Waktu terus bergulir, usia pernikahan Sabrina dan Mahesa menginjak 4 bulan. Akan tetapi masih tak ada perubahan, keduanya bagaikan orang asing yang tinggal dalam satu atap. Sikap dingin Mahesa masih saja kental, bahkan sering kali Mahesa menyudutkan Sabrina disaat keduanya ada perdebatan kecil, seperti pagi yang sangat mendung itu, dimana Mahesa memarahi Sabrina yang tak sengaja menyenggol pintu kamarnya hingga terbuka.
Kerlingan mata tajam Mahesa langsung mengarah dimana Sabrina mematung.
''Sudah berapa kali aku bilang? Jangan ke sini, dan jangan membuka pintu kamarku!'' sentak Mahesa. Matanya makin menyala menatap wajah Sabrina yang sudah dibalut rasa takut.
''Ma---maaf, Mas, aku tidak sengaja,'' ucap Sabrina tergagap. Tak tahu kenapa di usia kehamilannya menginjak lima bulan, wanita itu ingin sekali berada didekat Mahesa dan melihat wajah tampan tersebut. Meski kehadirannya tak dianggap, hatinya malah tumbuh benih benih cinta yang dipendamnya untuk Mahesa.
Tak mau meladeni Sabrina yang menurutnya tak penting, Mahesa kembali merapikan penampilannya.
''Cepat keluar!'' teriak Mahesa.
Sabrina semakin menciut dan berjanji tak akan membuat ulah.
'Mau sampai kapan rumah tanggaku seperti ini, aku sudah sabar menerima perlakuan mas Mahesa, aku juga berusaha untuk menjadi perempuan yang baik, tapi kenapa sepertinya mas Mahesa tidak mau menerimaku,' lirih hatinya.
Seperti hari biasa, Sabrina segera ke dapur untuk menyiapkan sarapan bagi Mahesa.
''Ada apa, Non? '' tanya Bi Asih.
''Nggak ada apa apa, Bi.'' jawab Sabrina seketika.
Wanita yang sudah berumur lima puluh tahun itu sangat perhatian pada Sabrina, apalagi semenjak dua bulan terakhir Sabrina selalu mengeluhkan perutnya yang sering sakit, pasti bi Asih selalu menjadi tempat sandarannya.
''Biar bibi yang nyiapin.''
Bi Asih merebut makanan yang ada di tangan Sabrina.
''Non duduk saja disini.'' Imbuhnya lagi.
Menarik kursi tunggal yang ada di samping Sabrina.
''Bi, aku nggak tahu, harus dengan cara apalagi untuk menghadapi sikap Mas Mahesa. Selama ini aku sudah bersabar, tapi masih saja tak dihargai, sedangkan aku nggak bisa pergi darinya, karena bayi yang kukandung butuh mas Mahesa, apalagi Ayah juga tidak mau aku bercerai dengan mas Mahesa.''
Sabrina mencoba tenang meskipun dalam hatinya terus saja memberontak menginginkan sebuah kasih sayang yang haqiqi.
Bi Asih tak menghentikan aktivitasnya, takut air matanya luruh mendengar curhatan Sabrina yang selalu menyedihkan.
Baru saja bi Asih membuka mulut, suara dentuman sepatu dan lantai menggema. Sabrina segera beranjak saat melihat suaminya yang sudah berada di ruang makan.
''Mas...'' teriak Sabrina dari arah dapur.
Dengan jalan yang sedikit lambat Sabrina menghampiri suaminya yang nampak serius berbicara dengan seseorang dibalik ponselnya.
''Iya, aku akan jemput kamu,'' ucap Mahesa sebelum mematikan ponselnya.
Memangnya siapa yang menelpon mas Mahesa, kenapa dia harus menjemputnya segala, bukankah selama ini mas Mahesa tak pernah peduli dengan orang lain, apa orang itu sangat penting baginya.
Ingin mendekat ragu, diam semakin penasaran.
''Mas, aku mau bicara.''
Mahesa beranjak dari duduknya dan tak peduli dengan suara Sabrina yang menghentikannya. Baginya Sabrina tak lain seperti pembantu yang bekerja di rumahnya.
Mahesa terus melangkahkan kakinya hingga pintu utama.
Saat melewati meja makan, kaki Sabrina tersandung dan terjatuh.
Wanita itu meringis kesakitan seraya mengelus perutnya, menatap Mahesa yang berhenti di ambang pintu. Pria itu menoleh sejenak dan menyunggingkan bibirnya, tanpa ingin kembali.
"Mas, perutku sakit," ucap Sabrina dengan bibir bergetar.
Bi Asih mendekat dan membantu Sabrina untuk berdiri, namun tidak dengan Mahesa yang tetap hengkang dari rumahnya.
Meskipun kamu tidak peduli padaku, doaku akan tetap untukmu Mas, sampai pada suatu hari nanti, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan, mencintai tanpa dicintai, kamu akan sadar dengan keberadaanku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
''Kamu apa kabar?''
Sebuah pelukan hangat menyambut kedatangan Mahesa yang baru saja turun dari mobil. Wanita yang sangat cantik dengan rambut panjang terurai itu tersenyum melihat Mahesa didepannya. Camelia, pacar Mahesa yang pergi enam bulan lalu itu datang kembali, bahkan sedikitpun wanita itu tak berubah dan tetap seperti dulu.
Mahesa menghela napas panjang, ''Tidak baik," wajahnya tampak lesu. Namun hadirnya Camelia mampu meredakan emosi yang masih menyelimutinya.
''Kok tidak baik, maksud kamu apa?''
Mahesa membuka pintu mobil, mempersilakan Camelia masuk ke dalam. Alangkah baiknya jika keduanya bicara di tempat tertutup.
Setelah keduanya duduk bersejajar, Mahesa menatap lekat manik mata wanita yang di rindukannya, tak sanggup untuk berkata, pria itu kembali memeluk kekasihnya dengan erat. Melepas kerinduan yang mendalam.
''Kenapa kamu perginya lama sekali, aku kangen,'' ucap Mahesa pelan.
''Aku kan kerja Mas, dan sekarang aku sudah pulang dan siap untuk menjadi istri kamu.''
Perlahan Mahesa mengendurkan pelukannya. Wajahnya nampak suram mengingat apa yang sudah terjadi setelah kepergian Camelia.
''Aku sudah menikah,'' tuturnya.
''Apa?!''
Wanita itu nampak terkejut mendengar penuturan Mahesa. Senyumannya menghilang dalam sekejap detik, dan kini berubah menjadi resah dan gelisah.
''Kenapa bisa begitu?'' tanya nya lagi.
Camelia mulai menitikkan air mata mendengar pernyataan Mahesa. Wanita itu memastikan apa yang terjadi selama dirinya pergi.
Mahesa menyandarkan punggungnya, hatinya tersayat melihat wanita yang dicintainya itu sesenggukan.
''Kamu tega Mas, aku pikir kamu laki-laki yang setia, tapi apa? Kamu menghianatiku,'' ucap Camelia tersendat.
Mahesa hanya meresapi setiap kata yang meluncur dari sudut bibir Camelia.
''Bukan maksud aku mengkhianati kamu, kenapa waktu itu kamu nggak mau menikah denganku dan memilih pergi?'' pekik Mahesa.
Karena saat ini bukan hanya Mahesa yang salah, namun Camelia juga ikut andil dengan apa yang sudah terlanjur terjadi.
''Aku belum siap,'' sahut Camelia seketika.
''Kamu pikir menjadi seorang istri itu hal yang mudah, tidak. Semua butuh waktu Mas, dan kamu ingat, sekarang aku sudah tidak perawan lagi, dan aku mau pertanggungjawaban kamu.''
Ucapan Camelia seolah-olah menekankan Mahesa untuk tetap terikat dengannya.
''Tapi bagaimana caranya? Sedangkan aku sudah punya istri.''
Mahesa yang merasa bersalah itupun tak bisa menghindar lagi dengan kesalahan yang pernah diperbuat.
''Aku mau jadi istri kedua kamu.''
Gila, Mahesa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Disatu sisi ia tidak dapat menceraikan Sabrina karena pesan papanya yang masih terngiang ngiang di otaknya, disisi lain, Mahesa sangat mencintai Camelia dan tak mau melepasnya lagi.
''Oke, kalau itu yang kamu mau, aku akan menikahi kamu.''
Camelia tersenyum dan menyeka air matanya. Menatap wajah Mahesa yang masih nampak gundah.
Bagaimanapun caranya aku akan harus bisa memiliki kamu, aku nggak rela perempuan lain yang ada di sampingmu.
''Aku ingin pernikahan ini dilakukan secepatnya,'' pinta Camelia.
Wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak Mahesa.
''Baiklah, minggu depan kita akan menikah.''
Camelia memberikan sebuah kecupan lembut di pipi Mahesa, ternyata kedatangannya tak sia-sia, dan kini ia bisa bernapas lega setelah mendapat penjelasan dari Mahesa.
Selama ini pernikahanku hanya karena harta papa, dan aku yakin kalau Camelia adalah kebahagiaanku.
Mahesa merogoh ponselnya yang ada di saku celananya, lalu mencari kontak Sabrina.
Tak berapa lama terdengar ucapan salam dari seberang sana.
''Wa'alaikum salam.'' Jawab Mahesa dengan berat.
Sabrina yang ada di seberang sana hanya bisa mengulas senyum. Mendapat telepon dari Mahesa bagaikan mimpi di siang bolong. Bagaimana tidak, selama menjadi istri Mahesa, ini kali pertama pria itu menghubunginya.
''Mas mau bicara apa?'' tanya Sabrina.
Mahesa berdehem dan kembali menoleh menatap Camelia yang masih setia bersamanya.
''Minggu depan aku akan menikah lagi.''
Seakan malaikat pencabut nyawa itu tiba dan menghentikan kinerja organ tubuh Sabrina. Wanita itu tercengang, ponsel yang ada di tangannya seketika jatuh mendengar sebuah pernyataan dari Mahesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Cahaya Hayati
lelaki ngak berguna semudah itukah melepas tangung jawab menikahi wanita ada maksud tertentuenjijikanv😠😠
2023-01-23
2
Elvipangau
Sabrina, berusaha mandiri dan punya penghasilan sendiri,
ku doakan mba Sabrina jadi wanita tangguh
2022-10-11
0
Salim Kholilulaziz
awas kau ya mahesa..... tak kutuk jadi malin kundang.😡
2022-07-02
0