“Om.” Aku menyapanya, lelaki yang sedari aku SMA selalu bermuka masam ketika bertemu.
“Om mau bicara, bisa?” dia bertanya.
“Om sudah duduk, tidak ada alasan untuk tidak bisa bicara.” Aku memasang kuda-kuda dengan kata-kata.
“Sepertinya kamu sudah ingat semua kejadian dulu ya, makanya sekarang kamu sombong.”
Kejadian dulu? Aku akan diam dan mendengarkan kejadian apa itu?
“Malik memang lelaki polos waktu itu, terkena pengaruh burukmu, tapi sekarang dia sudah cukup dewasa untuk tidak lagi berhubungan denganmu.”
“Tidak masalah jika kami sudah tidak berhubungan lagi, karena untukku Malik hanya rekan kerja, aku dibayar mahal disini, itu sepadan untuk bertahan.” Aku duduk di mejaku, sementara Papinya Malik duduk di hadapanku, posisi kami terpisah dengan meja kerjaku.
“Sudah kuduga kalau kau perempuan tidak baik, kau hanya mengejar harta bukan?”
“Mungkin.” Aku tersenyum.
Kulihat Papinya Malik terdiam dengan jawaban singkatku.
“Berapa yang kau mau?”
“Maksud Om?”
“Berapa yang kau mau akan aku berikan, tapi lepaskan Malik.”
“Kalau aku sebutkan berapa, Om tidak akan sanggup.”
“Aku akan cari caranya supaya sanggup.” Dia menantang.
“Aku ingin seluruh hartamu, semua aset yang kau punya, sampai hanya tertinggal baju dibadanmu, dibadan istrimu dan dibadan adiknya Malik, kalau kau berikan, akan kutinggalkan Malik sekarang juga.”
Dia terperangah, dia pikir aku akan menyebutkan nominal rendah.
“Kau gila?”
“Ya, aku tergila-gila pada lelaki itu, Om pikir aku mau dibayar rendah untuk rasa cintaku yang dalam?”
“Kalau kau memang mencintainya, kenapa kau rela melihatnya terluka fisik dan mental hanya untuk bersamamu?”
“Om Pikir bagaimana perusahaan ini maju? Apakah Hani si calon menantu idaman Om yang telah bersama Malik dan membantu merintis usahanya?”
“Seira, apakah aku perlu bersujud untuk membuatmu melepaskan Malik?”
“Bersujudlah kepada Allah Om, aku bukan Tuhan, aku pun tidak menawan Malik, kami sama-sama tertawan, apakah Om kira aku bahagia dengan cinta sepihak ini? Lakukan apapun yang Om bisa lakukan agar Malik pergi meninggalkanku, kalau perlu seret dia kepelaminan untuk menikah dengan Hani.”
“Kau pikir ketika sudah sampai disini, siapa yang bisa menyeret Malik.”
Papinya Malik pergi dengan muka kecewa, maaf aku harus kasar Om, tapi Om yang selalu kasar padaku dan Ibuku, dulu sekali bahkan Om membuat bisnis Ibuku hancur, untung Malik memberi pinjaman dan perlahan bisnis Ibuku bisa bangkit, aku tidak dendam Om, aku hanya merasa Om perlu belajar bagaimana menghargai orang lain tanpa embel-embel harta dan kekuasaan.
...
“Seira, kamu bisa pulang? Mas mu sudah ceritain semuanya ke Mamah, Mamah perlu bicara.” Mama menelpon, pasti Mas udah cerita kalau aku ‘Kambuh’, dia melihat dengan jelas bagaimana aku memperlakukan mereka semua di Kampung Halaman Ayah.
“Iya mah, aku pulang.” Kupesan travel yang terdekat dan bersiap pulang, sebelumnya kutitipkan pesan pada Mita untuk disampaikan ke Malik, bahwa aku ijin beberapa hari, aku takut Ibuku drop, aku malas menghubungi Malik.
“Mbak, kenapa mbak ga cerita ke Mamah? Kenapa Mbak diem aja?” Mama bertanya begitu aku sampai rumah.
“Mbak ga mau Mamah kepikiran.”
“Kamu baik-baik aja kan Mbak? Katanya Mas, kamu bisa melihat si belang tiga lagi?”
“Iya Mah, namanya Panglima Erlangga dan Raden Ammardharma, mereka baik Mah.”
“Ya mereka memang baik tapi yang lain tidak.”
“Maksud Mama?”
“Ya makhluk lain yang ikut kamu lihat, bahkan Mamah memohon pada Si Belang Tiga untuk mengijinkan menyegel kamu, Mamah tidak mau kamu menjadi gila karena mereka.”
“Mamah pernah bertemu Panglima?”
“Iya didalam mimpi.”
“Mamah!!” kakakku berteriak, aku dan Mamah langsung berlari ke kamarnya, disusul Adikku.
“Kenapa Mas?” Aku bertanya dipintu kamar mereka.
“Ayu pendarahan lagi.”
“Lagi? Sudah berapa kali? Kita ke Dokter ya.” Aku siap berangkat, tapi ditahan Mamah.
“Percuma, kita sudah ke tiga Rumah Sakit, semua hasilnya sama, tidak ada apa-apa, Ayu baik-baik saja.” Mamah berbicara dengan nada sedih.
“Tidak akan baik-baik saja kalau pendarahan Mah.” Aku bersikeras membawa Mbak Ayu ke Rumah Sakit.
Aku melangkah Masuk kekamar Mas Ridho dan kaget, Ayu Kakak iparku, dia sedang tergeletak di kamar dan ada noda darah di bajunya, banyak sekali darahnya.
“Mas Ridho! Lu miara Kuntilanak!!!”
“Ser, nggak, nggak! udah gue buang.”
“Lu buang kemana? kesamping tempat tidur lu?!” Aku marah, tapi nanti saja, kulihat Kuntilanak ini sedang menusuk-nusuk rahim kakak Iparku, aku jadi ingat kejadian di gudang Rumah Sakit dulu, ketika kuntilanak di Gudang itu mau melubangi Rahimku.
“Panglima, Karembo Hejo!” Aku meminta Selendang Hijauku.
Kulihat si Kunti sialan ini melirikku lalu berkata dengan lirih dan berbisik, “anak ini milikku.”
“Mas, Mbak Ayu Hamil?!”
“Engga tau Mbak.” Mas Ridho menangis melihat pendarahannya semakin banyak.
“Lepaskan Kakakku!”
“Hei Perempuan kecil, sudah dewasa rupanya kau, dulu kau mengusirku dari rumah lamamu, sekarang kau ingin mengusirku juga?” dia masih berbicara dengan lirih dan kali ini dia mendekatiku dengan tangannya berdarah, mungkin dia bicara ketika aku dulu kecil, aku tidak ingat pernah bertemu apalagi mengusirnya.
Aku menyabetnya dengan karembo, mengenai dadanya, dia kesakitan, Kakakku juga kesakitan. Ada apa ini?
“Panglima Mas Ridho kenapa?”
“Itu Setan yang dimiliki karena ngilmu, dia sudah bersama Kakakmu dari dia masih umur belasan, kita berdua pernah mengusirnya dulu entah kenapa dia kembali lagi dan sekarang dia mengikat erat dengan jiwa kakakmu.”
“Jadi kalau aku membunuh dia, kakakku juga akan celaka?”
“Mungkin.”
“Panglima aku butuh jawaban pasti!”
“Aku tidak yakin.”
Aku harus mengambil keputusan dengan cepat, tapi rasanya bersekutu dengan setan bukan gayaku.
Kulilit selendangku ke lehernya kutarik di ke tiang ditengah rumah, kuikat setan itu, dia kepanasan, selendangku membakar lehernya.
“Lepaskan ikatanmu dengan Kakakku.” Aku memerintah setan itu.
“Tidak bisa!!! Dia yang memintaku!!!”
“Lepaskan Ikatanmu!” Aku semakin mengencangkan ikatan selendangku.
“Iya.... iya!!! Tapi aku minta syarat!!!”
“Hei setan keparat, kami lebih tinggi darimu, jangan sekali-kali kau memerintah kepadaku.”
“Gunakan ini.” Aam datang membawa tombak dari kayu, mata tombak nya terbuat dari emas.
Ketika aku memegang tombaknya, mata tombak mengeluarkan Api, setan perempuan ini langsung menjerit-jerit, tanpa ampun kutombak kepalanya, dari atas hingga tembus ke tubuhnya, hancur lebur tubuhnya.
Kulihat kakakku kesakitan dan pingsan, Aam mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di kursi.
“Mas,” aku memanggilnya, dia bangun dan memelukku, lalu memeluk Mama.
“Mas minta maaf Mah, setahun ini dia datang kembali, katanya dia akan membantuku dan Ayu untuk memiliki keturunan.”
“Dia tidak membantumu, justru dia mengambil janin di Rahim Mbak Ayu berkali-kali. Kasihan Mbak Ayu.”
“Mah ambilkan Baskom, Oh Ya Am, tolong beliin kelapa hijau biasanya orang sebut kelapa obat, yang kalau dipotong kulit dalamnya berwarna merah, minta jangan dipotong aku butuh yang utuh.”
“Ok.” Aam bergegas pergi 30 menit kemudian dia kembali dengan kelapanya.
“taro kelapanya di Baskom dalam keadaan berdiri, Mbak Ayu jongkok di atas baskom ya, maaf jangan kenakan pakaian dalam, tahan seberapapun sakitnya.”
Aku memapahnya, Mas Ridho menahan Badan Mbak Ayu agar tetap jongkok diatas baskom isi kelapa.
Aku memegang perut mbak Ayu, lalu aku berdoa dalam hati memohon pertolongan Rabb-ku.
Mbak Ayu mengerang kesakitan, dia mulai berteriak dan mau berdiri, Mas Ridho menahan badan Mbak Ayu agar tetap jongkok, banyak darah yang kembali keluar, dia berteriak kesakitan menangis sejadinya, aku tetap mengusap perutnya.
“Udah Mas, udah keluar.” Aku merasa sudah cukup
“Mbak bangun.” Mbak berdiri dari posisi jongkok dengan lemas, kakaku memapahnya ke sofa.
Semua melihat kearah baskom, ada banyak darah hitam dan juga anak-anak ular melilit di kelapa hijau, dihitung-hitung jumlahnya sekitar 10 ekor, mereka masih hidup tapi melilit di kelapa hijau tidak bergerak.
“Mas Ambil korek, bakar baskom dan ularnya diluar, pastikan mereka mati semua.”
Mas Ridho menuruti dan pergi keluar bersama Aam.
“Mbak, istirahat ya, berdoa, solat, kalau Mas ngajak ke Dukun jangan mau, itu tempat setan, kasian rahim sama Janin Mbak dijadiin makanan mereka.”
Mbak Ayu ke kamar diantar Seina dan Mama, dia menangis sesegukan karena sadar telah kehilangan anaknya beberapa kali.
“Mas, Mbak Ayu recovery dulu ya, doa banyak-banyak Mas, ke Allah jangan ke Dukun, susah banget sih dibilanginnya dari dulu.”
“Mbak, makasih ya, udah nolongin Mas, kamu baik-baik kalau ada apa-apa Mas di kasih tau.”
“Nggak ah, Mas pengaduan, aku kambuh aja Mas bilang ke Mamah.”
“Mbak, keluaga itu tempat mengadu, jangan kayak dulu lagi, ketakutan sendirian ya.”
“Iya Mas.”
Aku pulang lagi ke Ibu Kota, menghadapi kenyataan persoalanku dengan Malik yang kunjung usai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Kustri
aam ikut pulang jg
2024-05-28
0
Rikko Nur Bakti
segerrrr
2023-10-24
0
Mey-mey89
..
2023-06-16
1