Segera kugandeng Nirmala untuk sembunyi di bawah perosotan, di balik peti kayu. Sedangkan Obi bersembunyi entah di mana, tak terlihat karena bunker ini terlanjur gelap. Hanya sedikit penerangan dari beberapa ventilasi udara atau tepatnya lubang-lubang pengawasan pantai itu.
"Bisakah kita keluar dari atas sana, Mas?" bisik Nirmala.
"Sepertinya tidak, kecuali kita temukan rahasianya. Tadi aku tak sengaja bisa masuk."
"Celakanya pintu besi yang di sana itu juga hanya bisa dibuka dari luar, Mas. Makanya saat tak sengaja tertutup, kami terjebak di sini cukup lama sebelum kamu datang."
"Pasti ada pintu lain. Pintu yang digunakan ibu untuk menuju mulut gua, dulu jejaknya memasuki gua dari pantai," timpalku.
"Psst! Mereka datang!"
Ctak
Ctak
Grak
Grak
Dang!
Dari arah yang berlawanan, pintu besi itu terbuka, beberapa orang memasuki ruangan dengan senter yang terang. Mereka masih sibuk mengganjal pintu besi itu agar tak tertutup. Jantungku semakin berdebar melihat dua orang dari mereka membawa senjata api.
Ini gawat!
Benar-benar gawat!
Beberapa dari mereka mulai mendekati peti-peti di tengah ruangan.
"Lets open this box," kata salah seorang dari mereka yang membawa linggis. [Ayo kita buka]
Klang
Klang
"Now we are very very rich, Guys!"
[Sekarang kita sangat sangat kaya!]
"Whoooaa!" sahut yang lainnya.
[Wow]
"Its awesome!"
[Luar biasa!]
Klang
Klang
Klang
Mereka semakin bersemangat membuka peti-peti yang ada. Tapi reaksi mereka tak lagi sama. Kini hanya racauan tak jelas, bahkan mirip bertengkar. Kuintip mereka hanya lima orang, mungkin yang lain menunggu di luar.
"What is this?" Seseorang menyoroti lantai. [Apa ini?]
"A bloody tissue!" raung rekannya.
[Sebuah tisu berdarah!]
Itu pasti tisu Nirmala yang digunakan mengelap darahku tadi! Celaka!
Cklak!
Cklak!
Cklak!
Kudengar mereka mengokang senjata. Arah senter mereka mulai berseliweran mencari kami. Nirmala ketakutan dan menarik lengan jaketku dengan kedua tangannya.
Srak
Srak
Suara langkah mulai mendekat, semakin dekat. Tak kusangka akan menghadapi situasi seperti ini. Baru kali ini melawan orang-orang berpistol, membuatku ragu. Haruskah aku menyerang duluan atau angkat tangan dan berharap komplotan itu cukup baik sehingga melepaskan kami? Situasi masih gelap, cukup menguntungkan untuk menyerang karena mereka belum menemukan saklar untuk menyalakan lampu.
Brakk!
Bug
Bug
Dak
Ternyata Obi sudah terlebih dulu menyerang. Berani betul dia.
Aku pun segera bertindak, mengagetkan dan menghantam seorang yang mendekati tempat sembunyi kami. Si keriting itu terjatuh, mungkin pingsan, tapi entah di mana pistolnya.
Dor!
Dor!
Dor!
Terdengar suara letusan pistol beberapa kali semakin membuat suasana mencekam. Obi begitu lincah menghindar dari tembakan dengan sembunyi di balik peti-peti. Hebatnya dia sudah menjatuhkan dua orang, sementara si pria bertopi putih yang tadi menembakinya sedang mengisi ulang peluru.
Aku bermaksud segera membantu tetapi di hadapanku masih ada seseorang memegang linggis menghadang. Tangan kirinya memegang senter menyilaukan mataku.
Brakkk!
Untung aku segera menghindar dari ayunan linggisnya yang kini tertancap di peti. Segera kuterkam dia bagai pertarungan jalanan. Kami berjibaku cukup keras. Badan kekarnya tak mudah aku kalahkan. Beberapa kali tinjunya membuat bagian wajahku nyeri. Namun, saat kami sama-sama mencoba berdiri, beruntung tendangan kaki kiriku tepat mengenai ulu hati dan membuatnya terkapar.
Kini musuh kami tinggal si topi putih, sementara aku mendekat dan mengecohnya, Obi menerjang dari belakang membuat pria itu tersungkur. Segera kami mengeroyok dan membuatnya babak belur. Segera aku rebut pistolnya.
Dor!
Sebuah tembakan di udara mengagetkan kami.
Siapa yang tertembak?
Dari kegelapan, perlahan Nirmala muncul membawa senter. Diikuti si keriting yang ku jatuhkan pertama kali tadi, ternyata sudah sadar. Dia mencengkeram kerah baju dan menodong Nirmala dari belakang.
Aku bidikkan pistolku pada si keriting itu, tetapi dia di belakang Nirmala. Haruskah aku menembak? Apakah akan tepat sasaran? Bahkan aku belum pernah menggunakan pistol.
"Drop your gun or I'll kill her!" ancam si keriting itu.
[Jatuhkan pistolmu atau kubunuh wanita ini!]
Patt
Cklak
Cklak
Seseorang dari mereka menyalakan saklar dan bola-bola lampu kuning satu persatu menerangi ruangan.
"Pergilah! Cepat!" desakku seraya melirik Obi lalu melihat pintu besi yang masih terbuka itu.
"Tapi ..." sahut Obi, "bagaimana dengan kalian?"
"Cepatlah!"
Obi berlari ke arah pintu besi, si topi putih merebut pistolku dan menembakinya.
Dor
Dor
Tang!
Meleset, Obi berhasil keluar dan dua orang mengejarnya.
"Dharma ... Dharma ... seharusnya kamu tetap di penjara. Cari mati kau ke sini?" ucap si topi putih itu.
"B*j*ng*n! Rupanya kau pelakunya!" sentakku.
"Bukankah aku sudah cukup baik hati, hanya menahanmu di penjara," jawabnya lirih, membelakangiku lalu menuju Nirmala yang sedang ditodong si keriting.
"Damar! Tak kusangka kau di balik semua ini?" teriak Nirmala.
"Diam kau! Sudah bagus aku tak membunuh ibumu malam itu!" racau Damar si ahli geologi amatir itu.
"Dasar b*j*ng*n kau!" Baru kali ini aku mendengar Nirmala memaki.
"Kini aku terpaksa membunuh kalian berdua."
"Tunggu!" gertak Nirmala, "Kau yakin semua emas itu ada di sini? 6.000 ton? Hahaha, bodoh sekali kau!"
Aku terdiam, memikirkan omongan Nirmala. Apa benar? Atau hanya tipuan agar kami berdua tak dibunuh? Cerdik sekali dia.
"What did you say? Speak or I'll shot you both!" Si keriting mulai geram.
[Apa yang kamu katakan? Bicara atau kutembak kalian berdua.]
"Wait! Maybe she said the truth," ucap Damar, "Wake up you stupid moron." Damar membangunkan pria pembawa linggis yang masih pingsan.
Tak lama kemudian pria yang ternyata orang Filipina yang dulu kutemui di hotel itu bangun dan mulai memeriksa sisa peti yang belum terbuka, dibantu si keriting. Kini Damar yang mengambil alih menodong Nirmala.
***
"We got only about 200 tons here!"
[Kita hanya punya sekitar 200 ton di sini]
"What! This is b*llsh*t!"
[Apa! Ini tidak mungkin!]
"Katakan, dari mana kau tahu? Di mana emas yang lain?" desak Damar.
"Lepaskan kami, atau kalian tidak akan pernah tahu!" gertakku meskipun sebenarnya aku tak tahu di mana sebenarnya emas yang lain.
Damar terdiam mungkin memikirkan perkataanku. Dua rekannya datang mendekat sambil menyeringai.
"Aku hanya butuh salah satu diantara kalian, siapa yang mau bicara lebih dulu akan aku biarkan hidup." pancing Damar memainkan ancamannya sambil mengarahkan pistolnya padaku.
"I give you a chance to think and explain! We will wait patiently."
[Aku beri kau kesempatan untuk berpikir dan menjelaskan! Kami akan menunggu dengan sabar.]
"As while, we need an entertain," kata si pria linggis.
[Sementara menunggu, kami butuh hiburan]
"Hey, Sweety. Lets have fun!"
[Hai, Manis. Ayo kita bersenang-senang.]
Kedua orang asing itu menarik tubuh Nirmala ke atas peti. Satu orang menahan kedua tangannya, sedangkan si keriting mulai melepas sabuk besinya dan membuka resleting celananya.
"Lepaskan aku! lepaskan!" Nirmala berontak saat dua orang asing itu mulai berbuat tak senonoh. Kedua orang asing itu dengan beringas merobek pakaian Nirmala.
"Mas Dharma!," teriak Nirmala histeris.
Aku tak sanggup melihat kejadian ini. Emosiku berkecamuk. Gigi dan Kepalan tanganku sudah bergeretak menahan amarah. Dengan nekat aku merangsek maju menerjang.
Dor!
Dor!
Damar menembakku persis saat aku menyerang si keriting itu. Dua kali terdengar suara tembakan sebelum tubuhku ambruk bersebelahan dengan si keriting.
Kesadaranku mulai hilang ... semakin pudar.
Terakhir kali, aku mendengar lagi suara itu ....
DOR!
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Isnaaja
mas darma jangan mati!!!
2020-12-02
1
Mei Shin Manalu
Like lagiii
2020-08-21
0
Mega Platina
tegang thor.. tp penasaran..ceritanya bermula ada hantunya lanjut ke orang yg memburu harta karun...top bgt
2020-06-09
1