Sudah hampir satu minggu Bu Yumna merasa gelisah, kali ini bukan karena anak anak panti melainkan dengan Sabrina yang terus muncul dalam mimpinya. Bahkan terkadang Bu Yumna tak bisa tidur saat memikirkan anak asuhnya tersebut. Sudah berumah tangga bukan berarti Bu Yumna melepas Sabrina begitu saja, bagaimanapun juga Bu Yumna sudah menganggap Sabrina putri sulungnya yang harus ia jaga sampai kapanpun, begitulah menurut Bu Yumna.
Meskipun berulang kali Sabrina mengatakan baik baik saja, hati seorang Ibu tak bisa reda dan ingin bertemu dengan wanita itu. Selain ingin memastikan keadaannya, Bu Yumna juga ingin memberinya semangat sebelum melahirkan. Tak ada salahnya bukan? Seorang Ibu menjenguk putrinya.
"Jaga anak anak!" titah Bu Yumna.
Tak ada sepatah katapun penjelasan kemana Bu Yumna pergi, akan tetapi dari wajahnya yang tampak gelisah sudah pasti Sang Pengasuh ada masalah, itulah gambaran anak panti yang sudah menginjak dewasa.
Dengan bantuan kendaraan umum Bu Yumna sudah tiba di depan gerbang rumah Mahesa.
Sebelum masuk Bu Yumna kembali merogoh secuil kertas dan memastikan kalau alamat yang ia tuju itu benar.
Akhirnya tanpa ragu Bu Yumna uluk salam saat ada satpam yang mendekat. Hatinya mulai ketar ketir saat melihat keadaan rumah yang begitu sepi.
"Ibu cari siapa?" tanya Satpam yang berjaga.
"Sabrina, Pak. Apa dia ada di rumah?"
Satpam itu tak tahu harus jawab apa. Pasalnya tak ada pesan dari Mahesa maupun Sabrina yang juga pamit padanya.
"Silakan masuk, Bu! Tanya sama yang lain."
Satpam itu menunjuk pak Udin yang sibuk dengan pekerjaannya.
Bu Yumna mendekati Pak Udin dan kembali bertanya seperti tadi, namun pria paruh baya itu hanya menunduk tanpa suara.
"Sebenarnya ada apa, Pak?" tanya Bu Yumna memastikan.
Masih tak ada jawaban.
"Silakan Ibu bertanya pada pembantu di dalam."
Wajah Bu Yumna makin gelisah, sepertinya memang ada sesuatu yang menjanggal terjadi di rumah itu. Dengan langkah lebarnya Bu Yumna masuk ke dalam untuk memastikan.
Ditemuinya pembantu yang sedang melakukan aktivitasnya, pikirannya kacau dan tak mengingat yang lain selain nama Sabrina.
"Bi, Sabrina ada di rumah kan?" celetuk Bu Yumna.
Bi Asih memejamkan matanya, menautkan kedua tangannya lalu menunduk. Kepergian Sabrina masih menyisakan luka untuk para pembantu, namun mereka tak bisa mencegahnya.
"Non Sabrina pergi, Bu."
"Apa?!" nada terkejut.
Tiba tiba saja Bu Yumna merasa lemas dan tak bisa menopang tubuhnya. Wanita tua itu menangis sesenggukan di lantai, hatinya merasa tertusuk saat mendengar penuturan pembantu di hadapannya.
"Pergi kemana, Bi?" tanya Bu Yumna lagi.
"Mari Bu, akan saya ceritakan."
Bi Asih membawa Bu Yumna ke ruang tamu lalu mengambilkan air putih.
Setelah merasa sedikit lega, Bi Asih duduk di bawah samping kaki Bu Yumna.
"Sekarang ceritakan Bi, ada apa sebenarnya?"
Bi Asih menghela napas panjang dan berharap apa yang dilakukan saat ini tidak salah.
Dengan gamblang Bi Asih menceritakan semua yang dialami Sabrina selama di rumah itu. Bukan maksud membuka aib Mahesa, namun Bi Asih berharap ada titik cerah, membuka jalan lain untuk kehidupan Sabrina selanjutnya, dan Bi Asih juga ingin yang terbaik untuk Sabrina setelah melahirkan.
Bu Yumna menumpahkan air matanya, sekedar membayangkan saja tak sanggup apalagi yang mengalami.
"Sudah Bi, aku nggak kuat."
Penyesalan itu hadir disaat Bu Yumna mengingat perjodohan keduanya, namun waktu tak bisa diputar kembali, dan kini Bu Yumna bertekad akan mencari Sabrina.
"Apa Sabrina bilang mau pergi kemana?" tanya Bu Yumna dengan bibir yang bergetar.
Bi Asih menggeleng tanpa suara.
Bu Yumna membuka ponselnya, selama riwayat hidupnya Sabrina tak pernah berkelana dan wanita itu yakin ada orang dibalik kepergiannya.
"Sesil," gumamnya.
Dengan cepat kilat Sesil mengangkat sambungannya, keduanya bicara serius lewat telepon. Pertanyaan bertubi tubi dilontarkan Bu Yumna, hingga membuat Sesil kehilangan akal untuk mencari alasan. Akhirnya gadis itu mengingkari janjinya pada Sabrina karena permohonan Bu Yumna sebagai orang yang lebih tua. Belum lagi Sesil tak bisa menutupinya lagi mengingat sahabatnya yang kini bernasib malang.
Dengan lantang Sesil memberi tahu alamat Sabrina saat ini.
"Terima kasih ya, Bi. Aku pergi dulu."
Bu Yumna meninggalkan rumah Mahesa, hatinya terombang ambing dengan kenyataan saat ini. Semua ekspektasinya salah. Dalam pernikahan itu mengira Sabrina akan bahagia justru malah menderita, mengira Sabrina akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik malah lebih buruk. Dan itu semua Bu Yumna yang menciptakan.
Tangis Bu yumna kembali pecah setelah turun dari motor kang ojek. Wanita itu menatap nanar rumah yang berdiri di depannya.
"Ibu nggak tahu lagi harus bicara apa, tapi ibu janji akan membawamu pulang, kamu anak Ibu, dan tidak sepantasnya kamu disini."
Bu Yumna menyeka air matanya menghampiri Sabrina yang sedang menjemur bajunya.
"Assalamualaikum…."sapa Bu Yumna diiringi dengan senyuman.
Sabrina membulatkan matanya menghentikan aktivitasnya menjawab salam namun tidak menoleh sedikitpun saat mendengar suara yang sangat familiar di telinganya.
"Apa kamu akan memunggungi Ibu sampai nanti?" Bu Yumna membuka suara saat tak ada pergerakan dari Sabrina.
Aku tidak boleh nangis.
Akhirnya Sabrina menoleh mendekati Bu Yumna yang hanya berjarak beberapa meter darinya.
"Ibu,__" Sabrina memeluk Bu Yumna dengan erat, melepas kangen pada wanita yang sudah mengasuhnya dari kecil.
"Dari mana Ibu tahu kalau aku tinggal disini?" tanya Sabrina.
Sama seperti Sabrina, Bu Yumna juga mencoba menahan air matanya karena tangisnya adalah sesuatu yang paling dibenci Sabrina.
"Kamu tidak perlu tahu, yang pasti Ibu sudah tahu semuanya. Sekarang kamu harus ikut ibu pulang," ajaknya.
Sabrina melepaskan pelukannya menyapa wajah sendu Bu Yumna. Keduanya melangkah menuju gazebo yang ada di teras depan.
"Bu, Sabrina nggak bisa ikut Ibu."
"Kenapa?" bentak Bu Yumna.
"Dimana kalanya ada seseorang itu harus berdiri sendiri tanpa sandaran, sudah cukup ibu merawatku dari kecil, aku belum bisa membayar hutang pada Ibu. Dan sekarang inilah saatnya aku harus mandiri. Ibu jangan khawatir, karena Allah akan melindungiku dan anakku."
"Tidak Sab, sampai kapanpun kamu adalah putri ibu, jadi ibu tidak bisa membiarkan kamu tinggal sendiri disini."
Sabrina tersenyum lagi, meraih tangan Bu Yumna dan menempelkan di perut buncitnya.
"Sebentar lagi cucu Ibu akan hadir, jadi tenanglah, meskipun kita jauh anggap saja kita dekat, doakan Sabrina supaya bisa melewati ini semua."
Bu Yumna menarik tubuh Sabrina hingga jatuh kedalam pelukannya.
Sebenarnya aku sangat benci pada ayah bayiku, Bu. tapi aku tidak bisa berbuat apa apa, Allah mempercayaiku untuk merawatnya. Dan bagaimanapun juga aku akan mempertahankan rumah tanggaku sampai waktu yang menuliskan kemana aku bersandar. Lirih hati Sabrina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
wybyibooo
uluk salam. uluk artinya apaan ada yg tahu?
2023-01-01
1
Eida Nuban
astaga ini cerita habisin air mata ku😭😭😭😭😭
2022-12-29
0
Sitanggang Nauli
,sabrina semoga kamu sehat selalu
2022-09-24
0