"Bagaimana menurutmu, Mas?"
"Baiklah, aku setuju bahwa huruf 'J' seringkali didahului oleh 'D' seperti kata 'djanji'. Menurutku ini kebiasaan van Ophuysen seperti halnya huruf 'T' berdampingan pada 'pantjasila' misalnya."
"Betul itu, Mas. Jadi simbol '?¥' itu kita terjemahkan menjadi 'tj' seperti kata 'pantjasila' jaman dulu," kata Nirmala.
"Tunggu, jika '?' kita terjemahkan 'T' maka '!' kita terjemahkan 'S', bagaimana?"
"Jadi maksudnya '?' untuk huruf 'T' pada awal kata 'tanya', begitu?"
"Iya, dan simbol '!' untuk 'S' pada 'seru' pasti!" jawabku bersemangat.
"Semalam di grup authorku juga ada yang membahas itu, Mas. Kemudian dengan prinsip yang sama kami terapkan pada lambang bagi, tambah, dan kurang."
"Maksudnya? Lambang ':' untuk 'B' kemudian '+' untuk 'T' dan '-' untuk 'K' begitu?"
"Iya, Mas. Jadi kami bingung, huruf 'T' dilambangkan dengan '?' atau '+' ya?"
Hmm ... coba begini, '+' kita artikan 'P' seperti awal kata 'plus' saja.
"Nah, itu kendala lagi, Mas. Kalau '+' adalah 'P' maka '-' adalah 'M' sedangkan di surat itu ada banyak lambang '-' berjejer," kata Nirmala dengan risau.
Rumit. Pendeknya kalimat sandi itu semakin menambah level kesulitan untuk memecahkannya. Beberapa hari ini bahkan kepalaku seakan berasap memikirkannya.
Beberapa saat kami terdiam di ruang kunjungan itu. Nirmala tampak berpikir keras. Kutatap wajah Nirmala dari balik jeruji besi.
Akankah kami bisa melewati semua ini
Bagaimana nasib pernikahan kami? Kurang dari dua minggu lagi.
Ya Tuhan, tolonglah kami ...
Air mataku mulai menggenang, agar tak terlihat oleh Nirmala maka buru-buru aku mengusap kelopak mataku.
Tunggu ... mata? Minus berjejer? Iya, minus!
Segera aku beritahu Nirmala, "Minus! Itu pasti untuk 'M' atau 'N' jadi ada yang '--' dan '-' karena bentuknya hampir sama."
"Kita coba dulu, Mas!"
%3^4|43!2!43$1#--3-1-?2'43-2-f2?433--1!!2?43!3|1?1-#2$¥1432?43?¥1:1-f?3--43'1-+2-?43:3!2(6000)#3-$1'$2'43--+43|$2!2-21+1[#1:1%(300)$2!1-1(?)
*e*o*oesisoeda*menanti*oeningitoeemassitoese*atan*idjaoeitoetjabangtemoe*anpintoebesi*******enda*di*oempoe*disiniapa**aba******disana*
"Lihat! Kita berhasil!"
"Sudah mulai terbaca? Apa benar?" desakku penasaran.
"Belum. Namun, sudah ada beberapa kata yang muncul! Lihatlah kata-kata ini: menanti, emas, pintoe, di sini, di sana."
"Emas? Apakah tertulis emas?"
"Be -- betul ..." Nirmala tergagap, " betul sekali! Apakah ini berarti ...."
"Begitu rupanya! Orang yang menjebakku itu mengincar emas. Pantas dia mencari kotak berisi surat itu," tukasku.
"Dia tidak menemukannya di rumahku, jadi menghubungimu?"
"Bagaimana dia tahu aku yang membawanya?" tanyaku kepada Nirmala.
"Kamu ingat, Mas? Malam itu kamu kirim pesan, memberi kabar bahwa kotak kaleng ibu tertinggal di dashboard mobil?"
"Betul! Jadi selain memakai HP ibu, dia juga membuka HP-mu?"
"HP-ku waktu itu di samping TV ruang tamu, Mas. Kamu tahu kan baterai laptopku sudah rusak, sehingga harus selalu tercolok listrik untuk memakainya. Waktu itu aku sedang mengetik episode terbaru novelku. Nah, HP-ku ternyata sedang lowbatt, jadi aku isi catu daya HP di ruang tamu."
"Apakah ada tanda dia sempat masuk kamarmu?"
"Seingatku tidak, Mas! Begitu mengantuk, aku kunci kamar lalu tidur. Sedangkan HP-ku tertinggal di ruang tamu. Saat terbangun kondisi kamar masih terkunci dari dalam."
Meskipun pemecahan sandi belum tuntas, terungkap sudah motif orang yang menyelinap ke rumah Nirmala dan menjebakku dengan narkoba itu. Emas. Semua ini demi emas.
Lagi-lagi jam berkunjung memisahkan pertemuan kami. Kali ini aku melihatnya melangkah pergi dengan kesedihan sekaligus semangat baru. Susah untuk aku ungkapkan.
Bahkan tanpa Nirmala tahu, kini aku sudah tak makan dua hari. Entah sayur-sayur penjara ini memang tanpa penyedap rasa atau keadaan pelik ini yang membuatnya hambar.
***
Hari keempat di ruang kunjungan tahanan polres ini begitu merisaukan. Nirmala belum juga berkunjung. Sangat kontras dengan hari-hari sebelumnya di mana dia selalu datang lebih awal.
Pikiranku semakin liar seiring jarum jam yang terus berputar. Waktu kunjungan segera habis, sedangkan tidak ada tanda-tanda Nirmala datang. Seandainya saja waktu dapat kuhentikan ....
Tik
Tok
Tik
Tok
Harapanku pupus, melihat tamu-tamu yang lain sudah mulai pergi pertanda jam kunjungan telah habis.
***
Apa yang sebenarnya terjadi kepada Nirmala? Kuremas kertas berisikan sandi yang belum tuntas terpecahkan itu dengan jengkel. Kupegang dua buah jeruji besi itu dengan mata yang berkaca-kaca. Seperti ada sebuah perburuan di otakku. Sebuah perburuan dalam ruangan tertutup, berkejaran, berputar-putar tak tentu arah.
Akankah aku berada di sini selamanya?
Apakah Nirmala berencana meninggalkanku?
Sunyi. Hanya tembok dan teralis besi menemani. Seandainya diperbolehkan keluar sebentar, saat ini langit malam di luar akan cukup menenangkan pikiranku dengan menikmati rasi bintang-bintang utara yang terlihat kasatmata.
Ah, Nirmala. Semoga dia baik-baik saja.
Begitulah secuil doaku saat berbaring di alas karpet plastik di sel ini. Hanya pergelangan tanganku sendiri yang dapat kugunakan sebagai bantal. Aku berpasrah, mencoba menghibur diri. Semoga saat terbangun esok hari, semua ini hanya mimpi.
Cklek!
Klang!
Klang!
Suara pintu sel dibuka, membuatku terbangun dari tidur. Siapa? Kenapa tengah malam begini?
"Cepat ganti baju dan ambil barangmu di depan. Kamu bebas sekarang," kata seorang polisi itu sambil memberi pakaian lama yang kupakai saat tertangkap.
"Benarkah? Bagaimana bisa?" tanyaku terkaget sekaligus penasaran.
"Sudah ada yang memberikan jaminan. Pokoknya kamu bebas. Cepat pergi atau aku kunci lagi? Sepertinya kamu lebih suka di sini?"
Tanpa ragu aku segera keluar dan mencari barang-barangku yang rupanya sudah disiapkan, semuanya lengkap: tas, hp, jaket, dan juga motorku yang sudah terparkir di depan pintu kantor polisi ini.
Setelah beberapa ratus meter aku berhenti di sebuah kedai kopi sebelah pom bensin. Merayakan kebebasan, sekaligus mengisi daya baterai HP-ku yang habis total. Aku harus segera menghubungi Nirmala.
Tidak biasanya aku merokok, tetapi malam itu aku seakan harus menyulutnya sambil mengunyah sebongkah roti dan menunggu kopi tersaji. Pikiranku butuh sedikit hiatus.
Huft
Kukepulkan asap yang tak biasanya kuhirup itu. Setelah beberapa kali meminum kopi yang masih panas, kunyalakan HP-ku. Beberapa pesan masuk memberondong. Tentu saja aku langsung mencari pesan dari Nirmala. Celaka! Tak kusangka akan mendapat pesan seperti ini!
---
Mas Dharma. Maafkan aku tidak berkunjung hari ini. Sejak semalam aku berusaha memecahkan sandi. Alhamdulillah, berhasil!
---
Mas, mungkin percuma aku mengirim pesan ini sedangkan kau tak bisa membacanya di sana.
---
Setidaknya aku minta ijin, malam ini aku akan kembali ke gua dan kostin itu bersama seorang teman lamaku. Dia seorang laki-laki, tetapi hanya dia yang saat ini bisa aku andalkan demi membebaskanmu, Mas.
---
Aku akan membebaskanmu ...
---
Ternyata Nirmala sudah memecahkan sandi itu lalu kembali ke kostin dan gua. Ada apa di sana? Siapa lelaki yang menemaninya? Sungguh membuatku cemburu.
Aku telepon Nirmala segera tetapi tidak tersambung. Bagaimana sekarang?
Apakah dia sudah berada di dalam gua? Malam-malam begini?
Apa aku harus menunggu kabar darinya, ataukah menyusulnya?
Segera kuhabiskan kopi lalu mengisi bahan bakar. Setelah beberapa kali aku telepon dan tidak tersambung maka aku putuskan untuk menuju ke pantai di mana kostin dan gua berada.
Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 00.14 dini hari. Untung saja saat itu anak buah Pak Asmudi meminjamkan jaketnya, membuatku cukup hangat. Jika aku berkendara cepat, mungkin jam 01.00 sudah sampai di pantai itu karena lalu lintas masih sangat sepi.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Mei Shin Manalu
Aku ksih jejak 5 like untuk Author ♥️... Semoga makin semangat updatenya... 😍
Jgn lupa mmpir ke novelku... Aku tunggu feedbacknya.. Danke 😊
2020-08-17
1
Ade Vallian Sayoga
sudah di chapter ini aq baru menyapa thor,tiap visual yg muncul aq scrool kuat2 biar gak keliatan😁😁😁
2020-07-11
1
Ayu Rahma Yusuf
ayok thor makin penasan ni
2020-07-10
1