Beruntung di sekitar pantai ada minimarket dengan barang-barang yang cukup lengkap. Di depannya juga ada mesin ATM sehingga aku tak perlu khawatir kehabisan uang tunai saat belanja.
Sesaat sebelum menuju pantai aku cek kembali, sepertinya sudah lengkap yang terbeli: senter LED, cat fosfor semprot, pisau lipat, korek gas, dan tali tambang. Nomor HP Nirmala belum juga bisa aku hubungi. Aku masih ragu apakah Nirmala yang memberi jaminan sehingga aku bisa keluar tahanan? Mengapa dikeluarkan malam hari? Sungguh hal yang tidak biasa.
Kupacu motor ke arah pantai tempat kami foto prewedding saat itu. Jika perkiraanku benar, Nirmala berada di dalam gua sehingga gawainya tidak ada sinyal.
Dari kejauhan aku melihat sorot lampu tiga buah speedboat sedang melaju dari arah laut dan beberapa orang membawa senter sedang menjemput di bibir pantai. Kuhitung jumlah mereka satu-persatu lebih dari tujuh orang.
Apakah mereka komplotan yang menjebakku? Apakah benar Pak Kawilarang terlibat dengan semua ini?
Semilir angin pantai terasa dingin menerpa wajahku. Deru ombak seakan mengiringi detak jantung yang berdebar saat aku mengendap-endap dari samping tembok kostin. Tampaknya mereka berencana mengangkut sesuatu ke tempat lain hingga repot-repot menggunakan speedboat.
Mungkinkah kapal pesiar yang berlabuh tak jauh dari pantai itu juga milik mereka?
Sementara menunggu pergerakan mereka, aku beringsut ke salah satu lorong kostin. Lorong ini, tak salah lagi ini adalah lorong di mana aku, Kukuh, dan Tommy berpapasan dengan Pak Edi dan Damar yang baru datang.
Kuingat saat itu Bu Siti yang sedang berlari keluar tiba-tiba menghilang, persis di tengah-tengah lorong. Sedangkan jejaknya tiba-tiba ada di pintu masuk gua itu.
Duk
Duk
Duk
Kupukul beberapa bagian tembok lorong kostin dengan punggung kepalan tangan. Tak ada yang aneh. Aku duduk dan bersandar pada dinding.
Bagaimana sekarang?
Kumatikan senter, khawatir membuat posisiku ketahuan komplotan itu. Perlahan aku mulai takut jika Nirmala dan temannya memang berada di dalam gua, sedangkan komplotan itu menuju mereka. Kira-kira apa yang akan terjadi?
Sejenak aku termenung, mengingat kejadian di tempat ini. Kunyalakan senter HP agar terangnya tak sampai ke luar dan ketahuan. Kususuri lorong itu hingga tempat menemukan Bu Siti sebelum dia lari ke lorong.
Di sini, betul di sisi tembok ini Bu Siti berdiri. Aku, Kukuh, dan Tommy datang dari sebelah sana. Tiba-tiba aku merinding teringat Tommy melihat sosok genderuwo di ruang sebelah sana. Ah, lebih baik fokus ke Bu Siti. Apa yang dia lakukan di sini?
Karena lupa menekan layar HP, tiba-tiba senter HP-ku otomatis mati. Buru-buru aku menekannya karena terlampau gelap gulita. Namun, ada yang ganjil. Sepertinya saat gelap gulita tadi aku melihat sesuatu?
Kumatikan senter HP, ternyata salah satu batu bata di tembok itu berpendar seperti fosfor. Letaknya di bawah, setinggi betis. Aku mengelusnya dengan lengan jaket hingga tampak lebih terang. Aneh.
Kutekan di tengah, tidak bergerak. Tapi justru saat kutekan di samping dengan kedua tangan, bata itu bergerak seolah saklar lampu. Suasana yang sunyi kini terpecah oleh suara batu tergeser, entah di mana. Segera kusoroti sekeliling, kali ini dengan senter LED, seluruh dinding-dinding bata tidak ada yang berubah.
Suara apa tadi? Segera kumatikan kembali saat kudengar suara itu kedua kalinya. Kini batu bata fosfor itu kembali ke posisi semula seperti sebelum aku tekan. Mungkinkah batu ini untuk membuka pintu rahasia?
Aku tahu, pasti pintunya di tempat Bu Siti menghilang! Maka aku tekan lagi bata fosfor itu, lalu segera kembali menuju lorong tempat Bu Siti menghilang. Benar! Ada pintu rahasia, tetapi hanya seukuran anak kecil.
Srakkk
Brak!
Aku terjatuh setelah memasukinya, terperosok dan membentur tumpukan peti kotak hingga senter yang kupegang terjatuh sebelum sempat menyalakannya.
Grek
Grek
Grek
Pintu itu tertutup kembali. Kuraba-raba di sekitar, untung saja senter terjatuh tak jauh dariku. Kacanya retak, tapi masih bisa menyala. Kini tampak arah pintu rahasia tempat aku jatuh lebih mirip perosotan.
Entah ruangan apa ini, mirip bunker besar. Aku yakin jika tidak ada peti-peti kayu maka dua buah pesawat bisa muat ditaruh di dalam sini. Beberapa lubang persegi panjang di tembok sebelah kiri mengarah ke pantai, sepertinya untuk mengintai atau menembak musuh yang datang dari pantai. Lubang itu juga memberi pasokan udara segar meski agak tertutup rerumputan.
Brakk!
Sesuatu memukul punggungku. Seseorang! Dengan cepat kubalas serangannya dengan menendangnya dan membuatnya tersungkur. Tiba-tiba dia menerjangku dan memukul membabi buta. Tak ingin kalah aku menangkis dan membalasnya! Kami bergumul di lantai, berguling beberapa kali.
Kini aku terdesak, dia menduduki perut dan memukuliku. Sambil menangkis kukeluarkan pisau lipat dari saku jaket dan bersiap menusuknya.
Dak!
Crrrt
Tap
Tap
Tap
Beberapa bola lampu kuning menyala redup dan seseorang memanggilku.
"Mas Dharma!"
Suara Nirmala mengagetkanku, kutengok dia sedang memegang sebuah tuas listrik di dinding ruangan. Seseorang yang menindihku kini berdiri mengulurkan tangannya untuk membantu bangun.
"Bagaimana kamu bisa berada di sini, Mas? Bukankah kemarin kamu masih di penjara?" Nirmala mendekat.
"Justru aku yang seharusnya tanya. Siapa yang membebaskanku? Siapa pula orang ini? Bagaimana kalian bisa masuk ke sini?"
"Bukan aku yang membebaskanmu ...." Nirmala tampak bingung.
Beberapa saat kami terdiam. Memikirkan siapa di balik kejadian di penjara itu, sehingga aku bisa bebas
"Lalu dia? Siapa dia?" desakku.
"Obi, hanya teman. Tentu aku tidak berani ke sini sendirian jadi aku mengajaknya. Kamu ingat novel best seller-ku 'Pengakuan Pembunuh' itu, Mas? Dialah narasumberku." Nirmala mengusap darah di hidungku dengan sebuah tisu.
Aku melirik sebuah kursi lapuk yang tadi mengenai punggungku, lalu kulihat pria putih itu. Dia tampak misterius, hanya memperhatikanku dengan mata yang agak sipit tak bicara sepatah kata pun. Sesuatu terbalut di tangannya yang sedang mengusap memar di mulut bekas pukulanku tadi. Tubuhnya proporsional seperti seorang petarung atau binaragawan saat berjalan ke salah satu lubang persegi panjang di dinding itu. Wajahnya ... aku tak mungkin mengakui kalah tampan darinya di depan Nirmala.
"Teman-teman authorku berhasil memecahkan sandinya. Lihatlah ini, Mas!" kata Nirmala sambil duduk di sebuah peti dan membuka gawainya.
"Apa sebenarnya arti sandi itu?"
"Setelah mengganti '#' dengan huruf 'H' untuk haystack, huruf 'K' mengganti tanda kutip atau petik, kemudian '|' aku rubah menjadi huruf 'L' dan seterusnya, lantas sandi itu terbaca begini .... " Nirmala menjelaskan dengan cepat.
%3^4|43!2!43$1#--3-1-?2'43-2-f2?433--1!!2?43!3|1?1-#2$¥1432?43?¥1:1-f?3--43'1-+2-?43:3!2(6000)#3-$1'$2'43--+43|$2!2-21+1[#1:1%(300)$2!1-1(?)
revoloesisoedahmenantikoeningitoeemassitoeselatanhidjaoeitoetjabangtemoekanpintoebesi6000henda'dikoempoeldisiniapachabar300disana?
"Berarti setelah itu tinggal kita pisahkan setiap kata dengan spasi?"
"Betul sekali, Mas." Nirmala mengusap layar HP membuka gambar screenshot selanjutnya.
revoloesi soedah menanti koening itoe emas s itoe selatan hidjaoe itoe tjabang temoekan pintoe besi 6000 henda' dikoempoel di sini apa chabar 300 di sana?
"Revolusi?" Aku tak mengerti maksud kata itu.
"Tampaknya harta karun yang mereka cari adalah dana yang saat itu akan digunakan untuk revolusi negara ini. Tidak tanggung-tanggung, 6000 ton emas!"
Lalu bagian mana yang menunjukkan lokasi harta itu?
"Kuning itu emas, S itu selatan, hijau itu cabang! Kita sudah punya petanya, tinggal mengikuti.
"Maksudmu sapu tangan rajut yang berinisial huruf 'S' itu?"
"Betul sekali, Mas. Ternyata hiasan di sekeliling huruf 'S' itu adalah gambar lorong-lorong gua. Disinilah lokasinya!
"Peti-peti di ruangan ini berisi emas?"
Nirmala belum sempat menjawabku ketika Obi berlari menuju saklar listrik dan memadamkan seluruh lampu ruangan ini.
"Sembunyi! Mereka datang!" teriaknya.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Astiah Harjito
Mirip cerita Conan 😀
2022-01-18
0
Eka Agustina
wow!! Emas!! hayalku berkelana
2021-09-25
0
Isnaaja
wih keren cara mecahin teka teki nya,,meskipun cuma baca tapi tetap aja aku gak ngerti cara mecahin teka tekinya😂
2020-12-02
0