Dua makhluk buas jatuh dari atap, si belang tiga dan si putih, tubuh mereka berdua menindh makhluk-makhluk astral itu, mereka menghajar satu-persatu makhluk itu, sementara aku mundur karena masih ada yang terlepas dan mengejarku, aku terpojok, mereka mulai meraih tangan, kaki, kepalaku dan seluruh tubuhku sudah ada di tangan mereka.
“Tolooooongggggg!!!” Aku menjerit sekuat tenaga.
“Ser!!!” Seseorang menarik tanganku dan menyeretku, akhirnya aku bebas dari kepungan makhluk-makhluk itu.
Tanganku terus di genggam oleh seseorang yang menolongku barusan, dia menggeretku dan terus berlari dengan kencang. kulihat si belang tiga dan siputih sudah dibantu oleh macan lain yang sama besarnya, sementara aku berlari dan mulai menuruni tangga menuju lantai 1, tangga ini tadi tidak aku temukan saat berkali-kali berlari menelusuri lorong.
Saat kami sudah sampai lantai 1 ternyata ada banyak juga yang menunggu kami.
“Bagaimana ini Pak Hanif?” Aku bertanya pada lelaki itu. ya, dia Pak Hanif orang yang kucari-cari, dia menyelamatkanku.
“Izinkan saya meminjam milikmu,” Setelah berbicara begitu dia menyentakkan tanganku yang dipegang erat, lalu dia merapal beberapa kata yang tidak kumengerti, aku merasa seluruh tubuh luruh, seperti ditarik oleh angin yang sangat besar dan seketika puluhan makhluk lainnya berdiri dibelakangku, mereka terlihat sama mengerikannya seperti makhluk-makhluk disini tapi berukuran lebih besar dan mungkin jumlahnya lebih dari 10, tapi mereka semua memakai selendang yang sama, selendang hijau, mereka menunduk dan berdiri tegap, berbaris di belakangku dan Pak Hanif.
“Ser, kalau kamu sudah melihat celah untuk berlari, berlari lah, panggil si Maung untuk mengawalmu, kamu tidak boleh tersentuh lagi, kalau tidak pulau ini akan luluh lantah, mengerti!” Pak Hanif memulai perkelahian dengan makhluk-makhluk itu, dibantu oleh pasukan berselendang hijau, aneh, ku pikir mereka sekutu dengan makhluk di gedung ini, ternyata mereka malah membantu kami.
Aummmmmmmmm, kulihat si belang tiga sudah didepanku, dia mengisyaratkan untuk naik kepunggungnya, aku menurut saja karena tidak punya pilihan, begitu naik ke punggungnya, tiba-tiba ada selendang hijau yang terlilit di leher macan ghaib ini, selendang itu menjadi pegangan, macan mulai berlari dengan sangat kencang, aku berpegangan sangat kuat, wangi sekali, wangi pandan, keluar dari tubuh macan yang sedang kunaiku.
Begitu sampai di pintu keluar, aku turun daru tubuhnya, aneh sepenglihatanku sebelumnya ini adalah pintu lobby, tapi kenapa sekarang hanya terlihat seperti pintu usang dari sebuah bangunan lama.
Kami sudah diluar gedung usang ini, tak lama kulihat macan putih juga sudah keluar disusul macan lain yang ikut menolongku tadi, mereka bertiga berada di sekelilingku, ku pikir sudah aman ternyata salah, seluruh pulau ini gelap dan tidak ada lagi penduduk atau pasar disekitar sini, hanya ada gedung tua ini, gedung yang terlihat seperti bekas mercusuar sudah lama tidak dipakai, hancur di sana sini, makhluk-makhluk itu semakin banyak memenuhi pulau, kami terjebak!
“Lari Ser, Lari!” Pak Hanif berteriak, spontan aku berlari bersama 3 macan dan puluhan makhluk berselendang hijau yang mengelilingiku seperti tameng, sepanjang kami berlari Pak Hanif dan para makhluk yang membantuku tak henti-hentinya mengahalau makhluk dari pulau ini, tak lama kami sampai di pantai, ada kapal boat, dan seorang pria yang sudah berumur menggunakan pakaian sebar hitam, dia menyuruhku naik, aku langsung naik diikuti oleh Pak Hanif dan perahu boat langsung jalan dengan sangat kencang.
“Pak, bagaimana dengan mereka? Berhenti, berhenti!” aku menyuruh lelaki yang mengemudikan perahu kami untuk berhenti, karena 3 macan dan makhluk berselendang hijau itu ditinggalkan di pulau masih bertarung.
“Ser! Ser, liat saya, tenang dulu, kita sampai di pulau itu dulu baru kita bicara ok.” Pak Hanif menunjuk pulau yang sebelumnya tidak terlihat olehku.
“Tapi pak, mereka bagaimana? Mereka kewalahan, mereka terluka dan, dan itu karena saya pak!” Aku menangis sejadi-jadinya.
...
“Minum dulu Ser, kopi hitam hangat.” Pak Hanif menyodorkan gelas dan seteko kopi hitam setelah kami sampai di pulau yang ditunjuk pak Hanif dan ternyata disinilah rumahnya Pak Hanif.
“Terima Kasih.” Aku mengambil gelas dan menuang kopinya kegelasku.
“Yakin hanya segelas?”
“Kenapa pak?” Aku tidak mengerti.
“Kamu ga kasihan sama mereka, mereka lelah dan lapar.” Pak Hanif menunjuk sekelilingku.
“Astagfirullah.” Aku kaget, tiba-tiba Macan Belang Tiga, Macan Putih dan para Makhluk berselendang hijau sudah ada dibelakangku. “Ma-mau kopi.” Aku reflek menawarkan.
“Ser, kamu lucu.”
“Kenapa pak?” Aku tidak mengerti apa yang lucu sebenarnya?
“Mereka tidak makan dan minum seperti kita, mereka makan dari energimu, kopi adalah energi yang tercepat bisa mereka serap, terutama kopi hitam.”
“Kenapa mereka makan dari energiku pak?” Aku masih tidak nyaman dengan mereka, mereka baik tapi aku masih sulit menerima.
“Karena mereka milikmu, mereka diwariskan kepadamu, dia yang disebut karuhun.” Pak Hanif menunjuk macan belang tiga.
Aku menoleh kearahnya, dia menatapku dengan tajam, dia terlihat buas, disampingnya si macan putih lebih parah lagi, dia bertubuh lebih besar dan bertaring lebih panjang, mirip dengan anjing laut tapi versi besarnya, tentu saja.
“Lalu itu, milikmu?” Aku menunjuk macan yang berada dibelakangnya.
“Iya, dia milikku.”
“Tapi pak, kenapa tempat itu tadi sore terasa begitu berbeda, tadi ada pasar, ada penduduk walau tidak banyak bermukim dan bangunan itu terlihat seperti hotel, kenapa tadi pas kita keluar bangunan itu berubah menjadi bangunan lama dan seperti tempat yang sudah lama tidak berpenghuni?”
“Bukan hanya gedungnya saja yang sudah lama, pulau itupun pulau tidak berpenghuni, kamu orang ketiga yang tersesat kesana, maaf, bukan tersesat, kamu memang dijemput mereka untuk kesana, mereka tidak paham, kamu bukan aku, kamu lebih dari yang mereka bisa hadapi, makanya aku kesana bukan menyelamatkanmu, aku menyelamatkan pulau itu dan dia.”
“dia? dia siapa?”
“Adinda, dia adalah jin penunggu pulau itu, orang pertama yang tersesat disana adalah aku, Adinda adalah pimpinan jin disana, dia jin cantik yang baik, dia hanya akan meminjam energi untuk hal-hal yang mendesak, dia tidak pernah bermaksud meminjam tubuh manusia, tapi makhluk-makhluk yang menyerangmu, mereka berbeda, mereka ingin tubuhmu, menguasai kekuatanmu dan berharap menjadi pemimpin di pulau itu, tapi mereka tidak mengerti, kamu bukan sekedar pewaris Karuhun, kamu adalah .... ”
“Hanif,” kulihat Malik masuk keruangan ini.
“Malik, kok kamu disini?!” aku kaget Malik ada disini.
“Pak Malik yang memberitahuku bahwa kamu akan kesini, dia takut kamu akan tersesat kepulau itu dan dia terlalu jauh untuk bisa membantumu.”
“Malik, bagaimana kamu tau aku akan tersesat?”
“Ser, aku sudah pesan pesawat, kita pulang malam ini juga.”
“Pak, apa tidak bahaya kalau kalian nyebrang malam begini, ini sudah jam 9 malam.”
“Hanif, kamu dan aku tau apa resikonya Sera ada dipulau ini, terlalu dekat.”
“Kenapa? Kenapa aku tidak boleh disini lama-lama?”
“Hanif,” Malik mengisyaratkan Pak Hanif untuk ikut keluar bersamanya.
“kenapa kalian harus bicara diluar?” Aku berusaha mengikuti mereka, tapi macan milik Pak Hanif menghalangiku, aku kaget karena tiba-tiba macan belang tiga dan si putih berada didepanku, mereka bersiap untuk berkelahi.
“Ok, ok, cukup, cukup” aku menarik buntut macan-macan yang katanya milikku itu, otomatis mereka melihat kearahku dan berhenti, mereka terlihat kesal dan mengaum kencang ke arah macan Pak Hanif, lalu menghilang begitu saja.
“Ser, ayo.” Malik menarik tanganku, aku tidak punya kekuatan untuk menolak.
“Loh, Pak Hanif ikut juga?” Aku kaget karena Pak Hanif ikut masuk ke dalam Perahu Boat, baru saja aku akan menanyakan tentang hal yang menjadi tujuanku datang kesini, tapi aku melihat Malik memegang tengkukku dan menyentakkannya, seketika semua gelap.
...
“Malik dimana ini?”
“Dipesawat.” Malik menjawab tanpa menoleh, dia seperti kelelahan dan memejamkan mata.
“Pak Hanif mana? Aku mau ngomong.” Malik tidak menjawab.
Kalau saja Malik tidak datang aku pasti sudah dapat jawabannya, Malik memang selalu menggangguku.
...
“Ser, kamu pulang kerumah Mamah, nanti kamu dijemput kakakmu dibandara.”
Malik akan memulangkanku ke Mamahku sementara katanya, aku berasa istri yang buat dosa trus dibalikin ke orang tuanya untuk selanjutnya intropeksi diri, lagian salah dia, kenapa juga dia terlalu sibuk dengan sekertaris barunya, kan aku jadi kesulitan untuk diskusi masalah yang diucapkan ular setan itu, jadinya aku pergi menemui Pak Hanif.
“Dho, 1 minggu ya, nanti Sera gue jemput lagi.” Begitu sampai bandara Malik menyerahkanku ke Mas Ridho, dia bahkan tidak menengok sedikitpun kearahku, lelaki aneh, dia marah? Tapi pada saat dia memunggungiku, kulihat bagian lengannya, darah mengalir dari balik bajunya sampai kebawah, dia terluka?
“Malik!” Aku memanggilnya, dia tidak menoleh dan malah semakin mempercepat langkahnya, pada saat aku akan mengejar, Mas Ridho memegang tanganku dan bertanya ada apa dengan mimik wajah.
“Nggak Mas, ayo.” Aku menarik kakakku, mungkin aku salah lihat, kami masuk mobil dan melaju kerumah Mamah.
Rumah ibuku hanya 2 jam perjalanan dari ibu kota, ibu kota tempat tinggalku dan Malik, aku sebulan sekali pulang ke rumah, kadang lebih cepat, seperti yang aku ceritakan sebelumnya kalau ibuku adalah single parent, setelah begitu banyak penderitaan yang mama alami untuk membesarkan kami, akhirnya mama sekarang bisa lebih tenang di masa tuanya, makanya 5 tahun lalu mama minta pindah ke kampung halamannya, Kakakku kebetulan bertemu dengan istrinya di kampung halaman mama, makanya kakakku juga tinggal bersama mama, usaha catering mama berkembang pesat, Malik meminjamkan modal yang dalam 3 tahun sudah bisa dilunasi.
“Mbaakkk.” Adikku yang cantik memelukku begitu kami sampai di rumah, dia masih kuliah semester akhir, adikku yang cantik jarang sekali dia menyusahkan kami, makanya kalau dia minta sesuatu buatku itu adalah titah.
“Mbak bau tau, maen peluk-peluk aja, lagian udah gede masih aja kayak anak 2 tahun.” Aku memperingati sikap manjanya.
“Biarlah, salah sendiri pulang sebulan sekali.” Dia monyong, khas ngambeknya.
“Ma,” aku memeluk mama dan salim.
“Udah makan dulu sana, Mama udah masak kentang balado kesukaan kamu, sama udah Mama buatin kopi Item ya.” Seperti biasa mama lah yang terbaik.
“Malik mana Ser?” mama bertanya.
“Nggak ikut.” Mas Ridho menjawab.
“Kok, padahal dia yang nelpon mama, katanya kamu cuti seminggu dari kantor, mama pikir dia mau lamaran ama kamu.”
“Apa?” Aku tersedak kopi, “ Ma, yang bener aja lah, masa mau lamaran, dia mah cuma temen, Mama kan tau aku sama Malik gimana.”
“Cuma teman? Tapi kok Mamah ngerasanya beda.”
“Beda apanya, Pak Hanif jauh lebih beda.” Eh, kok aku malah membandingkan Malik dan Pak Hanif, ah, untung Malik ga ada.
“Ser, Mama ga suka ya kamu berhubungan sama sembarang cowok, pokoknya kamu udah Mama titipin ke Malik, dia orang yang baik, nanti kalau kamu salah ketemu orang, kamu bisa dimanfaatin.”
Mama ga kenal Malik, Malik lah yang banyak memanfaatkanku, ide gilanya untuk menikah saja datang dari keserakahannya ingin menguasai dunia. Pak Hanif jauh lebih baik, dia bahkan pergi kepulau terpencil untuk mengabdikan hidupnya disana, jauh dari kesilauan dunia. Tapi tidak dapat dipungkiri hatiku selalu untuk Malik.
“Banyak banget makannya, abis rodi mbak?” Adikku kaget karena aku makan nambah beberapa kali.
“Biasa wanita karir yang tinggal sendiri kan jarang makan makanan rumahan.”
“Ati-ati gendut, ntar Kak Malik berpaling.”
“Eh, sembarangan anda bicara, nanti saya panggil pengacara saya ya, saya tuntut pasal Body Shaming.”
Seina tertawa, mama, Mas Ridho dan mbak Ayu kakak iparku juga tertawa, cukuplah seperti ini, mereka tidak perlu tahu lagi bahwa aku ‘kambuh’, terutama mama, dia tidak boleh lagi khawatir seperti dulu, aku hanya ingin membahagiakan mereka, orang-orang yang kusayang, masalah si belang tiga, si putih dan pasukan selendang hijau, nanti sajalah aku fikirkan, aku ingin me-refresh pikirannku dengan bersantai disini bersama orang-orang yang kucintai.
“Mbak, Mas Ridho sama Mbak Ayu udah kemana-mana, tapi belum juga berhasil, Mama ga pernah ungkit ini didepan mbak Ayu, takut dia tersinggung, tapi Mama takut, takut kalau Mas Ridho kayak Nenek.” Mama tidur dikamarku, dia membiacarakan mbak Ayu yang belum hamil juga.
“Ma mereka baru 4 tahun menikah, kasih mereka waktu lah, suruh banyak berdoa, jangan kebanyakan ketempat-tempat dukun, ga baik.”
“Mbak, medis udah, alternatif udah, ustad, kiai, dukun udah, kasian Mas mu, dia pengen sekali punya anak.”
“Ya berarti belum dikasih Mah, udah lah jangan terlalu dipikirin nanti mamah yang sakit, kalau sakit terus mbak Ayu hamil mamah udah keburu kepayahan buat nimang cucu, dah ya jangan dipikirin, nanti aku bantu doain deh.”
Mama cuma mengangguk, masih ada guratan khawatir di wajahnya, aku memeluk mama dan kita berdua sama-sama tertidur akhirnya.
...
“Assalamualaikum.” Ada orang yang mengucapkan salam.
“Assalamualaikum” dia mengulang salam, dimana ini? Aku sedang duduk disebuah batu kali dipinggir sungai.
“Waalaikumsalam.” Aku menoleh kearah kananku, disana sedang duduk kakek tua menggunakan baju khas jaman kerajaan dulu, oranag-orang sebut beskap, bentuknya seperti jas yang terbuat dari bahan beludru berwarna hitam, setiap jahitan baju ditutup dengan benang yang terlihat berwarna emas bermotif bunga, sementara untuk bagian bawahnya kakek ini menggunakan kain kebat batik, di bagian kepala dia memakai bendo, tutup kepala khas lelaki sunda.
“Berat memang menjadi Ayi pengemban tugas pelindung, tapi Abah percaya bahwa Ayi mampu, satu hal yang Ayi mesti inget, Ayi tidak boleh percaya siapapun, Ayi harus percaya pada intuisi Ayi, Abah sudah menitipkan Panglima Erlangga dan Raden Ammardharma, mereka yang memilih Ayi, mereka yang mengawasi Ayi sedari bayi, mereka akan membimbing Ayi membantu orang-orang yang membutuhkan, jika Ayi dalam masalah dan membutuhkan bantuan mereka, panggil nama mereka, pemilik karuhunlah yang mampu memanggil mereka, jadilah, Kha ngiiiiinnggggggg.”
Lelaki yang menyebut dirinya Abah itu tidak bisa menyelesaikan kata-katanya karena telingaku berdenging, lagi-lagi kata itu, kata yang diucapkan oleh ular setan dan Abah, kenapa kata itu seperti terblokir di telingaku, kata-kata itu tidak bisa aku dengar, Pak Hanif pasti tahu kata-kata apa itu, yang tidak boleh disebutkan didepanku.
Aku terbangun, pertemuan dengan Abah dipinggir sungai ternyata hanya mimpi, Abah memanggilku Ayi, Ayi adalah anak perempuan sunda, abah adalah seorang kakek dikeluarga kami tapi entah dari keturunan berapa, karena pakaiannya khas jaman kerajaan sudah pasti dia kakek buyutku, lalu siapa Panglima Erlangga dan Raden Ammardharma?
...
“Bu, kapan Ibu Balik?” Mita resepsonis menelponku, baru tiga hari kenapa dia udah panas dingin?
“ Kenapa Mit?”
“Bu, mmm, saya tidak tau apakah ini perlu saya sampaikan atau tidak ya?”
“Mengenai pekerjaan atau gosip?”
“Gosip bu.”
“Perlu banget saya tau?” Hampir aku meledak, ga penting banget si Mita.
“Perlu bu, Pak Malik dan Sekertaris itu akan MENIKAH!”
Aku terdiam, telepon genggamku jatuh, aku menangis sejadinya, akhirnya apa yang paling aku takutkan terjadi. Malik aku mencintaimu ....
_____________________________
Catatan Penulis : Aku mau infoin aja setelah ini mungkin tidak akan terlalu banyak cerita soal setan-setan yang menakutkan, karena seiring dengan berjalannya cerita maka kemampuan Seira semiakin tinggi, sehingga menemui makhluk-makhluk tak kasat mata bukan mejadi ketakutannya, akan ada banyak pertempuran kedepannya, tentang cinta tentang kodrat dan tentang takdir. Semoga tetep masih ada yang baca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
pioo
kharisma jagat seira, nih aku kasih tau
2024-07-12
0
Kustri
mungkin malik bukan jodohmu, jodohmu akan membantumu
2024-05-28
0
Kustri
setia dooong
2024-05-28
0