“Malik, Aku sudah email surat resign.” Lalu langsung kututup telpon rumahku.
Dulu sekali, ketika kami mulai dekat, waktu itu umurku 13 tahun, aku masuk sekolah unggulan, dia murid yang populer karena tampan, jenius dan dari keluarga yang kaya raya.
Dia sangat pendiam dan katanya arogan kalau ada perempuan yang mendekatinya dia akan mempermalukannya, itu alasan kenapa aku tidak pernah bilang bahwa aku menyukainya, dari sekolah kelas 6 SD dan SMP aku mengekor berpura-pura sebagai sahabatnya, aku juga tidak tahu kapan tepatnya aku mulai mengekor padanya.
Namun ketika kelas 1 SMA kami lagi-lagi sekelas selama 3 tahun berturut-turut dan dia pernah bilang bahwa tidak ada wanita lain yang lebih pintar dariku, bahkan dia pernah memutuskan pacarnya karena berani menghinaku, si gadis miskin yang tidak pantas mengekor pada Malik, ya waktu itu keadaan ekonomiku sangat buruk, aku memaksa mama untuk menyekolahkanku di tempat unggulan, aku memang dapat beasiswa, tapi untuk yang lainnya mama masih harus kerja keras.
Aku bermain-main dengan hubungan persahabatan palsu, karena kalau sampai Malik tahu aku menyukainya bahkan mencintainya dia akan pergi menjauh, dia tidak suka wanita yang mencintai berlebihan sampai mengekor, dia tidak suka dicemburui, dia tidak suka dikekang, banyak korbannya, dia tidak pernah lama berpacaran paling lama 3 bulan dan hebatnya aku mampu bersahabat denganya selama kurang lebih 20 tahun, aku mampu bertahan disisinya selama itu, aku memang tidak pernah jadi kekasihnya, tapi posisiku lebih tinggi dari kekasihnya.
Sekarang berbeda, aku pikir aku lelah, aku ingin lebih, Malik. Aku lelah pura-pura menjadi sahabat dan menahan rasa sakit begitu dalam saat kamu bermesraan dengan kekasih-kekasihmu, dulu setiap kali kamu berkencan kamu selalu mengajakku, katamu aku adalah pelindungmu dari wanita yang tidak tepat dan aku selalu merasa tidak ada yang tepat disisimu selain aku.
...
“Ser, kamu semakin berumur kenapa semakin seperti anak kecil, tidak bisakah kita bicarakan dengan baik?” Malik datang kerumah mama segera setelah ku telepon tadi, sementara mataku sembab karena tidak berhenti menangis.
“Malik, aku ingin menikah, umurku sudah 31.”
“Lalu? Kenapa kamu menolak lamaranku?”
“Malik, apakah kamu mencintaiku?”
Malik terdiam, dia tidak memandangku, aku tahu jawabannya.
“Malik, aku lelah.” Aku mulai menangis.
“Ser.” Malik benci setiap melihatku menangis, kalau ada orang yang berani membuatku menangis dulu ketika kami masih sekolah, entah perempuan atau lelaki dia akan langsung menghajar orang tersebut, bahkan membuat orang itu di DO.
“Malik dengar baik-baik, aku akan memberitahumu tentang satu hal, ini berat karena aku tau aku akan kehilanganmu setelah memberitahumu.”
“Sera cukup, aku pikir kita .... ”
“Sudah 20 tahun aku memendam rasa ini Malik, dulu ketika SD ku pikir mungkin ini hanya kekaguman, kamu baik, tampan dan kaya, bahkan aku pernah silau hanya karena mainan yang kamu bagikan kepada kami, lalu satu tahun kemudian kita masuk SMP, aku mati-matian belajar supaya masuk ke SMP yang sama denganmu, aku bahkan memaksa mama membayar lebih mahal hanya untuk mengekor denganmu, selanjutnya kamu tau, aku tidak pernah melepaskanmu, sampai sekarang,” Aku kembali menangis, aku berhenti sebentar karena sedikit sesak membicarakannya.
“Malik aku menyadari sekarang bahwa aku tidak cukup pantas untuk seorang Malik, makanya kamu hanya menawarkan dokumen pernikahan, kalaupun aku akhirnya menikah, aku tetap akan merasa kosong karena aku tau kamu tidak mencintaiku.”
“Jadi kamu fikir aku mencintai Hani?” Malik terlihat akrab sekali dengan menyebut nama perempuan itu.
“Lalu apa lagi?” aku bertanya.
“Ayolah bukannya kau mengenalku?”
“Keuntungan, keuntungan apa yang dia berikan sampai kau mau menjalin hubungan dengan wanita itu?” Malik memang tidak pernah menjalin hubungan tanpa memanfaatkan, aku tahu busuknya Malik tapi bodohnya, aku tidak bisa melepaskan rasa cinta ini.
“Dia hanya batu loncatan, aku perlu seseorang yang cukup good looking dan pintar untuk beberapa meeting, itu saja, lalu gosip itu menyebar.”
Malik, enteng sekali kau mengungkapkan alasannya, kenapa Hani, bukankah dulu selalu aku? Mungkin dia mulai malu karena meeting terakhir kemarin yang katanya, aku merobek surat perjanjian itu, padahal seingatku aku pingsan, Ya aku memang wanita aneh yang memalukan, andai aku secantik Hani.
“Malik aku capek, bisakah kamu pulang.” Aku masuk kedalam dan menutup pintu, aku menangis sejadi-jadinya didalam kamar, kulihat mama masuk dan memelukku, cukup pelukan mama, cukup untuk hatiku yang sakit.
...
“Kamu yakin Mbak?” mama membantuku memasukan semua bajuku kedalam ransel, hari ini rencanannya aku akan kekampung ayah, aku dapat kabar bahwa ayah yang telah meninggalkan kami dulu karena perempuan lain, saat ini sakit keras, Mas Ridho, Mbak Ayu dan Seina udah ke sana duluan, kemarin aku menolak karena aku benci ayahku, mungkin ini pertemuan terakhir tidak ada salahnya memaafkan.
“Iya Ma yakin, Mama mau ikut?”
“Ogah!” Mama melengos.
“Masih baper? Belum move on?”
“Mbak ah, udah cepet, nanti keburu siang trus nyampe sana malem.”
“Ok, bos.”
Akupun pergi ke terminal, aku memang memilih pergi menggunakan bis, tiket kereta tidak dapat karena kepergianku yang mendadak dan tidak ada bandara di kampung halaman ayahku.
Aku membeli tiket di terminal dan menunggu bis ku, tidak lama bisku datang, aku langsung naik dan duduk dibangku paling tengah, aku mau tidur saja, cukup lama untuk sampai kampung Ayahku, sekitar 6 jam perjalanan menggunakan bis, dilanjutkan dengan angkutan umum untuk sampai kerumahnya.
Kulihat telepon genggamku tidak ada pesan apapun dari Malik setelah dua hari lalu dia datang kerumah, bis mulai melaju.
Entahlah sudah berapa lama, kulihat jam tangan tiba-tiba rusak, jam tanganku mati, aku mengetuk-ngetuk jam tangan itu.
“Ser, ser.” Samar-samar kudengar ada yang memanggilku.
“Seirahhhhh!!!” aku kaget dan langsung berdiri, berusaha mencari yang memanggil tadi KOSONG! Tidak ada siapapun selain aku, bis masih melaju.
Dimana ini? Aku melihat keluar, berusaha mencaritahu sudah sampai mana, gelap, tidak kelihatan apapun diluar sana, tidak ada lampu jalan, dimana ini?! Aku berlari kedepan dan kulihat bahkan tidak ada supir tapi bis masih melaju dengan kencang, ya Allah apalagi ini? Apakah aku terjebak lagi, sekarang Pak Hanif tidak mungkin akan menolongku, dia jauh dari sini.
Aku sekali lagi melihat keluar jendela dan kaca depan supir, hanya ada pohon-pohon ini seperti, di hutan! ya Allah apakah aku akan mati? Kulihat sesepanjang jalan dihutan ini ada banyak makhluk-makhluk itu, mereka yang memiliki rupa sangat menakutkan, pucat dan tubuh tidak utuh, bahkan ada yang berpakaian seperti pendaki gunung tapi mereka sudah bukan manusia lagi, mereka berusaha masuk kedalam bis, aku takut Malik, Malik tolong aku.
Bis berhenti dan ‘mereka’ mulai masuk, dari pintu depan, pintu belakang dan jendela, aku gemetaran, apa yang harus aku lakukan ya Allah, aku berada di tengah bis, mereka mulai mendekat, ada yang menyeret kakinya, ada yang jalan dengan mengesot, ada yang meloncat, bahkan ada yang terbang, sesaat aku teringat perkataan Abah.
“Panglima Erlangga, Raden Ammardharma!!!” Aku berteriak, tidak lama BUMMM!!! Terdengar seperti ada yang jatuh di atas bis, lalu kulihat si belang tiga dan si putih menghajar habis makhluk-makhluk itu.
Setelah selesai yang di atap, mereka berdua masuk melalui pintudepan dan belakang. Mereka menghabisi semua makhluk yang berusaha mendekatiku, aku berlari mendekati si belang tiga.
Kucing-kucing raksasa itu menyuruhku lagi-lagi naik kepunggung si belang tiga, setelah menaiki punggungnya, si belang tiga langsung turun dari bis dengan menembus makhluk yang tidak ada habisnya ini, dia menggendongku di punggung sambil menghajar mereka dengan cakarnya, dia galak dan mahir sekali membantai, setelah selesai dengan bis itu, si belang tiga berlari secepat yang dia bisa, aku berpegangan sangat kuat, di belakang kulihat si putih mengikuti tidak kalah cepatnya.
Mereka menembus hutan dengan sangat cepat, aku memeluk si belang tiga sangat kencang, aku menangis sejadi-jadinya karena ketakutan.
Tidak lama kami sudah keluar hutan dan kembali ke jalan raya, lalu aku turun dari punggung si belang tiga dan kami bertiga berjalan di pinggir jalan, ada beberapa mobil yang lalu lalang tapi aku memutuskan jalan dengan mereka saja. aneh kan, waktu kecil aku takut sekali dengan si belang tiga tapi ternyata dia yang melindungiku.
“Panglima Erlangga.” Aku menebak bahwa si belang tiga lah panglima.
“Hmm.” Dia berdehem, dehemnya saja buat kupingku sakit, tapi tebakanku benar, dialah si Panglima
“Kamu tidak bisa bicara denganku?”
“Bisa.” Aku takjub karena si belang tiga berbicara walau suaranya berat sekali dan terdengar seperti kakek-kakek.
“Kenapa aku ada di bis itu?”
“Mereka membawamu saat kau tertidur, titik terlemahmu adalah ketika kau tidur.”
“Lalu apa tujuan mereka?”
“Tubuhmu, mereka ingin menumpang.”
“Kenapa harus aku? Kenapa tidak orang lain?”
“Karena kamu Ayi Mahogra, Ayi Istimewa, Ayi yang dilahirkan hanya 350 tahun sekali, mereka tidak hanya bisa menumpang ke tubuhmu seenaknya, tapi mereka yang menguasaimu akan mampu menjadi pemimpin dari para ... Nginngggggg, lagi-lagi kupingku berdengung, sepertinya Panglima mencoba mengucapkan kata itu.
“Panglima bisa kah kamu mengulang kata itu.” Panglima menatapku tajam, lalu dia menggeleng.
“Segelnya tertancap kuat, tidak bisa Ayi, bahaya kamu bisa kejang atau pecah pembuluh darah, mamamu memberimu air penyegel dulu waktu kamu kecil, air itu menyegel darah yang mengalir di seluruh tubuhmu, menutup kemampuan mata batinmu dengan sempurna, kemungkinan yang menyegel saat ini sedang sakit keras, makanya kamu mulai bisa melihat lagi, tapi segelannya masih menempel dengan baik, tunggu sampai penyegelmu wafat, semua akan bisa kamu lihat.”
“Apa maksudmu semua hal yang sudah kulihat belum benar-benar semua, maksudmu apalagi yang mampu kulihat?” Aku kaget dengan penjelasan Panglima.
“Ayi istimewa tidak butuh perantara, Ayi sepertimu berdiri di dua dunia dengan kedua kakimu, bahkan Ayi sejenismu bisa menghancurkan puluhan pulau hanya dengan menyabet selendang hijau milik leluhurmu.”
Aku berhenti berjalan, kepalaku sakit, kalau saja nenek moyangku menurunkan harta yang berlimpah aku lebih suka dari pada karuhun seperti ini.
“Panglima aku lelah bisakah kita tunggu bis untuk sampai ditempat Ayah?”
“Naik kepunggungku.”
“Ok.” Aku naik dan dalam hitungan sekejap aku sampai di rumah Ayah.
“Kenapa nggak bilang dari tadi kalau bisa begini? Kan nggak capek jalan.” Aku protes pada panglima.
Sudah ada bendera kuning, Ayah sudah wafat ada rupanya. Aku tidak bisa menangis, aku tidak terlalu dekat dengannya, dia meninggalkan kami ketika aku umur 7 tahun, Adikku bahkan ketika itu baru lahir dan ibuku diceraikan hanya lewat surat.
Aku melangkah masuk kerumah, tapi sebentar semua orang memandangku, semua orang lalu berbisik, sedetik kemudian kupingku berdengung terus menerus, mereka mengucapkan kata-kata itu, makanya kupingku berdengung, Kakakku datang dan menarikku keluar.
“Ngapain kesini?”
“Ya mau jenguk ayahlah.”
“Kemaren Mas ajak nggak mau, kenapa sekarang pergi sendiri?”
“Mas, Ayah udah ga ada?”
“Iya Mbak, Ayah meninggal subuh tadi.” Mas Ridho menjawab.
“Seira!” ada seorang lelaki mungkin umurnya sekitar 50an, dia menyapaku.
“Iya, siapa ya?” Aku tidak mengenalnya.
“Ini Mang Engkus, Adiknya Ayah.”
“Oh, iya Mang, maaf.”
“Ya wajarlah kita kan terakhir ketemu kamu masih bayi, kenapa diluar?”
“Nggak apa-apa,” Mas Ridho yang menjawab. “Mas kedalem ya, kamu diluar aja.”
“Iya mas.” Aku lalu duduk dibangku terdekat, laki-laki yang mengaku Adik Ayahku ini mengikutiku.
“Mereka bawaan kamu?”
“Mang Engkus, bisa liat juga?”
“Bisa atuh, dikeluarga kita mana ada yang polos, kamu, kakakmu dan adikmu juga bisa, cuma tidak setinggi kamu, kamu dikasih Karuhun.”
“Aku melihat kearahnya.”
“Kenapa kaget? Ayah kamu juga punya karuhun, emang ga keliatan itu yang pada dateng dari hutan, banyak kan?”
“I-iya Mang.”
“Itu mereka peliharaan bapak kamu semua, cuma ya gitu, bapak kamu pakainya cuma buat narik cewek. Astagfirullah, maaf ya Neng, orang meninggal mah ga boleh diomongin keburukannya.”
Sepertinya Mang Engkus ini orang yang baik dan memiliki pengalaman tentang dunia seperti ini.
“Seira nginep kan? Kalau nginep tidurnya jangan di dekat pintu luar ya, jangan di kamar ayah juga, kalau mau pulang jangan malam-malam, bahaya.”
“Kenapa aku tidak boleh tidur didekat pintu Mang?”
“Yah, nanti kalau orang mau masuk susah dong kan ada badan kamu.” Ealahhhh, dia malah bercanda kirain kenapa, aku hanya tersenyum sementara dia tertawa.
“Neng, ini kenalin anak Emang, namanya Aam, dia juga pegang Karuhun dari Ibunya, kalau ada yang mau ditanya-tanya bisa tanya ke dia.”
“Halo, saya Seira.” Kami pun berkenalan, Aam memiliki wajah khas orang Sunda, dagu yang lancip dan kulit yang putih, tutur katanya juga santun, tidak pernah mengintimidasi atau merendahkan, sangat santun dan ramah, tapi sedikit kekanak-kanakan, umurnya memang dibawahku 2 tahun.
“Am, kamu sadar punya Karuhun umur berapa?”
“Umur 7 tahun Ayi.”
“Wah lebih kecil dari aku ya, kalau aku umur 11 tahun Am, berat banget banyak yang bilang aku gila atau cari perhatian, dulu.”
“Ya kan mereka ga ngerti Ayi.”
“Panggil nama aja.”
“Nggak boleh Ayi, di susunan keluarga kita, Ayi paling tinggi, Aam ga boleh panggil nama.”
“Yaelah Am, santai aja, masa cuma karena Bokap lo adiknya Bokap gue, lu harus kaku gitu.”
“Bukan Ayi, bukan karena itu.”
“Maksudnya?” ku kira Aam hanya menghormatiku karena menganggap ayahku adalah pamannya.
“Ayi itu bukan sekedar anak perempuan di tanah Sunda, Ayi sebutan untuk pemilik Karuhun tertinggi, kami bahkan tdak boleh sembarangan berbicara dengan Ayi.”
“Am, gue agak risih ya dengan status-status kayak gitu, gue ga suka orang tuh dikotak-kotakin karena status, gue santai kok.”
“Ayi memang baik dan Ayi Mahogra selalu Ayi yang terbaik, tapi para Tetua tidak sama dengan Ayi, para Tetua akan marah kalau tau Aam tidak menghormati Ayi dan hukumannya akan sangat berat.”
“Oh ya, apa hukuman terberat itu?”
“Mmm, yang paling berat ya pencabutan Karuhun dan mata batin, jadinya kita akan menjadi manusia biasa aja.”
“Loh, serius itu ada hukuman kayak gitu? Kita mesti gimana supaya dihukum kayak gitu?” Aha, aku punya ide, aku buat aja kesalahan trus aku dihukum deh, diilangin kekuatan, ide yang briliant.
“Ya, yang paling berat kita bisa membuat orang mati dengan kekuatan kita.”
“Waduh! Wah itu mah berat bener, ga ada yg ga berhubungan sama orang lain apa?”
“Kenapa? Ayi mau dihilangkan kekuatannya?”
“Wah, kamu pintar ya, tau aja maksudku.”
“Semua peraturan itu tidak berlaku untuk Ayi, karena Ayi pemegang tampuk kekuasaan tertinggi, jika pun Ayi membunuh seseorang pasti untuk hal baik akan di maafkan.”
Ternyata salah, bukan ide briliant, statusku ternyata untouchable, sepertinya aku memang ditakdirkan terikat dengan kekuatan ini.
“Kan bisa saja aku atau Ayi lain melakukan hal jahat, kenapa kami diistimewakan?”
“Tidak mungkin Ayi, Ayi terlahir dengan keluhuran budi dan bakat, Ayi bisa saja melakukan dosa karena Ayi manusia, tapi Ayi sudah pasti memikirkan terlebih dahulu baik buruknya karena memang para Ayi diberi keluhuran budi dan bakat, Ayi apakah Ayi tau bahwa intuisi Ayi selalu benar dan apakah Ayi merasakan bahwa Ayi bisa memprediksi apapun terlebih dahulu sebelum orang lain, itu karena Ayi terlahir dengan status Mahogra dan semua Mahogra berjenis kelamin wanita, karena dengan lahirnya Ayi, maka keturunan selanjutnya adalah para pelindung dengan budi dan bakat yang dekat dengan ibunya. Apakah Ayi sudah ketemu ngiiiiingggggggg .... ”
“Sorry.” Lagi-lagi kupingku berdengung kencang sekali, “apapun yang kamu katakan terakhir jangan disebutkan didepanku ya, kupingku sakit, soalnya seharian ini semua orang berkata kalimat yang tidak boleh disebutkan didepanku.”
“Ayi, boleh Aam minta tolong?”
“Boleh dong, apa itu Am?” Aku merasa sudah menganggap dia adalah adikku, makanya aku akan membantu dia, lagian itung-itung punya sekutu yang senasib.
“Ayi, Aam ingin kuliah, Ayah punya uangnya tapi Ayah tidak memperbolehkan, kata Ayah kita tidak boleh terlalu berat ke dunia, tapi Aam ingin kuliah ingin kerja dan ingin membahagiakan Ibu dan Ayah.”
“Wah bagus itu, trus Aku bisa bantu kamu apa?”
“Tolong ngomong ke Ayah, bujukin Ayah.”
“Emang mempan kalau Aku yang ngomong?”
“Siapa yang berani menentang Ayi Mahogra?” Aam tersenyum.
----------------------------------------
Catatan Penulis : Kalau ada yang bingung ini si Seira Ayi Putri Sunda tapi kenapa di keluarganya dipanggil Mbak dan Mas, Ok jadi begini ya ini Fiksi tapi memang harus Penulis akui bahwa landasan cerita ini memang benar terjadi, jadi Penulis tidak bisa keluar dari batasan itu, seperti Seira memanggil kakaknya dengan sebutan Mas dan kakaknya memanggil Seira dengan sebutan Mbak untuk membahasai adiknya bungsunya, Seina.
Jadi begini asal muasalnya kenapa Seira yang seorang Putri Sunda dipanggil dengan sebutan Jawa, itu karena Ibu Seira memiliki orang tua yang berasal dari Jawa, sehingga kebiasaan Ibunya terbawa ke keluarganya sendiri, walau kalau secara keturunan Ridho, Seira dan Seina adalah keturunan Sunda.
Yang bertanya ini cerita dari daerah mana, mohon maaf aku tidak bisa menjawab, karena aku mencoba menjaga identitas Seira yang asli, orangnya sekarang udah goodbye sama dunia ghaib dan hidup bahagia, jadi balik lagi Author ingetin bahwa ini kisah FIKSI, terinspirasi dari kejadian nyata.
Terima kasih untuk para pembaca yang tetap membaca tulisan sederhana ini, jangan lupa like dan koment ya, terima kasih sekali lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Moch Ali Sha'bana
emang ada beneran kah karuhun itu?
2024-10-21
0
Kustri
tulisan keren begini kau bilang biasa thor...
semangat thor💪💪💪
2024-05-28
0
🖤❣ DeffaSha ❣🖤
apakah seira itu kamu thorr???? 😊😊😊
2023-11-11
1