Adalah paragraf ketiga dari surat ini yang membuatku paling penasaran. Suatu enskripsi deretan simbol tanpa tanda baca dan spasi, terasa mustahil untuk mengetahui arti tulisan ini.
%3^4|43!2!43$1#--3-1-?2'43-2-f2?433--1!!2?43!3|1?1-#2$¥1432?43?¥1:1-f?3--43'1-+2-?43:3!2(6000)#3-$1'$2'43--+43|$2!2-21+1[#1:1%(300)$2!1-1(?)
Dengan fisik yang kelelahan seperti ini aku menunda untuk mencari tahu makna dari paragraf ketiga surat itu. Beberapa kali aku menguap hingga sudut mata terasa basah. Kantung mataku terasa begitu berat.
Kusimpan kembali surat, foto, dan sapu tangan itu ke dalam kotaknya lalu kuletakkan di samping lampu meja kerja. Segera aku merebahkan diri di pembaringan.
Namun, tidurku belum sempat terlelap ketika sayup-sayup kudengar keributan di ruang tamu. Apa-apaan mereka ribut tengah malam begini?
Kepalaku selalu pusing jika terbangun atau dibangunkan saat tidur baru sebentar. Aku sudah bersiap menyemprot para anak buah Pak Asmudi yang mengganggu waktu istirahat ini. Namun, ketika membuka pintu, seketika aku berubah pikiran.
Sebagian dari mereka sudah membawa tas pakaian mereka keluar rumah. Mereka terlihat sangat terburu-buru. Aku yang tak tahu asal mula kejadian ini hanya menunggu penjelasan dari mereka atau setidaknya Pak Asmudi.
"Maaf, Pak Dharma. Kami tidur di bangunan yang baru saja di sebelah," cakap Pak Asmudi.
"Ada apa, Pak?"
"Selama ini kami masih tahan, tetapi sekarang semakin keterlaluan."
"Maksud Pak Asmudi apa?"
Seketika ruang tamu menjadi hening. Mulai terdengar suara genset tower menderu, pertanda listrik padam total. Tak ada yang berbicara atau bergerak sedikitpun. Lalu, terdengar suara lirih seperti tangisan seorang perempuan. Begitu menyayat hati.
Sontak mereka semua segera membubarkan diri menuju bangunan baru di sebelah. Kini tinggal aku berdua dengan Pak Asmudi yang sedang memegang senter kecil di HP model lamanya. Dia mengangkat senter HP-nya, menyorot ke bawah sehingga menerangi jarak di antara kami.
Kamar nomor dua, pasti kamar ini lagi. Seakan bertelepati dengan tatapan mata, aku dan Pak Asmudi mendekati pintu kamar yang terbuka separuh itu. Gelap, tak tampak apapun di sana. Sepetak ruang ini sejak awal aku menghuni rumah memang terasa slintru. Kami masih berdiri di depan kamar, ragu untuk memasukinya.
Ctak
Ctak!
Terdengar suara entah apa. Lalu tangisan itu kembali terdengar walau makin lirih. Aku berharap itu hanya suara binatang.
Kami kembali berpandangan. Lekat, layaknya sepasang kekasih. Kuputuskan meraih senter HP Pak Asmudi dan memasuki ruang kamar itu.
Kreekkk
Derit pintu tak bisa kuredam saat aku mendorongnya. Sorot senter kecil ini tak mampu menerangi seluruh bagian kamar yang berukuran 5x4m itu. Aku menjejakkan kaki beberapa langkah ke dalam diikuti Pak Asmudi di samping kananku. Lalu sebuah kilatan logam memantul di atas lantai semen saat aku soroti salah satu sudut kamar.
Aku seperti mengenali benda tersebut. Betul, itu adalah kotak kaleng milik Bu Siti. Bagaimana bisa berada di kamar ini? Bukankah tadi aku taruh di atas meja kerja di kamar nomor satu? Lebih aneh lagi, kotak itu dalam kondisi terbuka!
Meski gemetar aku terus maju, mendekati kotak kaleng itu. Pak Asmudi menggenggam lenganku, menarik untuk keluar kamar. Aku bergeming karena lebih fokus kepada kotak kaleng itu.
**Brak
Brak
Duk
Duk!
Brak**!
Kudengar Pak Asmudi berlari keluar dan menabrak beberapa barang di rumah. Entah kenapa dia meninggalkanku. Aku hanya sempat sekilas menyorotinya menyenggol pintu lalu berbelok menghilang dari pandangan. Justru pintu itu seakan terpantul dan kini bergerak menutup secara perlahan.
Aku bingung antara menyusul Pak Asmudi keluar atau mengambil kotak kaleng itu. Syukurlah listrik telah menyala kembali, cahaya lampu ruang tamu telah terlihat dari celah pintu yang belum tertutup sempurna.
Namun, kamar ini masih gelap. Aku ingat kata Pak Asmudi bahwa bola lampunya sering putus, mungkin ada yang korsleting. Kusorotkan senter sekali lagi ke arah kotak kaleng, dengan segera aku menutup dan mengambilnya. Namun ketika aku berbalik akan keluar, terdengar suara seperti kuku menggaruk di lantai semen kamar ini.
Krrtttkk!!!
Krrrtkkk!!!
Di samping pintu kamar yang hanya terbuka beberapa sentimeter terlihat sesosok wanita tengah merayap ke arahku! Entah utuh atau separuh, hanya tampak bagian kepala, dan tangannya. Wanita pucat itu merayap mendekatiku!
Aku terjengkang dari jongkokku! Tak sanggup untuk berdiri.
"Ke--m--ba--li ...," lenguh sosok wanita itu, "Kemba--likan!"
Rintihannya serak dan berat. Dia terus merangsek maju dengan kedua tangannya hendak menggapaiku, atau mungkin menggapai kotak yang kupegang ini!
"Apakah kamu Sridiah?!?" tanyaku panik dan gemetar.
Dia sedikit tersenyum dengan wajah mengerikannya. Kini tampak sudah tubuhnya hanya separuh bagian atas!
"Pak Dharma! Pak Dharma!" teriak beberapa orang yang datang membuka pintu.
Seketika sosok itu lenyap tak berbekas. Kedatangan Pak Asmudi dan beberapa anak buahnya memenuhi kamar ini. Mengerumuniku yang sedang terbengong memikirkan kejadian barusan.
Aneh! Apa yang baru saja terjadi di hadapanku?
Mereka merangkul dan membawaku keluar. Separuh botol air minum kureguk seketika. Aku masih terengah-engah di ruang tamu memegang kotak kaleng itu.
"Minum lagi, Pak!" Agung beringsut ke di sofa sebelahku.
"Sekarang Pak Dharma tahu sendiri, ini rumah berhantu." Udin duduk di lantai.
"Segera selesaikan renovasinya! Sementara kita tidurnya di bangunan sebelah semua. Aku akan sewa excavator untuk rubuhkan bangunan lama ini!" ucapku pada mereka.
"Kalau begitu, ayo kita semua ke bangunan sebelah!" ajak Pak Asmudi.
Aku beranjak mengambil HP dan tas selempangku di kamar depan. Kulirik meja kerjaku memastikan kotak kaleng yang kubawa ini adalah kotak yang sama. Benar, di meja sudah tidak ada, tetapi entah bagaimana berpindah ke kamar nomor dua.
Benarkah jin atau hantu bisa memindahkan benda?
***
Di bangunan yang belum selesai ini kami hanya beralaskan terpal dan kardus. Tepat di seberang bangunan lama, karena memang Pak Asmudi mengerjakan renovasi rumah berbentuk letter U sesuai permintaanku.
Beberapa dari mereka masih penasaran kejadian yang aku alami. Dengan setengah berbisik terdengar masing-masing dari mereka menceritakan pengalaman horornya terkait kamar nomor dua itu. Aku tak begitu menanggapi karena pikiranku sendiri masih belum fokus.
"Kalian tidurlah dulu," kataku saat kurasa situasi kurang kondusif karena sudah lewat tengah malam, sedangkan besok mereka masih harus bekerja.
Kucoba mengalihkan pikiranku dengan membuka HP. Namun justru di luar dugaan, ada sebuah pesan masuk yang ganjil di HP. Pesan itu sudah lewat dari 10 menit yang lalu. Sebuah pesan dari nomor Bu Siti calon mertuaku.
Apa ini maksudnya? Di pesan masuk itu terdapat foto Bu Siti yang sedang tidur, lalu ada sebuah tulisan di bawahnya, "Serahkan kotak itu dan isinya jika ingin semuanya selamat!"
Segera aku hubungi Nirmala. Kutelepon berkali-kali. Tersambung tetapi tidak diangkat! Dengan panik segera aku nyalakan motor dan menuju rumah Nirmala!
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Mei Shin Manalu
Wahhh kode apa tu...
2020-08-17
1
Ga berani liat gambarnya dong, skip skip sambil merem lgsg baca paragraph bawahnya ..
2020-07-22
1
💞🌜Dewi Kirana
lanjutkaaan thor ceritanya bagus
2020-05-26
1