Seminggu terlewati, namun sedikitpun Sabrina tak bisa menggoyahkan keinginan Mahesa yang sudah memuncak, dengan tekadnya pria itu yakin untuk menikahi Camelia dan tak mau mundur lagi.
''Apa kamu yakin tidak mau menyaksikan aku menikah?'' menyeringai.
Sebuah tamparan seketika mendarat di pipi Mahesa. Ucapannya yang bagaikan ejekan itu membuat Pak Yudi geram.
Pak Yudi sangat murka dengan ucapan Mahesa yang dengan gamblangnya menghancurkan perasaan Sabrina. Bahkan pria tua itu tak segan-segan mencaci Mahesa di depan istri dan menantunya.
''Asal kamu tahu, sampai kapanpun papa tidak akan merestui pernikahanmu dengan wanita itu,'' pekiknya.
Bukan tanpa alasan Pak Yudi melarang keras Mahesa berhubungan dengan Camelia. Namun sebagai seorang ayah, pak Yudi kurang suka penampilan dan pergaulan Camelia sebagai perempuan yang terlalu bebas di luaran.
Mahesa menyunggingkan bibirnya lalu mendekati Bu Risma yang ada di sampingnya.
''Aku tidak butuh restu Papa, karena mama sudah menyetujuinya. Dan itu sudah cukup bagiku,'' jelasnya.
Pak Yudi menoleh menatap Bu Risma, begitu juga dengan Sabrina, namun keduanya tak bisa berbuat apa apa pada wanita tersebut.
Meskipun hatinya sudah memar, inilah kenyataan yang harus dihadapi saat ini.
''Apa mama yakin kalau wanita pilihan Mahesa adalah wanita yang baik?''
Bu Risma kembali menatap Sabrina yang masih tampak lugu.
''Setidaknya dia tidak hamil diluar nikah, Pa,'' sindir Bu Risma. Melirik ke arah Sabrina yang hanya menunduk seraya mengelus perutnya yang sudah membuncit. Menahan rasa sesak yang mulai menyeruak memenuhi dadanya.
''Dan dia juga punya pekerjaan yang mapan, selama ini Mahesa tidak bahagia dengan pernikahannya. Jadi biarkan saja,'' imbuhnya lagi.
Kali ini Pak Yudi tak hanya merasa gagal sebagai ayah, namun juga gagal sebagai seorang suami, bahkan dengan jelasnya Bu Risma memberontak niat baiknya untuk mengubah putranya ke jalan yang lebih baik lagi.
Sabrina maju satu langkah mendekati Mahesa. Mata keduanya saling bertemu dengan makna masing-masing.
''Apa mas nggak mau memikirkannya lagi, aku bisa seperti perempuan yang mas cintai, dan aku bisa memberikan putra untuk mas setelah anakku lahir.''
Sepertinya ucapan Sabrina hanya sia sia belaka. Pasalnya Mahesa tak begitu menggubrisnya. Pria itu mengalihkan pandangannya dan sibuk dengan ponselnya yang terus berdering.
''Aku nggak punya waktu lagi, sebentar lagi acaranya dimulai,'' kelakarnya.
Dengan langkah lebarnya Mahesa meninggalkan Sabrina dan pak Yudi.
''Sebagai istri aku tidak memberi izin mas untuk menikah lagi,'' selak Sabrina seketika.
Mahesa dan Bu Risma yang sudah berada diambang pintu terpaksa menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Sabrina.
Mahesa menghampiri Sabrina yang masih berada di samping papanya. Sedangkan Bu Risma memilih untuk keluar memberi ruang Mahesa untuk menyelesaikan urusannya.
''Kamu pikir aku butuh izin kamu, tidak. Aku bisa menikah tanpa izin dari kamu maupun papa. Kamu lupa dengan perjanjian itu?''
Pak Yudi semakin geram, namun kali ini Sabrina berada di tengah keduanya. Berharap mereka tetap tenang.
Sabrina menggeleng menatap wajah Mahesa secara intens.
''Tapi dalam agama kita, jika seorang suami mau menikah lagi itu harus ada izin dari istri.''
Mahesa tertawa lepas dan tak menghiraukan Pak Yudi yang ada di sana. Seakan ucapan Sabrina adalah ocehan yang tak berguna.
''Kita menikah atas perjodohan, bukan karena cinta, jadi kamu nggak usah percaya diri sebagai istriku.''
Sabrina meraih tangan pak Yudi yang hampir saja melayang.
''Lepaskan, Sab! Biar ayah beri pelajaran, bagaimana cara menghargai seorang istri.''
Pak Yudi yang sudah diliputi amarah itu meninggikan suaranya. Menurutnya kali ini Mahesa sudah keterlaluan dan terlalu lepas dari kaidah seorang suami.
'Tapi aku menganggap ini adalah ibadah Mas, karena hanya dengan itu aku akan ikhlas menerimanya,' lirih hati Sabrina.
Sabrina menggeleng tanpa suara lalu memeluk Pak Yudi dengan erat.
''Mas Mahesa pergilah!" ucap Sabrina pelan. Namun masih bisa didengar oleh Mahesa.
Dengan segera Mahesa keluar. Percuma jika tetap disana, pasti perdebatan itu tak akan usai.
Setelah mobil yang ada di halaman rumah Mahesa menghilang. Sabrina menumpahkan air matanya. Meskipun hatinya tak kuat, namun Sabrina tetap berdiri dengan tegap demi titipan Sang Khaliq yang masih bersemayam di dalam perutnya.
"Papa nggak ngerti harus bagaimana lagi, papa nggak nyangka kalau kamu akan tersakiti seperti ini."
Bayangan masa lalu kembali terlintas, dimana Sabrina harus hancur kala kehilangan kehormatannya. Dan kini ia kembali diruntuhkan dengan pilihan suaminya yang akan memberinya madu.
"Yah..." Sabrina mendongak melihat wajah yang sudah mulai keriput itu.
"Ayah jangan sedih, aku ikhlas menerima semua ini, bukankah dalam Islam, seorang suami boleh menikah lagi."
Pak Yudi makin tak kuasa mendengar ucapan Sabrina dan terus merengkuh tubuh Sabrina.
"Lalu apa yang harus ayah katakan pada Ibu Yumna?"
Sabrina menarik kerudungnya dan mengusap pipinya yang basah itu hingga kering, melepaskan pelukannya dan mulai tersenyum, meskipun terpaksa.
"Ayah jangan bilang apapun sama Ibu, aku nggak mau Ibu tahu kalau mas Mahesa menikah lagi, jadi cukup kita yang tahu."
Ya Allah, jika ini memang jalan yang terbaik, aku siap, tapi berikanlah aku kesabaran yang lapang untuk melewatinya.
Acara pernikahan bukanlah hal yang tabu bagi Sabrina. Seperti saat ini, setelah seharian penuh berada di dalam kamar, kini Sabrina siap untuk keluar, dan siap untuk bertemu suaminya dan istri barunya.
''Kamu yakin mau datang ke acara resepsi Mahesa?'' tanya Pak Yudi.
Sabrina mengingat pesan singkat yang dikirim Mahesa, dimana pria itu menyuruhnya datang karena istri barunya ingin bertemu.
Meskipun hatinya merasa sakit, Sabrina bukanlah orang yang pengecut dan sembunyi dari fakta.
Sabrina merapikan hijabnya yang sedikit melenceng, mengambil tasnya dan mendekati Pak Yudi yang masih ragu dengannya.
''Yakin Yah, lagipula kan ada ayah juga, pasti aku bisa. Sabrina bisa melewati semua rintangan yang ada, karena Sabrina dilahirkan untuk menjadi wanita yang kuat.''
Pak Yudi ikut tersenyum.
Ayah tahu kalau senyuman kamu itu palsu. Ucapnya dalam hati.
Di sebuah gedung mewah Pak Yudi disambut dengan begitu ramah, meskipun acara itu tertutup dan hanya untuk orang orang tertentu, namun suasana begitu meriah dan ramai.
''Selamat malam. Om,'' sapa Randu yang ada di depan ruangan.
''Silakan masuk!"
Randu mengikuti Sabrina dan Pak Yudi menuju tempat yang sudah disediakan, setelah keduanya duduk, Randu pergi menghampiri Mahesa dan Camelia yang masih sibuk menemui tamu undangannya.
Randu hanya berbisik, karena tak bisa mengatakan hadirnya Sabrina sebagai istri pertama itu di depan umum.
"Sebentar lagi aku ke sana," jawabnya singkat.
Setelah tujuannya selesai, Randu kembali meninggalkan Mahesa.
"Kita temui papa dulu."
Mahesa menggandeng tangan Camelia membelah kerumunan para tamu yang berlalu lalang.
Mau kemana mereka.
Nampak dari jauh Bu Risma heran melihat Mahesa dan Camelia yang buru-buru.
Setelah tiba di ruangan, tiba tiba saja mata Camelia terbelalak saat menatap perempuan yang tak asing baginya.
Kenapa dia ada disini?
Camelia semakin bingung dengan hadirnya sosok yang sangt familiar di matanya.
''Mas, jangan bilang kalau dia istri kamu?''
Dengan wajah yang sedikit gugup Camelia menunjuk Sabrina.
Mahesa mengangguk. ''Memangnya kenapa?''
Camelia menggeleng. ''Tidak apa apa,'' jawabnya gugup.
'Ternyata dia istrinya mas Mahesa, aku nggak boleh tinggal diam, bagaimanapun juga mas Mahesa adalah milikku, dan aku nggak mau berbagi dengan orang lain, apalagi dia. Aku harus melakukan sesuatu sebelum dia menguasai semuanya.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
YuWie
awal yg menyesakkan.
2024-12-07
0
Ma Em
Mahesa kamu pasti akan menyesal karena telah menyakiti Sabrina.
2023-12-26
1
Cahaya Hayati
o ini ada yg tidak beres ya 🤔🤔🤔🤔
2023-01-23
1