Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam, sejauh mata memandang hanya hamparan air, aku memperhatikan dua perempuan yang tadi sepertinya tidak ada lalu tiba-tiba muncul, saat aku menengok, kulihat mereka menatapku, Astagfirullah! wajahnya hancur, kain panjang yang menutup tubuhnya tidak membuat kulit hancurnya tertutup dengan sempurna, apakah bau yang begitu anyir ini dari tubuh mereka? Mereka manusia atau ....
“Seiraaa, kenapa apa kau terganggu dengan bau kami?” Tiba-tiba salah satunya sudah ada di hadapanku dan tepat duduk dengan kedua dengkul menekuk, didepanku.
Dari dekat wanita ini begitu menakutkan, taring giginya panjang, sebentar, giginya taring semua!
“Kau mau apa!” Aku menjauhkan wajahku darinya.
“Kau yang mau apa? Kenapa kau berani sekali ke lautan luas ini hah? Tidak taukah baumu begitu menggoda?” sekarang lidahnya menjulur-julur dia bermaksud akan menjilat wajahku.
Aku hanya mampu terpaku dan terdiam, aku masih berusaha menjauhkan wajahku dari juluran lidahnya.
“Menjauhlah!” Aku berusaha berteriak, tapi yang terdengar hanya bisikan saja, tubuhku rasanya kaku.
“Sudah tinggalkan wanita itu.” aku mendengar dari arah kananku ada suara, apa itu? ada seseorang bergaun merah, dia tidak berada di perahu boat ini tapi dia, mengapung!!!
“Jangan ikut campur!!!” Wanita yang wajahnya rusak ini berteriak kearah perempuan bergaun merah, wajahnya tidak bisa kulihat dengan jelas, tapi tubuhnya begitu putih bercahaya, siapa wanita ini?
Wanita yang wajahnya hancur mencengkram leherku, aku memegang tangannya yang ternyata juga hancur, aku berusaha melepas cengkramannya, tapi gagal, yang terlepas hanya kulitnya yang hancur saja, menjijikan!
Tubuh wanita ini hancur seperti biskuit yang tercebur kedalam gelas teh dan perlahan-lahan kulir dari biskuit itu luruh karena air, kulit wanita ini juga seperti itu, gampang sekali lepas, tapi tangannya begitu kuat mencengkramku.
Aku kehabisan nafas, aku mataku melotot refleksi dari cekikan ini, aku mulai kehabisan nafas, rasanya darah berkumpul di kepalaku.
Lalu kulihat tangan wanita menjijikan ini dililit oleh gaun merah dan perlahan tangannya terangkat karena gaun itu menariknya dengan kuat.
Aku terbatuk tepat setelah cekikannya itu lepas.
Belum selesai nafasku kembali normal, wanita yang wajahnya hancur satu lagi yang dari tadi hanya duduk di pojok perahu boat ini berlari kearahku dan menuburk tubuhku hingga jaruh di dalam perahu.
Dari dekat wajahnya sama mengerikannya dengan wanita pertama, dia mengeluarkan tinta hitam dari mulutnya, tinta itu mengotori seluruh mukaku, aku berteriak dan berusaha mendorong tubuhnya dari tubuhku, aku tidak bisa bernafas karena cairan tinta ini semakin banyak dan semakin kencang menyemprotku, menjijikan!
“Aaaa!!! To-tolooonggg!!!”
“Bu, bu, bu!!!”
Aku menatap diatasku ternyata pegawai hotel, dia terlihat kebingungan.
“I-itu mas.” Aku mencoba memberitahunya tentang dua wanita buruk rupa yang ada di dalam kapal boat ini.
“Ada apa ya bu?” saat kami menoleh kembali kearah yang kutunjuk, dua wanita itu menghilang, tidak ada.
“Ti-tidak apa-apa Mas.” Aku menunduk.
“Kita sudah sampai ya.”
Petugas hotel itu menepikan kapal boatnya dan membantuku turun, lalu kami berjalan menyusuri pasar di pinggir pantai ini, ada banyak sekali orang, mereka berjualan buah0-buahan, sayur-sayuran dan ada juga yang menjual baju khas pantai, ramai sekali.
Sekitar 20 menit kami berjalan dari pantai baru terlihat bangunan hotelnya, sepertinya bangunan yang sudah lama sekali, gaya arsitekturnya seperti jaman-jaman penjajahan dulu, memiliki 2 menara, klasik, dengan bangunan kokoh dari batu bata, aku tahu karena bangunan ini terlihat mengelupas di beberapa bagian dan batu bata terlihat terlumuti, jendela-jendelanya berbentuk segi empat dengan empat pintu, jendela yang lumayan besar dan gelap, lalu atapnya masih terbuat dari genteng yang disusun tanpa pengeleman sama sekali, semoga bangunan ini tidak bocor di waktu hujan.
Lalu aku dan seorang pegawai hotel yang memang menjemputku dari bandara masuk ke lobby, lobby yang bisa dibilang ruang tamu sederhanya hanya ada meja kayu yang tingginya sekitar seratus centi meter, ada sebuah buku panjang, dulu orang memakai itu untuk menulis laporan pengeluaran harian, mereka menyebutnya buku kas, oh Tuhan, dia merekap tamu hanya dengan buku ini? lalu bangku dari kayu yang diduduki oleh si penerima tamu.
Bahkan seragam penerima tamu ini juga bisa dibilang klasik, dia memakai kebaya dengan kain jarik sebagai bawahannya, rambutnya di gulung sederhana, dulu nenekku sebelum dia wafat, persis sekali bergaya seperti ini. Tapi itu kan karena dia juga gadis yang berasal dari tahun 1920-an, jadi wajar ketika dia tua, dia tetap setia pada gaya yang di jamannya merupaan gaya yang trendi, yaitu kebaya dan kain jarik, serta konde sederhana dengan hiasan jepit bunga mawar di tengahnya.
“Mbak saya Seira, saya sudah memesan hotel ini dari internet dan katanya tidak perlu untuk reservasi ulang. Apakah kamar saya sudah di siapkan?” Aku memberitahukan tentang pesanan kamarku, pegawai ini menatapku dengan senyum, senyum yang aneh, seperti, seringai.
“Kamar nomor 24 ya bu, sudah dibersihkan.”
Untung Hotel masih beroperasi, walau entah hotel bintang berapa ini, lobbynya lembab, tembok retak di beberapa bagian dan bagusnya tidak ada lift, ga kebayangkan naik lift yang berada di gedung tua macam ini?
Setelah mendapatkan kunci aku menuju lantai 3 dengan tangga yang tentunya terlihat sangat usang seperti keseluruhan hotel ini, masih ditemani petugas hotel yang tadi menjemputku.
Saat melewati lorong menuju kamar, perasaanku sudah tidak enak, rasanya pengap sekaligus dingin padahal tidak ada AC disepanjang lorong, benar saja begitu kamarku sudah dekat aku melihat ada seorang perempuan berjalan dengan menyeret kakinya, wajahnya ditutupi oleh rambut.
“Jangan takut bu, dia biasa bolak-balik.”
Orang yang mengantarku ke kamar ternyata bisa melihat juga.
“Masnya, bisa lihat?”
“Lihat apa? Perempuan itu? Bisa lah mbak, dia itu wanita yang tidak waras, tapi orang tuanya pemilik hotel, makanya dia bisa bolak-balik disini.”
“Oh, ternyata ... ”
“Ternyata apa mbak?” lelaki itu bertanya sembari membuka pintu kamar hotelku, begitu pintunya dibuka.
“Astagfirullah!!!” aku berteriak.
“Ada apa mbak?” lelaki itu bingung.
“Tidak, i-itu ... “ Aku menunjuk kedalam kamar yang sudah di buka, tadi aku melihat ada begitu banyak makhluk yang mengerikan.
Tapi lagi-lagi begitu aku berbalik tidak ada siapa-siapa.
“Saya masukkan semua barang ibu di kamar ini ya?” Pegawai hotel membuka pintunya lebar dan membawa semua barangku. Aku mengikutinya, pengap sekali kamar ini.
“Mas bisa buka jendelanya? Ini sudah di bersihkan belum sih? Kok.”
“Maaf bu untuk kamar ini jendelanya rusak jadi nggak bisa dibuka, kamar sudah di bersihkan begitu juga dengan kamar mandinya, ini kuncinya bu.” Pegawai itu pergi setelah dia menyerahkan kuncinya, dia sama sekali tidak sungkan karena aku tidak suka kamar ini, tidak merasa bersalah sedikitpun.
Kamar bau pengap, jendela rusak masa di kasih ke tamu, kalau bukan karena pak Hanif pasti aku sudah keluar cari hotel lain, tapi mana ada hotel lain, orang tadi aku liat hanya ada rumah penduduk dan sepertinya kalau kita berjalan ke dalam, hanya akan ada hutan.
Rebahan dikit lah, sebelum ke rumah Pak Hanif. Lalu aku merebahkan badanku, kasurnya terasa sangat keras, bantalnya juga, dan baunya, sangat apek.
Tapi ini lebih baik, setelah di cekek setan dan di hujani kotoran, tidur sebentar aku rasa nggak apa-apa, aku pun terlelap.
DUG DUG DUG.
Rasanya baru beberapa detik aku memejamkan mata, tapi ada yang mengetuk pintu kamarku, kencang sekali, tidak sopan!
Aku bangkit dan mengintip dari lubang intip, untung ada lubang intipnya.
Saat aku mengintip, ASTAGFIRULLAH!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rafa Retha
energi karuhun terasa....pusing, mual dan malas
2023-10-08
0
Mey-mey89
semangat thorrr
2023-06-11
1
Else Widiawati
emang kemana bp2 tadi?
2023-01-08
1