Kedatangan Mahesa membuat suasana berubah. Jika biasanya Sabrina bebas kesana kemari, kini Sabrina tak bisa berbuat apa apa. Setelah sholat Subuh Sabrina ke dapur, sedikitpun tak ingin mengganggu Mahesa yang masih terlelap di kursi ruang tamu. Namun waktu terus berjalan. Terpaksa Sabrina membangunkan Mahesa takut waktu Subuh usai.
"Mas bangun! sudah pagi," ucap Sabrina pelan.
Sedikitpun wanita itu tak menyentuh Mahesa. Hinaan suaminya masih terngiang ngiang di telinganya. Dan Sabrina tak mau membuat kesalahan seperti tadi malam. Sabrina hanya membukakan pintu untuk Mahesa lalu kembali ke kamarnya, tak ingin bertanya, hanya menyiapkan makanan untuk suaminya.
Mahesa menggeliat meregangkan otot ototnya yang kaku, mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, perlahan membuka matanya dan menatap langit langit ruangannya.
"Aku dimana?" ucapnya dengan suara serak.
Sabrina yang berada di ruang makan menatap punggung suaminya.
"Mas ada di rumahku. " jawab Sabrina singkat.
Seketika Mahesa menoleh menatap Sabrina yang sibuk menata makanan dimeja.
"Tadi malam mas tidur disini, lebih baik mas Sholat dulu setelah itu sarapan, maaf aku tidak bisa menemani mas karena aku mau kerja.
Sabrina melewati Mahesa yang masih berada di kursi, mengingat kejadian di kantor waktu itu Sabrina enggan untuk bicara lembut pada Mahesa. Bukan maksud balas dendam, Sabrina hanya menghindari emosi suaminya.
Mahesa hanya menatap punggung Sabrina yang menghilang bersamaan dengan pintu yang tertutup.
Ada senyum yang terukir saat Mahesa melihat baju koko dan sarung yang sudah disiapkan Sabrina.
Baru saja ingin memegang baju yang berwarna putih itu, ponsel yang ada di meja itu berdering.
Mahesa segera menyambar benda pipihnya dan menatap layar ponsel yang berkelip. Ternyata Camelia yang menelponnya.
Tak menjawab dengan suara, Mahesa memilih untuk mengirim pesan dan mengatakan akan segera pulang. Dengan tubuh yang sedikit demam Mahesa beranjak dari duduknya menuju kamar mandi.
Setibanya di toko tempat bekerja Sabrina dan Arum hanya bisa tertawa cekikikan, bagaimana tidak, matahari saja belum terbit, namun mereka sudah berada di depan toko bersama satpam yang berjaga.
"Kenapa nggak kamu usir saja suami kamu?" ucap Arum ketus.
"Jika kita membalas kelakuan seseorang itu artinya kita sama saja, lebih baik menghindari."
Arum menghembuskan napas kasar. Masih tak mengerti dengan pemikiran Sabrina yang terlalu lembek.
"Kalau aku jadi kamu, aku akan memilih pergi, dan aku akan buktikan kalau tanpa dia aku juga bisa bahagia."
Sabrina hanya menanggapi dengan senyuman.
"Aku bukan kamu, hidupku penuh lika liku, apalagi aku hamil diluar nikah, apa kamu pikir itu mudah? tidak, jika hanya kehilangan orang orang yang kita cintai, itu bisa diterima akal, dan pasti semua orang akan merasakan, ini kehormatan, Rum, dan bagiku itu sangat hina."
"Apa kamu menyalahkan bayi yang ada di rahim kamu ?" timpal Arum.
Matanya ikut berkaca mendengar nasib sahabatnya yang sangat miris.
Sabrina menggeleng. "Beda, dia adalah kepercayaan dari Allah, dia tidak bersalah, dan bagaimanapun juga dia adalah rezeki yang sangat luar biasa."
Arum memeluk Sabrina dengan erat. Itulah kenapa ia dan Sesil tak pernah meninggalkan wanita itu, banyak sekali pelajaran yang ia petik dari sahabatnya.
Saking asyiknya bercerita tak terasa toko sudah dibuka. Seperti biasanya keduanya masuk ke dalam sebelum bergelut dengan kesibukannya.
"Apa tadi malam kalian tidur berdua?"
Tiba tiba saja Arum mengejutkannya, untung tak ada orang selain mereka.
Sabrina menggeleng, "Mas Mahesa nggak mau dekat sama aku." jelas Sabrina.
"Laki kayak gitu mendingan di bungkus kafan dan dikubur." cecar Arum.
Sabrina hanya diam tak mau melayani sahabatnya yang sudah kelewatan.
"Dari mana dia tahu rumah kamu?"
Sabrina mengingat saat Mahesa tiba di rumahnya, dan itulah yang dipertanyakan Sabrina pada suaminya.
"Nggak perlu tahu, itu jawabnya."
"Apa dia punya mata mata?"
Arum semakin curiga.
"Mata-matanya pasti banyak, Rum, dan sudahlah, nggak perlu dibahas, lagi pula nggak penting."
Hampir saja keduanya keluar dari ruangan ganti, Sabrina kembali menghampiri tasnya di saat ponselnya berdering.
"Pak Randu,__" serunya.
Arum ikut membalikkan badannya mendengar nama yang diucapkan Sabrina.
Sabrina mengangkat teleponnya tanpa membuka suara, dan akhirnya Randu yang mengucapkan salam duluan lalu dibalas Sabrina.
Peka juga dia, batin Arum yang ikut nguping.
"Ada apa, Pak?" tanya Sabrina.
"Mas Mahesa sakit, dari tadi dia menyebut nama kamu."
"Cepat amat, bukankah tadi dia dari rumah kamu?"
Randu mengernyit saat mendengar ucapan ketus Arum.
Akhirnya Randu hanya berdehem memberi peringatan untuk tidak bicara ngelantur.
"Maaf ya, Pak. Aku sudah ada di toko, jadi nggak bisa datang," jawab Sabrina dengan nada tegas.
Meskipun hatinya sedikit ragu untuk menolak, setidaknya Sabrina mencegah sesuatu yang akan terjadi jika dirinya ke rumah.
Randu mendekatkan ponselnya tepat di bibir Mahesa yang meracau. Dan benar saja, Sabrina mendegar suara berat suaminya itu memanggilnya.
"Apa kamu sudah percaya?"
Sabrina hanya diam lalu menutup sambungannya.
Wajahnya kembali ragu, berusaha sekeras apapun hatinya tak tega dengan Mahesa.
Kamu sudah menyakitiku berkali kali, tapi kenapa aku ikut merasakan sakit saat kamu sakit.
Sabrina duduk sejenak membolak balikkan pikirannya, ingin sekali menjauh dari pria itu namun apalah daya, itu bukan sifatnya.
Akhirnya Sabrina memantapkan hatinya untuk datang, bagaimanapun juga pria itu adalah suaminya.
Setelah tiba di halaman toko, Sabrina membelalakkan matanya saat melihat seseorang yang dikenalnya.
"Pak Udin…" seru Sabrina.
"Silakan, Non!"
Sabrina mengikuti langkah pak Udin menuju mobil.
Setelah mobil berhenti di halaman rumah Mahesa, Sabrina langsung turun dan masuk. Ternyata disana sudah ada Bu Risma dan Pak Yudi.
"Sabrina…" teriak Bu Risma.
Keduanya berpelukan melepas rindu, apalagi beberapa hari ini keduanya hanya bisa bicara lewat telepon. Dan suatu anugerah bagi Sabrina bisa bertemu Bu Risma kembali.
"Bagaimana keadaan Mas Mahesa, Bu?"
"Dia demam, ibu juga nggak tahu bagaimana bisa terjadi?"
Apa ini karena semalam?
Mengingat Mahesa kehujanan saat turun dari mobil.
Dengan ragu Sabrina mengikuti langkah Bu Risma ke lantai dua, begitu juga dengan pak Yudi yang ingin melihat putranya setelah diperiksa.
Bu Risma membuka pintunya. Ternyata Mahesa sudah membuka matanya. Dan kali ini Mahesa memilih di kamar lain, bukan di kamar yang biasa ia tempati bersama Camelia.
Sabrina masih mematung di luar, membiarkan Bi Risma masuk duluan.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau sakit? Camelia dimana?"
Dengan pelan Mahesa mengangkat kepalanya menyandarkan punggungnya.
"Dia pergi keluar kota, Ma. Dia menjadi brand ambassador di sana, lagipula aku cuma demam biasa."
Sabrina masih diam menangkap semua pembicaraan Bu Risma dan Mahesa serta pak Yudi, sedangkan Randu memilih keluar karena banyak yang perlu diurus.
Mahesa menatap ke arah pintu dan sesekali melihat ponsel yang ada di nakas.
"Kamu kenapa sih, kok kayaknya gelisah?"
Mahesa menggeleng.
"Kamu makan dulu!"
"Nggak!" tolak Mahesa. Wajahnya melengos ke arah lain.
"Kebiasaan, kamu sudah dewasa, apa kamu mau jadi anak kecil lagi?" gerutu Bu Risma.
Bu Risma mengingat saat masa kecil Mahesa, dimana pria itu sama sekali tak mau makan jika sakit.
Akhirnya Sabrina merasa lega setelah melihat Mahesa baik baik saja.
Baru saja melangkahkan kakinya di ujung tangga, suara Mahesa dari ambang pintu menghentikan langkahnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Mahesa mendekati Sabrina.
"Aku mau pulang, disini sudah ada Ibu dan Ayah."
"Apa kamu nggak ingin menemaniku makan?"
"Apa karena Camelia tidak ada dirumah, mas ingin aku disini?"
Mahesa merasa tersindir. Ia tak bisa berkutik dengan ucapan Sabrina.
Bu Risma menggiring Sabrina menuju meja makan, dengan melihat keduanya saling cakap saja sudah membuat wanita itu bahagia, dan Bu Risma berharap itu adalah awal dari segalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Denni Siahaan
Thor buat cerita nya yang busuk pasti akan terbongkar
2022-06-27
3
cah solo
kok aku ga percaya ya anak yg di kandung cemelia anaknya mahesa...
2022-04-28
0
Siti Habibah Habiba Cthy
Gilir sakit ingit sabrina, suami macam apa...katanya gak cinta, jangan" carmila hamil bukan anaknya....Mahesa.
2022-03-23
0