(Bagian 2 : Seira Kecil)

Ketika itu pertamakalinya aku bertemu dia, yang wujudnya seperti kucing dengan corak loreng berwarna kuning, coklat dan hitam, sekilas seperti macan tapi dengan 3 corak dan ukuran yang mini, dia berputar-putar di kakiku.

Waktu itu umurku 11 Tahun, kelas 6 SD, kata orang di sekitarku aku anak yang pandai berempati, pemikiranku lebih dewasa dan aku ceria, tapi semuanya hilang saat makhluk itu datang, aku menjadi berubah aneh dan pendiam, kata Mamaku, aku takut kaca, setiap berkaca selalu menangis meraung-raung, aku bilang pada mama bahwa itu bukan aku, sembari menunjuk kaca.

“Kalau itu bukan kamu, lalu itu siapa?” Mama bertanya.

“Aku ga tau siapa yang di kaca, aku juga ga tau siapa aku, aku ga tau ini siapa!”

Aku menunjuk diriku sendiri dan meraung-raung bertanya aku siapa, aku tidak amnesia ataupun lupa identitas, sebenarnya yang ditanyakan diriku kecil adalah keberadaan, untuk apa aku di bumi ini, siapa aku, manusia macam apa aku, cuma ketika itu aku hanya anak umur 11 tahun dan ini adalah transisi pertamaku, dari si buta setengah menjadi si penglihat semua.

Setelah makhluk itu terlihat, segalanya terlihat, tanpa pembatas, mata ketigaku terbuka lebar, terang benderang, aku melihat kegelapan dengan jelas.

Mereka yang katanya tidak terlihat kenapa terlihat jelas olehku, anak umur 11 tahun.

Setelah itu banyak kejadian yang membuat keluargaku berantakan, seperti sekarang ini, mama yang merupakan orang tua tunggal harus bolak-balik menjemputku di sekolah karena kata guruku, aku lagi-lagi pingsan, ini sudah lima hari berturut-turut aku pingsan di sekolah.

“Kenapa?” Mama bertanya karena aku berjalan dengan aneh saat perjalanan pulang dari sekolah, aku sebentar-sebentar menoleh ke belakang.

“Itu ada yang ikutin kita.” Aku menunjuk jalanan yang kosong.

Mama hanya tersenyum lalu berkata, "Mbak Seira Takut?"

“Iya Ma, takut.”

“Kenapa takut? Memang seram?” Mama Bertanya dengan sabar.

“Iya, dia selalu bisikin aku, kenapa aku hidup, Itu bukan tanganku, ngapain nulis, Itu bukan kepala aku, ngapain belajar, udah mati aja.”

Mama menutup mulutnya, lalu bertanya lagi, “Dia ngomong gitu sama Mbak Seira?”

“Iya Ma.” Aku berbisik.

“Dia laki-laki atau perempuan?”

“Perempuan Ma, rambutnya panjang, bajunya putih.” Aku menjelaskan yang aku lihat saat ini, dia mengikuti kami sedari sekolah tadi.

“Dia berdarah?”

“Iya, mukanya ... Hancur.”

“Astagfirullah!” Mama berteriak dan menyuruhku berlari.

Ketika itu adalah siang hari, yang kata orang setan tidak ada di siang hari, tapi pada kenyataannya mereka muncul setiap saat, mencoba berkomunikasi denganku, anak kecil yang selalu ketakutan. Saat itu aku tidak mengerti kenapa aku berbeda dengan teman-temanku, siapa mereka, apa mau mereka.

“Mbak Seira, jaga adek ya, Mama mau kerja sebentar, nanti kalau udah selesai Mama bawain makanan enak.”

Begitu kami tiba dirumah Mama bersiap pergi kerja lagi, mamaku pandai memasak, karena dia harus menafkahi kami maka kepandaiannya itu dia gunakan untuk mencari nafkah.

Mama bekerja di 3 tempat dalam sehari, restoran, rumah pribadi dan tempat makan yang buka malam hari, mama biasanya pergi setelah aku dan kakakku pergi sekolah dengan membawa adikku, si kecil Seina ke tempat kerjanya.

Ketika itu umur adikku 4 tahun, anak montok yang sangat pengertian, walau umurnya masih kecil dia jarang sekali menangis seperti mengerti bahwa mama sendirian mengurus dan menafkahi kami. Karena hari ini lagi-lagi aku pulang setelah pingsan di sekolah, mama harus ijin sebentar dari tempat kerjanya, menjemputku dan membawaku pulang, Seina ditinggal di rumah denganku.

“Iya Ma.” Aku menurut

“Jadi, pintunya buka aja kalau Mbak takut.” mama terlihat sedikit khawatir.

“Iya Ma,”

Lalu mama pergi ke tempat kerjanya, aku dan adikku di dalam rumah bermain, kala itu Hanya televisi tabung hiburan kami, sementara anak lain sudah punya nitendo atau sejenisnya, maklumlah kami tidak mampu beli.

Saat sedang asik nonton aku melihat ada sesuatu yang jatuh dari luar, aku menoleh dan berteriak, “Adek!!!” Seina yang duduk di sampingku memelukku.

“Kenapa Mbak?” Dia bingung karena aku berteriak.

Aku menoleh kearah luar memastikan lagi apa yang kulihat, makhluk itu datang lagi, kucing belang 3 itu ada di depan rumah, seperti terjatuh dari genteng dan dia mengitari sesuatu tepat di depan rumahku, apa itu, dia menoleh padaku seperti meminta ijin masuk, aku menatapnya dan melarangnya masuk rumah.

“Adek disini dulu ya, mbak keluar sebentar, sebentar aja.” Seina diam, dia hanya menarik tanganku tanda tidak setuju. Aku takut, tapi kalau aku tidak keluar aku merasa akan ada hal buruk yang terjadi.

Aku menatap binatang jadi-jadian ini, sekarang kami sudah berhadapan, dia menatapku dengan mata yang tajam, aku berlutut mengambil benda yang diputari oleh binatang ini, batu berwarna hijau sebesar biji salak, aku kembali menatapnya dengan marah, lalu kubuang batu itu dan buru-buru berlari, kulihat kucing belang tiga itu berlari mengejar batunya, kututup pintu dengan kencang, lalu berteriak, “Pergi dan jangan kembali!!!”

....

Sudah mau magrib, mama belum pulang, kakakku setelah pulang sekolah langsung pergi mengaji, dia akan pulang berbarengan dengan mama, kakakku beda 7 tahun denganku, cukup jauh, seperti aku dengan adikku beda 7 tahun, dia selalu sibuk, sekolah dan mengaji, kata orang dia bukan hanya mengaji tapi ngilmu, ah ketika itu lagi-lagi aku hanya anak kecil tanpa pengetahuan yang cukup.

“De, Mbak mau mandi ya, Ade tunggu didepan pintu aja, ga boleh keluar.” aku berjalan kekamar mandi, kami tinggal dirumah kontrakan yang terdiri dari ruang tamu, kamar dan kamar mandi, kamar mandinya ada di sebelah ruang tamu, jadi begitu keluar kamar mandi aku langsung bisa melihat adikku, aku agak takut meninggalkannya sendirian, tapi yang bisa melihat meraka kan aku, jadi seharusnya dia akan baik-baik saja.

Aku mulai mengambil handuk dan meletakannya di gantungan handuk, saat aku akan membuka baju aku menoleh kebelakang, aku merasa ada yang mengawasi, tapi ketika aku menoleh tidak ada apa-apa.

Aku melanjutkan membuka baju dan mandi, saat kuguyur kepalaku, tiba2 aku melihat ada nenek-nenek memakai kebaya bewarna abu-abu bercorak bunga dan memakai kain jarik sebagai bawahannya, dengan rambut putih berantakan. Dia mencoba mendekatiku, aku terdiam, seluruh badanku kaku, perlahan-lahan dengan langkah bungkuknya dia mendekat, matanya hitam, bibirnya tersenyum menyeringai, dia mulai terkekeh, lalu berkata dengan mendayu.

“Naaaakkkkk .... ”

Aku menangis karena tidak dapat lari, badanku kaku, aku takut ma, tolong aku.

Tangan nenek itu mulai menjulur kearahku, tertawanya menjadi nyaring, dia semakin mendekat, aku melihat jarinya meraih tanganku, dingin, dingin sekali, aku gemetar, aku tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali, hanya menangis dalam diam, dia semakin mendekat, wajahnya terlihat, bukan hanya matanya yang hitam seluruh wajahnya menghitam kulihat tangannya tidak hanya meraih tanganku, dia mulai perlahan masuk kedalam ragaku, entah kekuatan darimana, kuhentakan kaki dan badan, sesaat kemudian tubuh ini terbebas dari rasa kaku, lalu kuambil handuk dan berlari membanting pintu kamar mandi.

“Mbak, kenapa?” Lagi-lagi si bungsu bertanya, mungkin dia bingung kenapa kakaknya bersikap aneh.

“Enggak apa-apa, De,” nafasku masih tersengal-sengal. “udah yuk ke kamar,” aku buru-buru menariknya ke kamar.

Mama Pulang begitu aku selesai berpakaian dan tidak lama kakaku juga pulang, untunglah mereka datang, karena kalau aku sendiri atau hanya berdua dengan Seina, makhluk-makhluk itu akan mendatangiku.

...

Sudah berbulan-bulan aku hidup dengan mereka, aku semakin aneh, kata mama aku menjadi pribadi yang sangat baik, baik berlebihan, mama takut, karena kata Mama aku sebelumnya adalah pribadi yang bebas dan berani, kalau tidak suka akan bilang tidak, bahkan aku cenderung galak dan egois jika bersikap, bahkan ke adikku sendiri.

tapi sekarang aku berbeda, aku menjadi pribadi yang ramah dan pendiam, mama melihat aku bukanlah diriku, kadang mama takut saat aku memperhatikan anggota keluarga kami, seperti ada seringai yang disembunyikan. mama berusaha 'mengobatiku', entah dari penyakit apa, sudah beberapa ustad, haji, kiai bahkan dukun mama datangi dan ini mungkin langkah terakhirnya saat itu, sekarang kami disini.

“Namanya Seira ya? Umur berapa?” Dokter cantik itu bertanya, rambutnya sebahu.

“Iya Dok.” Aku menunduk.

“Kok kakinya begitu?” Dia menunjuk kakiku yang naik turun seperti penjahit yang sedang mengoperasikan mesinnya dengan kaki.

“Nggak apa-apa Dok.”

“Kakinya begitu kalau lagi ngerasain apa?”

“Nggak tau Dok.” aku kecil menjawab dengan polos, ketika itu aku tidak tahu mengarah kemana sebenarnya pembicaraan Dokter ini, Kata mama aku hanya perlu bertemu dengannya seminggu sekali, untuk ngobrol saja, jadi aku tidak perlu takut dengan Dokter ini, Memang dia tidak perlu ditakuti.

Dokter ini sangat cantik, tapi aku kurang suka dengan wanita di sebelahnya, dia sama cantiknya dengan dokter, tapi cara pakaiannya aneh, dia menggunakan gaun seperti noni-noni belanda jaman dulu, gaun yang sering aku lihat di televisi dipakai oleh wanita-wanita belanda, ketika itu aku berfikir bahwa wanita di samping dokter ini mungkin asistennya, tapi kenapa dia terlihat lebih tua dan hanya diam saja tidak berbicara sama sekali.

“Coba kakinya diem dulu, kasih tau ibu Dokter perasaan kamu kalau kakinya diem.”

“Nggak enak Ibu Dokter,” aku melanjutkan lagi menggerakkan kakiku setelah hanya beberapa detik terhenti atas perintah Dokter.

“Kamu ga suka ya ngobrol sama Ibu Dokter?”

“Suka bu, suka. Ibu Cantik.”

“Kalau suka, kenapa kakinya gerak-gerak gitu, itu artinya kamu gugup atau tidak nyaman.”

“Gugup?” Aku bertanya karena tidak mengerti, maklum lagi-lagi aku hanya anak kelas 6 SD.

“Gugup itu artinya ada yang kamu khawatirkan, kalau memang suka ngobrol sama Ibu Dokter, kakinya jangan gerak-gerak ya.” Dia memerintahkanku sekali lagi.

“I-iya Bu Dokter,” aku mencoba mengikuti perintahnya kembali.

“Memang apa sih yang kamu lihat selama ini? Kata Mama, Seira suka lihat hal-hal yang menakutkan ya?”

“I-iya bu Dokter.”

“Kayak apa sih?”

“Banyak.”

“Bisa jelasin ke Ibu Dokter kayak apa?”

“Ga, mereka ga suka diomongin bu, katanya ssst, jangan bilang-bilang.”

“Jangan bilang-bilang apa?”

“Bilang kalau Mereka ada.”

Lalu banyak lagi percakapan kami selanjutnya, aku tidak begitu ingat, tapi yang aku tahu ketika dulu aku berbicara dengannya ada rasa lega dan nyaman di antara semua hal yang kutakutkan berkaitan dengan 'mereka'.

Setelah hampir 1 jam aku berbicara dengan bu Dokter, mama dan aku pamit pulang, tapi sebelum pulang aku menatap sekali lagi ibu asisten Dokter, aku penasaran dengan kalungnya.

“Ibu Asisten, kalung zamrud merahnya cantik sekali, Seira pernah lihat warna hijaunya.” Aku bertanya dan menatap ke arah belakang Ibu Dokter, karena lawan bicaraku berada di sana.

“Sebentar!!!” Ibu Dokter berteriak dengan kencang, “kalung zamrud merah? siapa yang pakai?” Ibu Dokter bertanya.

“Itu, Ibu Asisten Cantik yang ada di belakang Dokter,” Aku menjawab sembari ketakutan, karena ekspresi Ibu Dokter berubah menjadi Galak.

Lalu Ibu Dokter mengambil sesuatu dari dompetnya dan menunjukan padaku, ternyata dia menunjukan foto, disana ada berderet beberapa perempuan dengan gaun yang indah-indah sama persis kayak Ibu Asisten Dokter itu.

“Yang mana yang kamu lihat?” aku ketika itu bingung kenapa aku harus menjelaskan bukankah ibu itu ada di belakang Ibu Dokter?

Aku menunjuk salah satu perempuan yang berwajah persis seperti Ibu Asisten Dokter yang mengenakan Kalung zamrud merah itu.

“Ini Foto ibu?” Aku menatap kembali ke belakang Ibu Dokter dan berbicara pada Ibu Asisten Dokter itu.

“Astagfirullah!!!” Ibu Dokter jatuh pingsan.

(TBC)

_________________________________________________________

Catatan Author :

Seira kecil adalah seorang gadis yang hidupnya sulit, ditambah dengan adanya mereka yang tak terlihat maka lengkaplah penderitaannya, pada part ini ada banyak hal nyata yang penulis sisipkan, jadi kejadiannya memang pernah terjadi dan Seira kecil memang benar ada. Tapi keseluruhan cerita adalah fiksi.

Terpopuler

Comments

Afika Maulika

Afika Maulika

ceritanya sangat menarik seperti nyata bagi mereka yg bisa melihat dan memahami. setiap mereka yg terpilih memang memiliki pelindung atau Karuhun kalau di tanah Jawa dan Pasundan

2024-04-09

0

Yulay Yuli

Yulay Yuli

dulu waktu saya SMP tapi diprsantren, saya juga pernah liat nony Belanda. mata, hidung, mulutnya dikapasin. tapi cantik pake gaun bawa payung. berdiri didepan jendela Deket kamar saya.

2024-03-13

0

Styaningsih Danik

Styaningsih Danik

lanjuuuut...seruu

2024-02-02

0

lihat semua
Episodes
1 (Bagian 1 : Seira dan Malik)
2 (Bagian 2 : Seira Kecil)
3 (Bagian 3 : Seira Kecil Lanjutan)
4 (Bagian 4 : Seira Kecil Lanjutan)
5 (Bagian 5 : Menikahlah denganku)
6 (Bagian 6 : Susuk)
7 Bagian 7 : Cemburu
8 Bagian 8 : Pulau
9 Bagian 9 : Pulau Tak Berpenghuni
10 Bagian 10 : Abah
11 Bagian 11 : Ayah
12 Bagian 12 : Ayi Mahogra
13 Bagian 13 : Malik
14 Bagian 14 : Anak Cucu Iblis
15 Bagian 15 : Aqan Asta
16 ​Bagian 16 : Rahim
17 Bagian 17 : Terhempas
18 Bagian 18 : Aqan Asta
19 Bagian 19 : Cinta Segitiga
20 Bagian 20 : Kepercayaan
21 Bagian 21 : Iblis Bertanduk
22 Bagian 22 : Malik dan cintanya
23 (Bagian 23 : Masa Kuliah)
24 Bagian 24 : Buka Segel
25 Bagian 25 : Pertarungan
26 Bagian 26 : Perlindungan
27 Bagian 27 : Kejujuran
28 Bagian 28 : Masa Kuliah II
29 Bagian 29 : Cinta Kami
30 Bagian 30 : Cintaku, Seira ....
31 Bagian 31 : Hatiku
32 Bagian 32 : Pramudya Aksara
33 Bagian 33 : Pramudya Aksara II
34 Bagian 34 : Pramudya Aksara III
35 Bagian 35 : Cinta Seira dan Malik
36 Bagian 36 : Perpisahan
37 Bagian 37 : Ayi Tirung
38 Bagian 38 : Pengorbanan
39 Bagian 39 : Dunia Ghaib
40 Bagian 40 : Gunung Butir-Butir
41 Bagian 41 : Lembah Merah
42 Bagian 42 : Kesepian
43 Bagian 43 : Penantian
44 Bagian 44 : Tanah Pejuang
45 Bagian 45 : Cermin
46 Bagian 46 : Tugas Tertunda
47 Bagian 47 : Ayi Kayas Gandaria
48 Bagian 48 : Malik Rainan
49 Bagian 49 : Penaklukan Monster
50 Bagian 50 : Si Aing Lengir
51 Bagian 51 : Cinta Tanpa Syarat
52 Bagian 52 : Desa Dusun Mati
53 Bagian 53 : Jebakan
54 Bagian 54 : Penaklukan
55 Bagian 55 : Petapa
56 Bagian 56 :Pelepasan
57 Bagian 57 : Pertarungan Rumit
58 Bagian 58 : Petapa
59 Episode 59 : Cinta Seira & Malik
60 Episode 60 : Kerinduan
61 Bagian 61 : Pertemuan Kembali
62 Bagian 62 : Kita
63 Bagian 63 : Kiriman
64 Bagian 64 : Kerajaan Hutan Selatan
65 Bagian 65 : Raja Bapati
66 Bagian 66 : Strategi Perang
67 Bagian 67 : Panglima Bapati
68 Bagian 68 : Pertahanan
69 Bagian 69 : Keserakahan
70 Bagian 70 : Persiapan
71 Bagian 71: Tragedi
72 Bagian 72 : Terjebak
73 Bagian 73: Kepercayaan
74 Bagian 74: Desa Ayah
75 Bagian 75 : Desa Ayah II
76 Bagian 76 : Pagar Ghaib
77 Bagian 77 : Janggal
78 Bagian 78 : Jawaban
79 Bagian 79 : Satu Lawan Satu
80 Bagian 80 : Undangan Perang
81 Bagian 81 : Perang!!!
82 Bagian 82 : Perang II
83 Bagian 83 : Perang Terakhir 2
84 Bagian 84 : Hukuman
85 (Bagian 85 : Akhir Sebuah Kisah)
Episodes

Updated 85 Episodes

1
(Bagian 1 : Seira dan Malik)
2
(Bagian 2 : Seira Kecil)
3
(Bagian 3 : Seira Kecil Lanjutan)
4
(Bagian 4 : Seira Kecil Lanjutan)
5
(Bagian 5 : Menikahlah denganku)
6
(Bagian 6 : Susuk)
7
Bagian 7 : Cemburu
8
Bagian 8 : Pulau
9
Bagian 9 : Pulau Tak Berpenghuni
10
Bagian 10 : Abah
11
Bagian 11 : Ayah
12
Bagian 12 : Ayi Mahogra
13
Bagian 13 : Malik
14
Bagian 14 : Anak Cucu Iblis
15
Bagian 15 : Aqan Asta
16
​Bagian 16 : Rahim
17
Bagian 17 : Terhempas
18
Bagian 18 : Aqan Asta
19
Bagian 19 : Cinta Segitiga
20
Bagian 20 : Kepercayaan
21
Bagian 21 : Iblis Bertanduk
22
Bagian 22 : Malik dan cintanya
23
(Bagian 23 : Masa Kuliah)
24
Bagian 24 : Buka Segel
25
Bagian 25 : Pertarungan
26
Bagian 26 : Perlindungan
27
Bagian 27 : Kejujuran
28
Bagian 28 : Masa Kuliah II
29
Bagian 29 : Cinta Kami
30
Bagian 30 : Cintaku, Seira ....
31
Bagian 31 : Hatiku
32
Bagian 32 : Pramudya Aksara
33
Bagian 33 : Pramudya Aksara II
34
Bagian 34 : Pramudya Aksara III
35
Bagian 35 : Cinta Seira dan Malik
36
Bagian 36 : Perpisahan
37
Bagian 37 : Ayi Tirung
38
Bagian 38 : Pengorbanan
39
Bagian 39 : Dunia Ghaib
40
Bagian 40 : Gunung Butir-Butir
41
Bagian 41 : Lembah Merah
42
Bagian 42 : Kesepian
43
Bagian 43 : Penantian
44
Bagian 44 : Tanah Pejuang
45
Bagian 45 : Cermin
46
Bagian 46 : Tugas Tertunda
47
Bagian 47 : Ayi Kayas Gandaria
48
Bagian 48 : Malik Rainan
49
Bagian 49 : Penaklukan Monster
50
Bagian 50 : Si Aing Lengir
51
Bagian 51 : Cinta Tanpa Syarat
52
Bagian 52 : Desa Dusun Mati
53
Bagian 53 : Jebakan
54
Bagian 54 : Penaklukan
55
Bagian 55 : Petapa
56
Bagian 56 :Pelepasan
57
Bagian 57 : Pertarungan Rumit
58
Bagian 58 : Petapa
59
Episode 59 : Cinta Seira & Malik
60
Episode 60 : Kerinduan
61
Bagian 61 : Pertemuan Kembali
62
Bagian 62 : Kita
63
Bagian 63 : Kiriman
64
Bagian 64 : Kerajaan Hutan Selatan
65
Bagian 65 : Raja Bapati
66
Bagian 66 : Strategi Perang
67
Bagian 67 : Panglima Bapati
68
Bagian 68 : Pertahanan
69
Bagian 69 : Keserakahan
70
Bagian 70 : Persiapan
71
Bagian 71: Tragedi
72
Bagian 72 : Terjebak
73
Bagian 73: Kepercayaan
74
Bagian 74: Desa Ayah
75
Bagian 75 : Desa Ayah II
76
Bagian 76 : Pagar Ghaib
77
Bagian 77 : Janggal
78
Bagian 78 : Jawaban
79
Bagian 79 : Satu Lawan Satu
80
Bagian 80 : Undangan Perang
81
Bagian 81 : Perang!!!
82
Bagian 82 : Perang II
83
Bagian 83 : Perang Terakhir 2
84
Bagian 84 : Hukuman
85
(Bagian 85 : Akhir Sebuah Kisah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!