Setelah kami berhasil memusnahkan makhluk hideung anyir di gubuk abah Ijang, kami berjalan keluar dari kota kelahiran ayahku, aku dan Aam berencana akan naik bis dulu baru langsung pulang ke Ibu kota, ya aku tidak mampir ke rumah mama, aku sudah menghubunginya, aku bilang bahwa aku ada banyak pekerjaan jadi tidak bisa lagi pulang ke rumah mama.
Setelah sampai Ibukota, aku dan Aam mampir sebentar ke apartemenku, menaruh semua barang bawaan kami dan pergi kembali, mencari rumah kost untuk Aam tinggal, aku akan mencarikan rumah kost yang dekat dengan kampusku dulu, karena aku akan mencoba membujuk Aam untuk masuk dan kuliah di kampusku dulu, kampus negeri yang paling terkenal di Ibukota ini, masuknya susah dan biayanya cukup mahal, tapi untuk biaya aku fikir Malik akan sanggup membayarnya.
“Am, suka nggak tempat ini?” kami sudah berada di tempat kost, tempat yang memang banyak anak kuliah sewa disini, tempatnya tidak besar dan tidak terlalu kecil, kamar mandi di dalam dan ada ruang sedikit untuk dapur, sisanya hanya ruangan tanpa sekat yang bisa dijadikan kamar. Ongkos sewanya juga cukup masuk akal, hanya tujuh ratus lima puluh ribu sebulan, sudah termasuk listrik dan air, Aam hanya tinggal membeli lemari untuk pakaian, kompor gas portable, magicgar dan juga TV kecil saja untuk menemaninya, oh ya laptop akan kuusahakan dia pakai dari kantor, besok aku akan bicarakan dengan Malik supaya Aam bisa magang sebagai administrasi, toh aku memang butuh tenaga admin untuk pekerjaan ringan tapi butuh kontinuitas yang tinggi.
“Suka Ayi, tapi biayanya Aam cuma ada uang sekitar lima juta di ATM, apakah cukup untuk kost dan kuliah?”
“Kan udah Ayi bilang, masalah uang biar Kakakmu ini yang fikirkan, kau cukup fokus belajar untuk masuk universitas dan nurut semua perkataan Ayi, ok.” Aku sepertinya mulai terbiasa dengan panggilan Ayi.
“Nuhun Ayi, Aam nggak tau gimana caranya balas kebaikan Ayi.”
“Nggak perlu, buat Ayi, Aam itu adik Ayi, sama kayak Seina. Jadi kewajiban Ayi untuk memenuhi impian Aam dan beberes ya, nanti kita ambil barangmu, trus kamu balik sendiri ya kesini.”
Kamipun segera berangkat kembali ke apartemenku dan mengambil semua barang yang memang sempat Aam bawa, lalu dia kembali ke kostan sendiri.”
Capek setelah seharian ini mencari tempat tinggal untuk Aam, rebahan sebentar enak kayaknya. Belum tuntas capekku, lalu telepon genggamku berbunyi. Dari Malik, akhirnya tuan judes ini menghubungiku juga.
“Napa?” aku pura-pura judes, padahal kangen.
“Ser, aku di rumah sakit.”
Aku terkejut dan langsung berlari.
...
Aku langsung ke Rumah Sakit tempat dia dirawat, dia pasti bohong dan tidak sakit. Tapi entah kenapa trik seperti itu selalu kena diaku, apa kau terlalu bodoh atau Malik yang terlalu licik.
“Ser.” Malik kaget melihat kedatanganku, benar saja, dia tidak sakit dan sedang duduk manis di sofa kamar VVIP rumah sakit ini, bekerja dengan laptopnya.
“Katanya sakit, ini mah lagi refreshing kali ya, semacem mengganti suasana kerja.” Aku menyindir.
“Kan ga ada cara lain supaya kamu temuin aku.” Malik tahu dengan baik, aku lemah saat tahu Malik sakit, dulu sekali waktu kami masih kuliah, kami pernah bertengkar karena aku tidak setuju dia pacaran dengan seorang wanita yang sangat matrealistis, aku sudah beberkan beberapa bukti, tapi dia masih saja membela wanita itu, lalu aku marah dan tidak mau menemuinya, tidak mengangkat teleponnya, lalu dia pura-pura dirawat dan seperti orang bodoh aku datang ke rumah sakit lari-larian sambil menangis, sampai di kamar rawatnya dia malah lagi ketawa-ketawa nonton televisi. Sejak saat itu setiap aku marah Malik akan pura-pura sakit karena dia tahu kelemahanku.
“Malik, jangan main-main dengan kesehatan.”
“Ser, kamu dari mana?”
“Dari apartemenlah.”
“Kamu wangi pandan, dari rumah ayahmu?”
“Oh, Iya, Ayah meninggal Malik.”
“Ser! Kamu kok ga kasih tahu aku?”
“Sorry, sorry, aku fikir kamu kan lagi sibuk urus pernikahan sama si Hani.” Aku kembali ingat soal perkataan Mita yang bilang bahwa Malik akan menikahi Hani.
“Bu Sera,” Eh, tuh sekertaris baru panjang umur banget. Si Hani masuk dan menyapaku, dia terlihat membawa handuk dari luar, mungkin untuk Malik.
“Ya.” Aku duduk mendekat ke arah Malik dan menggandeng tangannya, kulihat si Hani kikuk seperti tidak suka, lalu dia menaruh handuk di jemuran dekat kamar mandi.
“Han, beliin kopi dong, Long Black ya, jangan pake Gula 2 gelas.”
“I-iya bu.” Hani pergi keluar dengan wajah tidak suka.
Tok tok tok ....
Suara pintu di ketuk dari luar, tak lama papinya Malik masuk.
“Om.” Aku berdiri dan menghampirinya bermaksud cium tangan, dia hanya memberikan tangannya dengan cepat dan tidak menoleh sama sekali.
“Papi mau bicara berdua sama kamu.” Dia berbicara dengan anak lelakinya, mengusirku secara halus, aku pun tau diri.
“Aku nyusul Hani ya.” Aku pamit keluar, tapi sebenarnya hanya keluar pintu kamar dan berusaha menguping pembicaraan mereka dengan berdiri di depan pintu dan sengaja pintunya tak kututup rapat.
“Papi tidak mau tahu, pokoknya kamu harus menikah dengan Hani.” Papinya Malik langsung pada inti kedatangannya, padahal kan anaknya lagi sakit, harusnya dia tanya dulu kek, basa-basi apa kabar gitu.
Tapi sebentar, menikah dengan Hani? Jadi Mita waktu itu ternyata berkata benar, itu bukan hanya gosip belaka.
“Papi kan tahu, kenapa aku tidak bisa menikah dengan siapapun.”
“Bullshitt, semua itu hanya masalah keyakinan, kamu terjebak dan dipermainkan oleh perempuan sialan itu.”
Perempuan sialan? Maksudnya aku gitu? Jahat sekali mulutnya, mereka memang ayah dan anak!
“Papaku dan Papi Malik merger.” Dari belakang Hani memergokiku sedang nguping, dia sudah membawa 2 gelas kopi hitam dan berbicara padaku.
“Ok, terus?” aku mendekatin wanita kaya ini.
“Mereka mau membawa bisnis ini sampai ketahap lebih intim, supaya saling mengikat dengan erat, sehingga dikemudian hari perusahaan semakin besar minim kemungkinan mereka ribut, karena hubungan Besan.”
Oh, pantas wanita ini songong dan begitu percaya diri, dia ternyata anak Dirut salah satu perusahaan mie paling maju di negeri ini, Papa Malik adalah Dirut perusahaan Plastik, memang kerjasama yang mumpuni. eh, kenapa jiwa bisnisku mendukung mereka, Malikku akan diambil oleh wanita sok baik ini, benarkan intuisiku, Hani ternyata srigala berbulu domba.
“Nih, sabet aja lehernya.” Tiba-tiba Panglima datang memberi karembo hejo, aku tertawa, tidak sejauh itu. Biar bagaimanapun Hani bukan setan, dia hanya perempuan biasa, rasanya malu kalau menhadapinya dengan karembo hejo.
“Hani, kamu lupa panggil saya Bu?” dia terlihat kaget, kaget karena aku tidak bergeming setelah dia mengatakan bahwa dia adalah pewaris tahta perusahaan mie terbesar di negeri ini, so what aku juga pewaris, pewaris tahta Karuhun yang dilahirkan hanya 350 tahun sekali, lagi-lagi aku senyum-senyum sendiri, memikirkan betapa naifnya aku membandingkan Harta yang jelas nyata dengan makhluk-makhluk itu. uang bisa beli segalanya, memang karuhun bisa beli apa? Untuk makan saja mereka numpang dengan ambil energiku.
“Untuk apa? Mungkin saya akan menjadi nyonya di perusahaan Malik.” Hani masih bersikeras walau sudah malu, dia tidak ingin memanggilku dengan sebutan “Bu” lagi.
Aku berjalan semakin mendekat lalu di kupingnya kubisikan, “Hanya dengan jentikan jari Malik Mampu meninggalkan keluarganya untukku, apalagi hanya kamu.” Aku tersenyum dan mengambil kopi ditangannya, meninggalkan dia dengan muka kaget dan ketakutan.
Kamu bukan lawan sepadan, aku bahkan sudah menyabet leher demit, kamu hanya manusia serakah yang tidak perduli perasaan orang lain, keluarganya adalah keluarga serakah, alih-alih mereka akan membantu perusahaan Papinya Malik yang sedang kesulitan, mereka hanya ingin menguasai perusahaan itu, makanya mereka rela mengirim anak Gadisnya ke Perusahaan Malik. Tujuan mereka hanya anak keturunan yang akan di lahirkan Hani, setelah Hani melahirkan maka papinya Malik pasti bisa dikendalikan, ingat bahwa seorang anak milik ibunya samapi dia dewasa, tujuan itulah yang di kejar keluarganya Hani.
“Malik.” Aku masuk lagi ke kamarnya, papinya masih disana dan tidak senang dengan kedatanganku, tak lama Hani masuk dan langsung disambut dengan senyum oleh Papinya Malik, berbeda sekali perlakuannya denganku.
“Hani, kamu disini?” Papinya Malik menyambut Hani.
“Iya Om, jagain Malik.” Cari muka! Orang yang sakit aja ngarepnya aku yang datang.
“Nih.” Lagi-lagi si Panglima memberiku Karembo Hejo untuk menyabet leher wanita itu, aku hanya tertawa, sementara Malik melihat kearah Panglima dan kearahku dengan kaget. Kok, Malik bisa liat Panglima?
“Pih, ada urusan yang mau aku urus sama Sera, Papi pulang dulu ya.” Malik menggenggam tanganku dan kami berjalan keluar, kulihat Hani menatap dengan kecewa, kuberikan senyuman selicik mungkin padanya, bukan hanya ke Hani tapi juga ke papinya, kulihat dia dengan tatapan tajam, papi Malik mundur sesaat kaget dengan tatapanku, mungkin juga kaget dengan keberanianku, aku selama ini selalu diam dengan semua perlakuan jahatnya padaku dan pada keluargaku.
“Ceritakan padaku kamu dari mana, apa yang terjadi?”
Kami sudah di kafe rumah sakit, lagi-lagi minum kopi, aku rasa perlu untuk sesekali memeriksa lambungku.
“Kemaren kerumah Ayah, aku ketemu Aam sepupuku, Mang Engkus dan banyak lagi deh.”
“Ser, Malik kan udah bilang jangan kemana-mana tanpa aku temani.”
“Malik, Sera juga kan udah bilang, kita END.” Aku memalingkan wajahku.
“Panggil Aam, aku mau ketemu.”
“Ngapain, lagi cari-cari kampus dia, Oh ya aku kasih program beasiswa perusahaan ke Aam ya, anaknya pintar dan juga baik.”
“Panggil dia sekarang!” Malik memerintah.
Aku sebenarnya enggan memanggil Aam, tapi Aam butuh beasiswa dari perusahaan, makanya aku akhirnya menelpon Aam, terpaksa sih, si Bos sudah memerintah.
Tak lama Aam datang ketika sampai dibangku kami, Aam berhenti sejenak melihat Malik, kulihat dia kaget setengah mati seperti melihat setan saja, padahal setiap hari dia melihat setan.
“Am, sini, kenalin ini Malik, Bos perusahaan Ayi.”
“Ayi?” Malik bertanya.
“Ya sebutan hormat untuk aku, pewaris karuhun.”
“Ser!” Malik teriak.
“Apa sih Malik, malu ih.” Aku kaget dan melihat ke sekelilingku yang ternyata memperhatikan kami karena bentakan Malik padaku.
Malik menatapku dan Aam dengan tajam.
“Aku ga suka kamu menyentuh ranah itu, kita percepat pernikahan ok, kita menikah sederhana saja, kamu tidak boleh menyentuh areal itu lagi.”
“Kenapa? Aku sekarang sudah mulai bisa menerimanya Malik.”
“Aku perintahkan kau untuk menurutiku, atau ...”
“Atau apa? Kamu mau memecatku? Meminta semua pemberianmu kembali atau mau menikah dengan Hani?!” Aku menangis, kulihat Aam kaget karena melihatku begitu lemah dihadapan Malik.
“Atau ... Kuhabisi semua peliharaanmu.” Malik berbicara sambil menarikku mendekat, matanya berubah menjadi merah, tapi aku tidak takut, kulihat Panglima mendekat membawa karembo hejo, Malik melihat kearah Panglima lalu melepaskan tubuhku, sementara Aam ketakutan.
...
Ada apa dengan Malik? Kenapa dia terlihat menakutkan tadi? Aku bermaksud keluar dari rumah sakit meninggalkan Malik dengan kemarahannya, Aam sudah pergi duluan, dari jauh kulihat ada seorang Wanita Tua sedang duduk melihat kearah kamar, dia menggunakan baju pasien, aku lewat dan mengucapkan permisi padanya, lalu kuteruskan perjalanan, aku kembali berjalan dan ....
“Loh, kok Nenek-nenek tadi? Loh kok ini lorong yang sama, tadi kan udah lewat sini?” aku bicara sendiri dan mempercepat langkahku, kembali kubilang permisi, lalu aku berlari melewati lorong, dan lagi - lagi lorong dan nenek-nenek yang sama, ada apa ini? Kenapa aku kembali lagi ketempat yang sama? Mungkin nenek itu tahu jawabannya, karena begitu aku sadar, disini, dirumah sakit besar ini, hanya ada kami berdua.
“Assalamualaikum.” Aku menyapa, Nenek itu berpaling kearahku dan tersenyum tapi wajahnya sedih.
“Boleh minta tolong?” Nenek itu bertanya masih sambil tersenyum, Lalu ia cekikikan mendekatiku, memegang tanganku, seluruh tubuhku lemas aku tidak berdaya, nenek ini menyeretku dengan tubuh rentanya sambil bersiul, dia menyeret kakiku sehingga badanku jatuh kelantai, kulihat ada banyak anak kecil di ujung lorong, seperti sedang kelaparan dan menunggu untuk dikasih makan.
Aku panik, lidahku kelu aku tidak bisa memanggil Panglima dan Raden, Ya Allah Sang Pemilik Alam, bantu aku.
_____________________________
Catatan Penulis :
Cinta itu tentang Hati, bagaimana hati berkata maka di sanalah cinta bertakhta, aku pernah pada persimpangan dimana cinta selalu berakhir, lalu denganmu mengapa cinta yang tak pernah terucapkan tak pernah berakhir.
Mungkin ini namanya kesetiaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rikko Nur Bakti
jempol
2023-10-23
0
Putra
pewaris tahta Karuhun tapi gak punya duit 🤣🤣🤣
2023-06-16
1
Mey-mey89
semangat thorrr.
2023-06-15
1