪
2022-02-12
3
Barie Ghodur hb.
Camelia hmil sm pcar slingkuhnnya, Mahera oon 🙄🙄🙄 jgn smpai nysel km Hes...!!
2022-02-02
1