Apakah dia orang atau hantu?
Mengapa bunuh diri di tempat ini?
Belum sempat aku berpikir lagi, ternyata masih di pohon yang sama, di dahan yang lainnya juga ada yang tergantung persis seperti dia. Entah enam atau delapan lagi, sedang tergantung dan menendang-nendang di udara.
Duarrr!!!
Duarr!
Dzing ... Drrttt! Drttt!
Dari arah makam terdengar suara ledakan dan rentetan tembakan mengagetkanku. Segera aku berbalik dan menaiki motorku.
Gasss polll !?!
Aku melaju sambil beristighfar dan membaca ayat-ayat suci dengan cepat. Tak peduli jalan bergelombang dan berlubang, benar-benar tak peduli. Aku hanya ingin segera sampai rumah.
Kulihat cahaya terang di sana, dan juga kerlap-kerlip lampu ambulan. Sudah dekat! Aku akan aman di sana!
Tapi entah apa yang terjadi. Aku seperti terhempas begitu saja. Pandanganku mulai kabur.
***
Tok
Tok
Tok
Kudengar suara langkah sepatu mendekat.
Aku buka mataku agak silau. Di mana ini? Aku tidak kenal tempat ini?
"Sudah sadar, Pak Dharma?" tanya seorang wanita berpakaian serba putih dengan stetoskop di sakunya.
"Perkenalkan saya Rini, perawat di sini," ucapnya seraya tersenyum manis.
"Apa yang terjadi dengan saya, Bu?"
tanyaku ingin tahu.
"Bapak mengalami kecelakaan semalam," jawabnya sopan.
"Oh iya, saya belum menikah. Jadi panggil saya mbak saja."
Manis juga senyumnya, cukup membuatku salah tingkah. "Eh, lalu kondisi saya bagaimana, Mbak Rini?" tanyaku sambil menahan nyeri di kaki kiriku yang dibalut dan digantungkan.
"Tidak ada luka serius, Pak. Hanya luka-luka robek dan baret ringan dan agak dislokasi di sendi lutut kiri. Simpelnya terkilir, Pak. Beberapa hari bisa sembuh," katanya menenangkanku.
"Alhamdulillah. Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama, Pak."
Cantik. Manis. Ramah. Itu kesan yang aku dapat dari Rini. Mulai terbersit di pikiranku, apakah dia masih single? Hahaha.
Segera aku tutup pikiran itu. Bukankah aku sudah punya calon istri yang tak kalah darinya? Case closed.
Nirmala, calon istriku itu sementara belum tahu kondisiku. Sepertinya juga tidak perlu aku ceritakan tentang apa yang terjadi selama ini. Biar aku pecahkan misteri rumah itu sebelum kami menempatinya.
Tak lama kemudian, lamunanku buyar. Beberapa wajah yang familiar memasuki ruang perawatanku. Rekan-rekan kerja datang menjenguk silih berganti. Mereka menghiburku dengan guyonannya. Terutama para sopir mixer yang begitu lepas berbicara. Beberapa mandor juga menjenguk, termasuk Pak Asmudi. Kebetulan anak buah pak Asmudi juga belum pulang dari rumah sakit ini.
"Bagaimana kelanjutannya, Pak? Apa tidak sebaiknya kita batalkan renovasi rumah itu dan Bapak cari rumah yang lain?" tanya pak Asmudi setelah yang lainnya sudah pulang malam itu.
"Lanjutkan saja, Pak!" jawabku tegas.
"Tapi, bagaimana kalau terjadi hal-hal yang lebih buruk, Pak? Saya dengar dari beberapa tetangga beberapa kejadian yang menimpa orang-orang yang pernah mencoba tinggal di rumah itu."
Aku terdiam, mencoba berpikir rasional. Ada benarnya juga pendapat Pak Asmudi. Tapi secara pribadi aku tertantang untuk menghadapi semua misteri ini.
"Saya tahu, Pak Dharma orang yang pemberani. Tapi kenyataannya maaf, Bapak sendiri juga hampir celaka tadi malam. Pasti ulah setan juga kan?" desak Pak Asmudi
"Pak Asmudi bisa saja. Padahal saya belum cerita ke siapapun. Iya betul, Pak. Tadi malam saya melihat beberapa mayat tergantung di pohon beringin tua seberang makam itu. Yang lebih aneh, saya juga mendengar suara tembakan dan ledakan. Seperti sedang di jaman perang," jawabku apa adanya.
"Apa mereka arwah gentayangan jaman perang ya, Pak Dharma?"
"Astagfirullah, Pak Asmudi. Orang yang sudah meninggal kan sudah di alam barzakh. Kita di alam nyata tidak bisa melihatnya. Mungkin kalau bertemu di dalam mimpi saya masih bisa percaya."
"Betul juga, Pak Dharma. Keimanan saya yang kurang"
Entah mengapa setelah mendengar jawaban Pak Asmudi seperti begitu menamparku. Akhir-akhir ini aku jarang sekali melakukan ibadah. Bagaimana bisa aku seolah-olah menjadi lebih tahu daripada Pak Asmudi? Lebih beriman?
"Pak Dharma pengen makan apa? Nanti saya bungkuskan," tawar pak Asmudi.
"Wah, terima kasih Pak. Saya sudah makan tadi dibawakan nasi goreng sama Pak Nasir, sopir."
"Ya sudah kalau begitu saya keluar cari makan dulu, Pak. Kukuh dan Gito belum makan, katanya sudah bosan makanan pasien."
"Oiya, bagaimana luka mereka?"
"Sudah mulai sembuh, Pak. Mungkin dua hari lagi boleh pulang."
"Alhamdulillah kalau begitu. Nanti semua pengeluaran dicatat ya, Pak. Saya ganti."
"Iya. Saya permisi dulu, Pak. Sudah kelaparan. Hehehe," jawab pak Asmudi.
"Oke. Hati-hati kalau kesasar," candaku.
Pak Asmudi tergelak saat keluar ruangan. Meninggalkan aku sendirian di ruang perawatan VIP ini. Kubuka HP, membalas chat Nirmala seolah tak terjadi apa-apa. Aku juga tak ingin membuatnya khawatir. Lagipula lukaku tak seberapa.
Malam semakin larut. Hanya terdengar suara detak jam dinding yang menemani lamunanku. Sesekali juga terdengar langkah-langkah beberapa orang lalu lalang di luar. Kaki kiriku terasa semakin nyeri. Aku naikkan ranjang elektrik ini agar bisa bersandar, lebih nyaman sambil memandang keluar jendela melepaskan kejenuhanku.
Tampak sebuah taman yang cukup lebar, kemudian sebuah lorong dengan keramik putihnya. Di seberang taman ada beberapa ruangan dengan tulisan yang terlihat tapi tidak terbaca dari sini.
Pandanganku kembali ke taman. Bungkusan apa itu di sebelah kolam kecil? Seperti sebuah plastik hitam yang ditali. Buang sampah kok sembarangan. Padahal ini rumah sakit.
Lalu aku mendengar suara rintihan laki-laki. Entah dari mana asalnya. Mungkinkah pasien di ruang sebelah?
Pandangan kosongku tiba-tiba terbuyar. Apa itu? Aku mengedipkan mataku dan mengucek beberapa kali. Ada yang bergerak merayap di rumput taman itu.
Tidak mungkin itu binatang, bentuknya aneh. Benarkah yang kulihat? Itu tampak seperti sebuah potongan lengan manusia! Bergerak perlahan meninggalkan noda darah di rerumputan. Jarinya terus merayap, mendekati bungkusan hitam tadi.
Berhenti di sana, seolah akan mengambil bungkusan hitam itu.
Astagfirullah!!!
Aku salah! Itu bukan sebuah bungkusan plastik hitam! Tapi itu adalah sebuah kepala!
Tiba-tiba tangan itu menjambak dan mengangkat kepala itu. Dengan mata yang nyalang melotot ke arahku. Rambutnya tak beraturan. Wajahnya seperti lebam-lebam. Dia tersenyum lebar, menampakkan barisan giginya yang berlumuran darah! Dia tertawa!
Segera saja aku tutup tirai jendela agar tak melihatnya lagi. Terasa habis nafasku, terengah-engah. Aku belum bisa kemana-mana dengan kaki seperti ini. Terasa sakit sekali saat aku gerakkan.
Ctek! Ctek!
Terdengar suara seperti ketukan kecil di kaca jendela membuatku bergidik.
Ctek! Ctek!
Begitu terus bunyinya. Aku telepon Pak Asmudi agar segera kembali, tetapi tidak diangkat. Aku mulai berdoa, sambil pejamkan mata tak berani membayangkan jika yang mengetuk jendela itu adalah sepotong lengan tangan tadi. Apalagi jika kepala itu berada tepat di luar jendela. Ngeri!
Ceklek!
Kudengar pintu ruangku dibuka dan langkah seseorang masuk kedalam. Syukurlah, jika Pak Asmudi sudah kembali. Aku buka mataku dan menengok, rupanya seorang suster yang masuk.
"Suster, untunglah anda datang. Tadi ada penampakan di taman," kataku agak ragu. Khawatir dia tidak percaya dan menganggapku berimajinasi seperti anak kecil. Tetapi suster itu diam saja, tak menjawab. Dia menghadap meja obat di sebelahku.
"Masuk shift malam tidak takut, Sus?" tanyaku penasaran.
Dia tetap bergeming tak menjawab. Kemudian berbalik membelakangiku sesaat.
"Suster! Punggungmu kenapa? Berdarah!" Aku panik! Kulihat ada beberapa lubang kecil di punggungnya seperti bekas tembakan! Darah menetes deras di baju putihnya!
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Atul Atul
thor gk usah pkek gambar dong bikin merinding aja.
tiap mlm jd suka kebayang2.
2021-09-01
2
Asih
haduduuhhh disini berasa banget horrornya thor , beda banget sama versi kbm
2021-06-07
2
Mei Shin Manalu
Okee deh... Jejak 5 like udh mendarat lagi... Semangat updatenya... Nnti aku mmpir lagi untuk bca kelanjutan cerita ini... 😗
Datang dan kasih feedback juga ke novelku ya... Danke ♥️
2020-08-13
1