Pak Ricky memacu mobil ini melewati jalan-jalan pintas. Jelas sekali bahwa sedan hitam itu memang mengikuti kami.
Kenapa lewat sini, Pak? tanya Mas Kukuh yang duduk di kursi belakang.
"Iya, sudah malam kok muter-muter?" sahut Nirmala keheranan.
Aku dan Pak Ricky terdiam tak ingin membuat yang lain khawatir atau panik.
"Belok di depan, Pak" ucapku setelah terlintas sebuah ide saat melihat rambu perbaikan jalan dan papan proyek.
Pak Ricky mengikuti instruksiku, dan mulai kebingungan. "Di depan macet itu, Pak. Ada pengecoran."
Memang aku sengaja karena tahu siapa yang mengerjakan proyek di ini. Kami dihentikan oleh beberapa flagman pengatur lalu lintas.
"Maaf jalan dialihkan, Pak!" kata seorang flagman menghampiri kami.
"Kami mau supervisi, Mas. Sudah janjian sama Pak Jefri di lokasi," sahutku dari kursi tengah.
"Pak Dharma, apa kabar?" seorang asisten pelaksana proyek mendatangi mobil kami. Aku mengenali wajahnya tetapi lupa namanya.
"Alhamdulillah baik. Kebetulan lewat sini. Bagaimana progresnya? Lancar?" tanyaku padanya.
"Sudah 50% kok, Pak. Sementara ini seuai target, lancar." jawabnya.
"Bagus. Saya lanjut jalan ya? Keburu malam."
"Oh, silakan." Asisten itu memberi ijin.
"Itu sedan hitam yang di belakang bukan rombongan kami, jangan boleh masuk," kataku sambil menunjuk mobil penguntit yang berhenti agak jauh itu.
"Baik, Pak!"
Sebuah excavator yang sedang bekerja sudah diberi aba-aba untuk membiarkan kami melintas. Untunglah beberapa flagman tadi menuruti perkataanku dan menghentikan sedan itu. Bahkan menutup jalan dengan excavator. Pak Ricky segera tancap gas setelah lolos dari situ.
"Apa mau mampir dulu, Mas?" tanya Nirmala.
"Cuma lewat aja kok, lihat progres pekerjaan temanku sampai di mana." Aku beralasan agar semua baik-baik saja.
***
Sampai di rumah, aku segera letakkan barang bawaan lalu ke kamar mandi melewati sebagian tenaga renovasi rumah yang sudah terlelap di ruang tamu. Tak semuanya kukenal, karena tambahan tenaga yang kuminta sepertinya membuat Pak Mandor Asmudi merekrut beberapa orang baru.
Saat kembali dari kamar mandi, perhatianku tertuju ke kamar nomor dua. Seperti ada sesuatu di dalam sana? Aku masuk dan menyalakan lampu, tetapi tidak bisa. Mungkin bola lampunya putus. Tak terlihat ada tumpukan tas atau baju seperti biasanya. Bahkan aku sampai memicingkan mata karena minimnya pencahayaan. Bukankah para tenaga meletakkan barang-barangnya di sini? Mengapa kamar ini kosong?
Tunggu, sepertinya ada sesuatu di pojok sana. Apakah itu tas, jaket atau apa? Tak jelas, hanya bentuknya menyerupai tas gunung dengan warna abu-abu yang terlihat.
"Sedang apa, Pak Dharma?"
"Astagfirullah! Pak Asmudi mengagetkan saja. Ini kenapa dikosongkan, Pak?" tanyaku kepadanya.
"Wah, bagaimana menjelaskannya ya. Emmm, sebaiknya besok saja, Pak. Bisa tanya langsung sama anak-anak." Menjauh dari pintu kamar mengikutiku.
"Progres pekerjaan lancar?"
"Lancar jaya, tidak ada masalah. Perkiraan bisa selesai sesuai target."
"Ya, sudah. Lanjutkan!"
"Siap! Laksanakan!" gurau Pak Asmudi.
"Emangnya lagi upacara bendera?"
"Hehehe ...." Pak Asmudi tertawa singkat sambil menepuk lenganku.
"Sudah sampai kos-kosan, Mas?" Sebuah pesan masuk di HP-ku.
"Sudah. Segera istirahat ya, ibu juga pasti capek," balasku sambil memberi kode permisi pada Pak Asmudi.
"Iya, Mas. Ibu sudah tidur," jawab Nirmala.
"Oh, iya. Kalau besok ibu cari kotak itu, bilang bahwa kotaknya aku simpan. Tadi ketinggalan di dashboard mobil Pak Ricky."
"Pasti ibu lupa, Mas. Kan waktu perjalanan pulang tidur terus karena ga tahan mabuk kendaraan."
"Siapa tahu besok ibu cari-cari."
"Terima kasih ya, Mas Dharma. Sudah menyelamatkan ibu dan perhatian sekali sama ibu. Alhamdulillah foto preweddingnya sudah selesai."
"Jangan lupa, itu ibuku juga. Istirahat gih, besok disambung lagi." Aku berbaring di kamar depan.
"Iya, Sayang. Ini lagi balas-balas komentar di novel-novelku sebentar. Kamu tidur duluan aja. Mmuach. Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam, Sayang. Mmuach," jawabku singkat.
Sejak berhenti bekerja di bank, memang kesibukan Nirmala sekarang menjadi author di beberapa platform online dan penerbit. Mungkin bagi beberapa orang bekerja di bank adalah karir yang bagus, tetapi pemikiran Nirmala berbeda. Kerisauannya terhadap riba membuatnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang telah digelutinya sekitar enam tahun itu.
Dia lebih nyaman menjadi seorang author. Bahkan sebelum kami bertemu di musala itu, salah satu karyanya pernah begitu populer dan tak kusangka ternyata dialah penulisnya. Saat karya dan namanya begitu fenomenal, dia seakan hanya tokoh di balik layar, tak suka menampakkan diri di media sosial.
Profesi Nirmala mengingatkanku tentang sebuah surat yang ditemukan oleh Ibu Siti. Kira-kira apa yang tertulis di sana? Aku buka kotak itu. Ada sebuah sapu tangan rajut yang benangnya sudah menguning. Di bagian tengah tertera sebuah huruf "S" yang dikelilingi hiasan tak wajar, serupa sulur pada tanaman rambat yang menjalar pada huruf itu. Lalu di bawahnya, selembar foto perempuan sangat cantik di sana, terbingkai warna jamur dan tinta yang pudar pada kertasnya. Siapa dia?
Yang terakhir, sebuah surat. Membuatku penasaran apa yang tertulis di sana. Segera kubaca surat yang masih menggunakan Ejaan van Ophuysen itu dengan penerangan di meja kerjaku. Benarkah ini surat dari Bapaknya Bu Siti? Untuk siapa surat ini? Apa yang sebenarnya ingin disampaikan? Fantasi mulai membuat otakku terangsang saat aku mulai membacanya. Adakah surat ini untuk Sridiah, istrinya?
Semula aku sangka Ini adalah sebuah surat cinta yang memancarkan kehangatan. Namun, ada sesuatu dalam tulisan surat ini yang membuatku sangat resah. Gayanya berbeda secara materi dari gaya penulisan orang biasa. Isinya tentang kerinduan dan kesedihan, ditulis karena kesepian dan kesunyian mencekam, serta ketidakpastian apa yang akan menghadang di depan.
Di bagian tengah surat tertera urusan sangat penting, tetapi tak ada penjelasan secara rinci.
Sedangkan bagian akhir surat, lebih mirip bahasa sandi yang tak bisa dibaca sembarang orang. Hanya ada beberapa abjad di antara paragraf akhir itu! Selebihnya campuran angka, tanda baca dan simbol-simbol yang tak kumengerti. Aneh!
Begini bunyi surat tersebut ....
*Sedalam-dalamnja kata tida' akan mampoe menampoeng rindoekoe kepadamoe dan anak kita. Akoe menyesal telah membiarkan boeah tjinta kita terlahir di antara
derita setiap djengkal tanah noesantara ini. Terlahir dalam sistem teror sang pemilik kerakoesan jang berlebihan. Nippon membangoenkan rasa hormat pada diri sendiri sambil menoendjoekkan kebiadaban moesoehnya. Namoen, dengan tiada disadarinja memboeat liang koeboernya sendiri. Dikiranya orang Indonesia ta' ada melihat sesoeatoe keboeroekan dan kehinaan pada badannja. Hmm, orang Indonesia sadar djoega akan keganasan goeroenja. Tak lama lagi, kita akan bersatoe kembali, Sridiah.
Rentjana soedah tersoesoen. Dan engkaoe, Dipo, engkaoe haroes kembali padakoe. Tida'. akoe beloem akan membalas dendam oentoek pengchianatan itoe demi oeroesan jang sangat penting. Engkaoe orang sakit, Dipo! Segala tindakanmoe itoe tindakan sakit. Pengiriman dari tempat lain soedah banja' dimoelai. Akoe toenggoe di peroet siti, sampai semoea soedah berkoempoel di sini*.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Lusiana_Oct13
pusing baca nya lgsg skip aja 😂😂😂😂
2021-09-26
0
Mirai Amthy
Hadeh....
Pertama kali aku kesulitan dalam membaca
Yah walau udah tau gimana cara bacanya,tetep aj sulit
Dan setelah puluhan menit,akhirnya aku bisa membacanya🤣
2021-04-19
3
Mei Shin Manalu
Savage bgt tu gambar... wkwkwk 😂
2020-08-17
0