Pertemuan dengan Ibu Dokter cantik itu tidak akan pernah aku lupakan, karena setelah bertemu dengan Dokter aku merasa sedikit tenang, Ibu Dokter itu mendengarkanku tanpa bilang bahwa aku berbohong.
Kalau kemarin aku yang ke Klinik Ibu Dokter, sekarang dia yang ke rumahku, kata Mama Ibu Dokter mau ngobrol denganku.
“Seira, Ibu Dokter boleh minta tolong?”
“Iya bu, mau minta tolong apa?”
“Seira ingat wanita yang pakai kalung zamrud merah?”
“Ingat, itu.” Aku menunjuk kesamping Ibu Dokter, karena aku melihat wanita itu di sampingnya.
“Seira bisa tolong tanya ke Ibu itu, dia sekarang ada dimana?”
“Itu ada disitu.” Aku bingung karena pertanyaan Ibu Dokter aneh.
“Seira, Ibu Dokter tidak bisa melihat Ibu Asisten cantik yang Seira bilang, Mama juga ga bisa lihat.” Mama menjelaskan
“Aku langsung menunduk.” Aku mengalihkan pandanganku dari Ibu Asisten itu, aku tidak tahu kalau ternyata dia adalah 'mereka'.
“Seira takut?” Ibu Dokter bertanya.
“Maaf bu,” Aku mulai menangis, “Seira ga tau, maaf bu.” Aku menunduk, karena saat ini wajah Ibu Asisten itu terlihat mengerikan sekali, wajahnya tidak utuh, setengah wajahnya hanya tengkorak saja.
“Seira, Lihat Ibu Dokter.” Dokter itu mengarahkan wajahku padanya, “Seira abaikan siapapun selain ibu Dokter ya, lihat tangan Ibu Dokter, 1, 2, 3.” Dokter itu menjentikkan tangannya, aku merasa mengantuk sekali dan ....
Dimana ini?
Dimana aku sekarang? Ke mana bu Dokter, ke mana mama, dimana ini? Semuanya gelap, tapi di sana ada seseorang sedang membelakangiku, gaunnya, ya itu gaun Ibu Asisten Dokter, tapi dia terlihat lebih muda, rambutnya disanggul dengan tusuk konde berhiaskan bunga mawar merah, perlahan ruangan ini berubah menjadi sebuah ruangan yang sangat luas, ruangan ini seperti ruang tamu pada sebuah bangunan jaman dulu, dia terlihat sedang berbicara dengen seseorang, seorang lelaki.
“Aku tidak bisa, aku mencintaimu.” Ibu Asisten itu berkata.
“Kita dari dua dunia yang berbeda, Ayahmu akan membunuhku jika kita lari.”
“Aku tidak bisa menikah dengan lelaki itu, kami memang dari dunia yang sama, tapi aku takut,dia begitu kejam pada pribumi, dia membunuh tanpa ampun, aku takut.” Ibu asisten berkata.
Saat itu aku kecil tidak mengerti dengan situasi ini, setelah dewasa aku sadar, untuk pertama kalinya aku dibawa ke alam yang berbeda, entah oleh siapa, oleh Ibu Asisten itu, oleh Dokter, atau oleh diriku sendiri yang memang berusaha menolong Dokter.
Yang aku tau saat itu aku begitu kagum dengan kecantikan Ibu Asisten ini.
“Mina! Mereka dari bangsamu, dia jauh lebih pantas, bukan aku!” Lelaki itu membentak.
“Aku pun bangsamu! Jangan lupakan bahwa Ibuku adalah Pribumi!” setelah mengatakan itu, Ibu
Asisten berbalik, dia manatapku, wajahnya perlahan berubah, menjadi menyeramkan seperti sebelumnya, sementara semua yang ada di ruangan berputar seperti dihantam angin topan, lelaki itu menghilang.
“Ayah, aku akan membesarkan anak ini sendirian, aku tidak akan menjadi pengecut dengan berlari seperti lelaki itu.”
Aku kembali dibawa ke tempat yang berbeda, masih di bangunan yang sama, tapi saat ini posisi kami berada di sebuah kamar, sepertinya kamar Ayah dari Ibu Asisten, karena dia memanggilnya ayah.
“Jangan Pergi, lahirkan cucuku di sini, besarkan dia di sini, tapi jangan pernah bertemu dengan lelaki itu lagi.”
“Baiklah.” Ibu Asisten menurut pada ayahnya.
Setelahnya begitu banyak yang aku alami di sana sampai seseorang memanggilku.
Dan aku terbangun, “Apakah ini hanya mimpi?” Aku bergumam setelah bangun.
“Seira Cantik.” Ibu Dokter menyapaku.
“Ini dimana Bu?”
“Rumah sakit, kamu kejang dan tidak sadarkan diri beberapa hari.”
“Mina Wigburg,” Aku kembali bergumam.
“Seira Istirahat saja dulu."
“Tidak Bu Dokter, Mama mana?”
“Ini Mama Mbak,” ternyata mama ada di sofa rumah sakit ini dari tadi.
“Ma, Mbak takut.” Aku terbata
“Takut apa?”
“Mereka, Mereka memukul Ibu Mina dengan vas bunga, Ibu Mina Jatuh, kepalanya berdarah, lalu
mereka ... me-menyeret Ibu Mina ke belakang rumah, wajahnya keseret mah.” Aku menangis.
“Seira, Ibu Mina adalah Nenek Ibu Dokter, kami mencarinya ke mana-mana, karena dari cerita Kakeknya Ibu Dokter, Nenek terpisah saat Perang.” Ibu Dokter mencoba menjelaskan kejadian saat itu, setelah dewasa aku sempat mencari tahu tahun berapa itu, kemungkinan aku masuk ke tahun 1946 dimana belanda melemah, Indonesia sudah merdeka dan mencoba mempertahankan kemerdekaannya, banyak para warga belanda akhirnya di pukul mundur ketika itu, bahkan ada yang diusir dari kediamannya. Tapi itu tidak terjadi pada Ibu Mina, Ibu Mina tidak disiksa oleh pribumi karena perang.
“Ibu Mina dipukul sama Ardiman, Ibu Mina berteriak memanggil namanya saat dipukul.” Aku berteriak.
“Ardiman? Seira tidak salah lihat atau dengar?”
“Bu Dokter, tidakkah sebaiknya jangan terlalu percaya dengan anak kecil?” mama berbicara.
“Aku harus mempercayainya, ketika seseorang masuk ke alam bawah sadarnya dia akan melihat kejadian tentang dirinya, di sanalah kami para Dokter menggali masalah pasien, tapi tidak untuk anak dengan keistimewaan khusus, dia akan terombang – ambing dengan kemampuannya.”
“Tapi Dok, ini tidak masuk akal.” Mama masih mencoba menyangkal.
“Seira mengucapkan nama nenek dan kakekku dengan benar, Ibu Mina dan Bapak Ardiman adalah nenek kakekku, aku tidak pernah memberitahunya, itu bukti bahwa Seira tidak berbohong dan bisa membantu kami bu.”
“Tapi bagaimana jika dia salah dan kita menangkap orang yang salah, bukankah itu suatu malapetaka untuk Seira?!” Mama mulai meninggi.
“Aku percaya Seira,” Ibu Dokter berbalik menatapku, “lanjutkan Seira, Ibu Dokter percaya kamu.”
“Ardiman mengubur Ibu Mina di rumahnya, dibelakang rumah, Ardiman bilang begini, Mina aku akan menjaga anak kita, istirahatlah dengan tenang, jika mereka Tahu ini anakmu denganku, dia tidak akan selamat, dia akan dibunuh oleh para separatis, Pribumi sudah bangun dari tidurnya, seperti macan yang di kurung berpuluh-puluh tahun lalu dilepas dari kurungannya, mereka buas, anak kita harus selamat.” Kata Ibu, ketika aku mengucapkan kalimat tersebut aku seperti bukan anak kecil, aku seperti Ardiman, terkadang suaraku terdengar seperti lelaki dewasa.
“Seira, Ibu Dokter bermimpi tentang Ibu Mina, hampir setiap hari, Ibu Dokter tersiksa karena Ibu Mina minta tolong, Ibu Dokter fikir Ibu Mina masih hidup karena Pak Ardiman bilang Ibu Mina terpisah saat perang, Seira mau bantu Ibu Dokter cari dimana Ibu Mina dikubur? Ibu Dokter mau Menguburkan Ibu Mina dengan baik.”
“Iya bu Dokter, Seira Mau.”
...
Setelah 3 bulan kejadian tersebut, Mama akhirnya meminta Guru ngaji kakakku untuk membantuku, setelah aku bertemu dengan Ibu Mina di dunia mereka dulu, Mama bilang aku makin menakutkan, terkadang aku berbicara sendiri atau tertawa sendiri, bahkan terkadang aku menangis, ketika ditanya aku hanya menggeleng, ketika itu aku
tidak cerita ke Mama karena dia tidak percaya.
“Mbak minum air ini dulu ya, trus mbak tidur.” Mama meberiku air dari botol mineral, aneh biasanya Mama tidak memberiku air dari botol, aku menurut saja dan setelah meminumnya aku mengantuk.
Ketika terbangun aku merasa pandanganku kabur, aku merasa pusing dan ingin muntah, aku berlari kebelakang dan muntah banyak sekali.
“Mbak makan yuk.” Mama tidak bertanya kenapa aku muntah, pada saat itu aku merasa lebih ringan dan pusing.
“Ma, Ade mana?”
“Ade sama Mas Ridho main ke rumah bude, udah mbak sama Mama aja makan ya.”
“Aku mengangguk.”
Itu semua adalah
kejadian 20 tahun lalu ketika aku berumur 11 Tahun, setelah aku meminum air di botol itu aku lupa semua rupa mereka bahkan sebagian lagi aku tidak mengingat kisahnya, aku hanya ingat Ibu Mina dan Pak Ardiman, itu pun samar, seperti mimpi.
Aku kembali pada sifat awalku, riang, cerewet dan egois, tapi kata Mama aku lebih rajin solat dan mengaji. Aku tidak pernah bicara sendiri, tertawa atau menangis tanpa sebab lagi, aku kembali pada diriku yang dulu, aku menjadi murid yang berprestasi, mudah bergaul dan yang pasti aku tidak masalah saat berkaca, karena aku melihat
diriku tanpa lainnya.
....
Kegilaan ini akhirnya berakhir, aku sudah kelas 1 SMP, tentu saja bersama si tampan Malik, agak sulit masuk sekolah ini, aku bahkan harus belajar mati-matian begadang tiap malam, belum lagi biaya sekolahnya mahal, untung mama masih mengijinkan aku untuk sekolah di sini.
Ku kira setelah minum air itu, air yang membuat aku tidak mampu melihat mereka lagi, hidupku
akan lebih tenang.
Tapi aku salah, ternyata aku tidak lepas dari ‘mereka’.
Hari ini kami upacara sekolah, semua murid harus berbaris, sialnya aku adalah petugas upacara, lebih tidak beruntungnya aku juga komandan upacara, tugasku adalah merapihkan barisan, memimpin barisan dan tentu saja berdiri paling depan.
Dan aku pingsan!!!
Kalau orang fikir itu karena aku kurang makan di pagi harinya, kalian salah, aku meresa lemas setiap kali ada ‘dia’, macan belang tiga.
Seluruh makhluk tidak ada satupun yang terlihat, tapi entah kenapa si macan belang tiga berbeda, dia masih bisa kulihat, tapi tetap saja dia tidak bisa mendekatiku, dia menampakkan diri tapi entah kenapa, selalu menjaga jarak, dia mengawasiku.
Aku tidak tahan melihatnya makanya aku lemas dan pingsan.
Tentu saja hal ini membuatku jadi bahan olokan, Si Komandan tidur.
Aku hanya bisa diam, untung selalu ada Malik yang menemaniku, dia tak pernah absen ada di dekatku.
“Lagian udah tau kamu lemah, ngapain sok-sokan jadi Komandan upacara.” Malik ada di samping ranjang ruang UKS, dia yang tadi menggendongku di belakang saat aku pingsan.
“Gue malu Malik, gue mau pindah sekolah ah, sumpah gue malu, kayaknya belum cukup gue jelek, miskin dan ... sumpah gue malu Malik.” Aku mengganti posisi menjadi tengkurap.
“Yaudah pindah gih, paling beasiswamu angus.”
“Malik! Beasiswa gue disetujui? Serius lu?”
“Yup,beasiswa kamu udah turun tuh, aku nguping kemarin, katanya prestasimu yang selalu menang lomba karya ilimiah di sekolah sebelumnya dan nilai di sekolah SD cukup sebagai acuan untuk menerima beasiswa.”
“Ye intinya pokoknya beasiswa gue disetujui kan Malik?” Aku bingung kalau Malik udah ngomong, bahasanya ketinggian, dia memang selalu lebih dewasa dibanding umur sebayanya, dalam soal brfikir maupun soal bersikap.
Itu sih yang membuat aku menyadari satu hal, aku ingin selalu di dekatmu, karenamu aku merasa nyaman dan tenang.
....
“Ser, jangan deket-deket si Neneng ya.” Malik dan aku sedang makan di kelas, kami memang jarang sekali ke kantin, Malik selalu membawa makanan ke sekolah dan hebatnya makanannya selalu banyak, lumayan aku kan nggak dikasih jajan sama mama, aku tidak akan mengeluh karena, diperbolehkan sekolah di sini saja sudah bagus.
“Kenapa Si Neneng?” Aku menyendok nugget ayam, katanya dia tidak suka nugget ayam, aneh ada anak
kecil tidak suka nugget ayam, makanya aku selalu menjadi tempat sampahnya, aku akan makan apa saja yang dia tidak suka. Dia hanya makan sayur saja,
“Dia kemarin kesurupan kan?” Malik meneruskan perkataannya.
“Oh iya, trus kalau dia kesurupan nggak boleh ditemenin gitu?” Aku protes, sebagai mantan orang yang bergelut dengan dunia itu, aku merasa tersinggung.
“Bukan gitu, aku ngerasa Neneng ada ngelakuin kesalahan, makanya dia digangguin mulu.”
“Kesalahan apa gitu?”
“Lah kamu kemarin ke mana sih? Kan ada di kelas juga, masa nggak denger dia tereak-tereak apa?”
“Kan lu tau,penglihatan dan pendengaran gue lemah, makanya nggak denger, rese deh.” Aku marah.
“Udah-udah sendok lagi nuggetnya tuh.” Dia berusaha membujukku.
“Ok, jadi dia emang teriak apa?”
“Dia bilang, awas, awas kalian, awas kalau berani ke kamar mandi, awas kalian, sambil nunjuk ke sekeliling.”
“Oh ya? Serem amat ya, gue cuma liat dia kesurupan trus kan langsung dikerubungin, gue mundur lah, abis itu dia digotong rame-rame.”
“Nah makanya, dari omongannya, aku yakin, pasti si Neneng ngelakuin apa di kamar mandi.”
“Malik, kenapa lu? Biasanya yang suudzon gue, kenapa sekarang lu kayak emak gue pas belanja sayur?”
“Ya, aku cuma mau, kamu tuh lebih waspada, nggak usah terlalu deket, aku takutnya kamu kebawa dikerjain mereka, jauh-jauh ya dari Neneng.”
“Iya Malik, bawel lu.” Aku menyuapkan brokoli padanya.
Saat kami makan tiba-tiba pintu kelas di ketuk, “Malik.” Seperti biasa, kakak kelas kami mengunjungi Malik, kemarin Angel sekarang Siska si anak kepala sekolah.
“Ya kak kenapa?” Malik mendekatinya, aku hanya terdiam di tempatku, posisiku menghadap mereka.
Kulihat mereka berdua berlalu, Malik memang begitu, dia selalu menjadi populer dimana pun dia berada.
Walau katanya mereka hanya pacar, dan aku sahabat, aku lebih dekat dengan Malik di banding mereka, Malik tidak pernah memanggilku dengan sebutan lu gue, selalu kamu aku. tapi ke pacarnya dia selalu menyapa mereka dengan lu gue.
“Ser .... “ Tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang. Kulihat ternyata Neneng, sejak kapan
dia di sana?
“Ya Neng? Napa lu?”
“Temenin ke kamar mandi yuk.” Dia berjalan ke arahku dengan senyum yang aneh, dia menarik tanganku, anehnya aku tidak bisa mengendalikan tubuhku sehingga aku mengikutinya ke kamar mandi.
Apa Neneng hanya minta ditemani? Tapi dia tidak biasanya memintaku, aku bukan teman dekatnya.
_________________________________________
Catatan Author :
Mereka yang tak terlihat tidak selalu jahat, bahkan banyak yang baik, tapi terkadang yang baik pun bisa berubah karena melihat betapa kita yang hidup sangat membuat mereka iri.
Maka jangan pernah terpedaya oleh tipudaya sedan, eh setan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rikko Nur Bakti
ngasih jempol dan vote.....semoga lebih renyah ceritanya.....
2023-10-23
0
Mey-mey89
...
2023-06-09
1
Kardi Kardi
hmmmm. must be carefulllll
2022-09-01
1