Begitu sampai Ibukota aku langsung ke Kampus lamaku, seperti janjiku akan membantu Aam untuk kuliah, memang masuk ke Kampus ini agak sulit, tapi aku tahu bahwa Aam pintar dia pasti mampu melewati tes masuk.
“Ayi yakin Am masuk kampus ini?” Aam terlihat tidak percaya diri.
“Iya lah, kalau gue cuma basa-basi ngapain gue ajak lo kesini.”
“Ayi, tapi kampus ini adalah kampus unggulan Ibukota, selain susah tes masuknya, biayanya juga mahal.”
“Masalah biaya gausah khawatir, Malik yang biayai, di kantor tuh kan ada program beasiswa, jadi biaya kamu kuliah ditanggung sepenuhnya sama perusahaan Malik, tapi untuk uang saku, Ayi masukin kamu kerja sebagai freelance ya di kantor. Kan, lumayan jamnya fleksibel tapi bisa nambah uang saku, masalah posisinya apa, nanti Ayi fikirin yang nggak ganggu kuliahmu, kalau masalah tes masuk ke kampus ini gue ataupun Malik ga bisa bantu selain beliin buku-buku buat panduan aja.”
“Makasih Ayi, Aam ga pernah nyangka bisa masuk kampus impian kayak gini.”
“Iya, yang penting setelah lulus ujian masuk, tekun sampe lulus, jangan pacaran.”
“Ya ga mungkinlah Am pacaran.”
“Eh, jangan bilang begitu, Mahasiswa disini cantik-cantik tau.”
“Cantik sih tapi kan bukan Kha .... ” nginggggggg!!!!
“Aduh Am, sakit kuping Ayi.” Kata-kata itu lagi.
“Sorry, sorry.”
“Yaudah, yuk kebagian administrasi untuk pendaftaran, untungnya ini musim pendaftaran Mahasiswa Baru, pas banget Am, udah rejeki kamu berarti.”
Kami pun langsung jalan ke tempat administrasi, sudah lama sekali memang aku tidak kesini, tapi memang tidak ada yang berubah di Kampus ini.
Aku mengurus segala keperluan administrasinya, Aam mengikuti saja, berasa punya anak yang udah mau masuk kuliah, Aam memang sekarang tanggung jawabku, aku akan selalu membantunya, aku walinya dan bertanggung jawab penuh atas semua urusan hidupnya, aku merasa Aam adalah anak baik yang jenius.
“Seira!” dari belakang ada yang memanggilku, kami sudah selesai mengurus administrasi pendaftaran kuliah Aam.
“Bayu!” Bagus sekali situasi ini, sedang ada masalah dengan Malik dan aku bertemu Bayu, sungguh madu ditengah paitnya jamu.
“Lagi apa Sei?”
“Lagi bantuin sepupu daftar, oh ya kenalin nih Aam, Am ini Bayu, teman kuliah Mbak sama Malik.” Aku memastikan Aam tidak memanggilku Ayi jadi kutekan pada kata Mbak.
“Oh, Iya saya Aam.” Mereka berjabat tangan.
“Sei, udah selesai belum? Makan siang yuk? Pasti belum makan kan?”
“Tau aja lo kayak dukun, yaudah yuk.” Aku mengikuti Bayu kearah kantin kampus, tempat kami dulu sering makan bareng, Malik memang tidak terlalu menyukai Bayu, bisa dibilang Bayu laki-laki pertama yang hampir saja membuatku bisa lepas dari cengkraman cinta sepihakku dengan Malik, sayang ternyata Bayu playboy, dia mendekatiku, mendekati Ratna, mendekati Diana, pokoknya siapa saja yang bisa dimanfaatkan, sebelas dua belaslah sama Malik, cuma Malik tidak mendekatiku, aku yang mendekatinya dan bahkan menawarkan diri untuk dimanfaatkan.
“Nasi Goreng pedes jangan pake sayur, telurnya di ceplok, bener kan Sei?” Bayu memesankan makanan kesukaanku, inilah yang membuat Bayu banyak disukai oleh Mahasiswi disini dulu, dia mengistimewakan setiap orang dengan mengingat kesukaannya atau hal yang tidak disukai.
“Yup, bener Bay, Am mau pesen apa? Pesen aja.” Aku menyuruh Aam untuk memesan.
“Sei, apa kabar? Masih sama Malik?” Bayu bertanya, setelah kami duduk dan makanan sudah tersedia di meja. Kantin ini cukup besar dengan berbagai makanan dari seluruh daerah indonesia, ada kafe juga yang memang tempatnya agak terpisah, kita bisa ngopi-ngopi santai di sana, dulu di kafe itu aku dan Malik sering nongkrong, tentu saja bersama kekasih-kekasihnya atau penggemar-penggemarnya.
“Iya masih kerja sama Malik.” Aku menegaskan bahwa aku tidak berpacaran. Kami hanya berhubungan secara profesional, walau Malik sekarang tahu aku mencintainya.
“Perusahaan Malik udah gede banget ya Sei, hebat dia, udah nikah belum si Malik?”
“Belum.” Aku menjawab singkat, malas ditanya-tanya.
“Kalau Sei, udah nikah?”
“Belum juga Bay, masih belum kepikiran kearah sana, lagian elu tanya-tanya, elu sendiri gimana?”
“Gue udah punya anak Sei, mau dua malah.” Seperti dugaanku, dia pasti sudah ada yang memiliki, lelaki tampan dan mapan ini dan satu lagi Playboy, mana sanggup dia hidup sendiri, makanya aku ga mau GR lagi dengan sikap manisnya.
“Wah, nikah ga ngundang, tiba-tiba udah ada anak aja.”
“Eh, enak aja, ngundang tau, dititipin ke Malik, emang Malik ga sampein?” Astaga Malik, masih aja ga suka Bayu, segitunya sampe ga kasih undangan titipan Bayu, dasar ga amanah! Tapi memang sebenarnya Malik paling anti tuh pergi-pergi ke acara yang banyak orang, kayak nikahan, ualng tahun bahkan Promnite pas kuliah aja dia nggak dateng, aku sudah merayunya dengan berbagai cara, dia nggak mau datang, sedangku datang sendirian, malu tapi itu kan pengalaman yang kita nggak akan bisa lewati lagi setelah lulus kuliah. Duh alasan apa aku ke Bayu, masa bilang kalau Malik sengaja nggak kasih.
“Bukan, mungkin waktu itu kita ada urusan bisnis ke luar kota, jadinya ya gitu deh si Malik lupa.”
“Sei, segitunya ya Malik ga suka ama gue.” Bayu tahu aku berbohong dan mencari alasan.
“Apa sih Bay, ga gitu lah.” Aku masih berusaha menyelamatkan nama Baik orang yang kucintai.
“Bayu .... ” dari arah belakang Bayu ada seorang Pria memanggil.
“Eh Qan, lu ngapain kesini?”
“Elu yang ngapain kesini? Gue kan Dosen disini.” Lelaki itu mendekati kami, sepertinya sangat akrab dengan Bayu, mereka kalau dilihat-lihat lumayan mirip.
“Oh Iya, ini kenalin Seira, temen kampus gue dulu, kebetulan ‘A gue ketemu disini, dia lagi daftarin sepupunya untuk kuliah, Sei kenalin ini Kakak gue, Aa Aqan Asta.”
“Aqan Asta.” Dia mengulurkan tangan untuk berjabat, akupun hendak menyambut uluran tangan itu dan memperkenalkan diri.
“Sei .... ” Ngiiiiiiiingggggggggggggggggggggggggg, kupingku berdengung kencang, tubuhku terpental cukup jauh dari tempat berdiri tepat setelah tanganku menyentuh tangan lelaki itu, Aam sigap menahan badanku, bahkan Aam saja terseret beberapa centi kebelakang.
“Ayi!” Lelaki itu berteriak, kenapa dia tahu panggilanku? Kepalaku sakit sekali, hidungku berdarah, kupingku juga, aku tidak kuat menahan badanku, dadaku terasa sakit, degub jantungku berdetak tidak karuan, seketika aku ambruk.
Dimana ini, aku merasa sedang rebah di sebuah kendaraan, dari bunyi sirinenya aku tau aku di ambulan, kulihat Aam memegang tanganku, disisi lain ada lelaki itu, siapa namanya? Aqan Asta, aku pingsan lagi.
“Bagaimana keadaan Mbak saya Dok?” kudengar Aam panik.
“Pembuluh darah pecah di bagian otak, pendarahan akan kami hentikan dulu, siapa yang bertanggung jawab sebagai Wali?” Dokter berkata.
“Saya.” samar-samar aku mendengar suara Malik, aku berusaha membuka mataku, ternyata benar, dia mendekatiku, meraih tanganku dan berbisik, “Aku tak akan pernah melepaskan tanganmu, bertahanlah Sera.” Aku menangis, kepalaku sakit sekali.
...
“Aam.” Aku memanggil Aam yang tiduran di sampingku.
“Ayi, ayi sudah siuman?”
Aku melihat sekeliling, ada Malik sedang tidur di sofa, ada mama, Seina dan Mas Ridho juga, separah itukah keadaanku? Malik tidak pernah memanggil keluargaku kalau keadaannya tidak darurat.
“Berapa lama aku tidak sadarkan diri Am?”
“3 hari Ayi.”
Apa selama itu? kulihat semua bangun dan mendekati tempat tidurku, Mamah matanya bengkak, seperti menangis terus menerus.
“Aku nggak apa-apa kok Mah.”
Mama mengecup keningku.
“Malik.” Aku menyapanya, matanya tidak kalah sembab. Menangiskah kau Malik? Atau hanya khawatir bahwa dengan celakanya aku maka kau akan kehilangan manfaat dariku?
Ada apa ini? Yang aku ingat terakhir kali aku berjabat tangan dengan Aqan Asta dan tiba-tiba kupingku berdengung hebat dan semua badanku sakit, persendianku lemas dan kepalaku seperti dihantam batu yang besar sekali, bahkan sakitnya masih teringat sampai sekarang. Siapa pria itu, kenapa efeknya parah sekali sampai pembuluh darahku pecah hanya dengan berjabat tangan saja, bahkan Aqan Asta tidak menyebutkan kata-kata itu, kata-kata yang terlarang, tapi kenapa pembuluh darahku pecah.
Tapi apapun itu tidak seharusnya Malik memanggil keluargaku kasihan mama pasti khawatir, dia menjagaku beberapa hari ini setelah aku sadar, Mas Ridho, Mbak Ayu dan Seina sudah pulang kemarin, hari ini mama bilang akan pulang karena Malik suruh pulang dan istirahat, Malik akan menjagaku selanjutnya, mama sangat percaya Malik makanya nurut.
“Ser, aku akan ada pertemuan bisnis di beberapa daerah, jangan keluar dari rumah sakit ya, Aam sedang sibuk dengan kampusnya, didepan aku suruh 2 penjaga menjagamu dan akan ada perawat khusus yang aku sewa untuk menjagamu disini, perawat itu akan fokus hanya menjagamu.”
“Apa? Penjaga? Aku sedang dikurung Malik?”
“Sera, ayolah. bisa jangan membantah lagi, ok?”
“Malik, aku ingin bertemu Aqan Asta, aku harus dapat penjelasan.”
Aku sudah merasa sehat, tapi Malik berkeras supaya aku tetap di rumah sakit ini, pakai penjaga segala, Aam juga pasti diusir bukan sedang sibuk ngurus kampusnya.
“Tidak boleh, dia orang yang harus kamu hindari, ingat dia tidak baik untukmu, jangan pernah menemui dia.” Malik berkata dengan dingin.
Apa menurutnya hanya dia yang baik untukku sementara dia menutupi banyak hal.
Aku hanya mengangguk, berusaha terlihat menurut seperti biasanya, aku akan cari cara supaya bisa keluar dari kamar ini, Panglima dan Raden pasti bisa membantuku.
Malik keluar dari kamarku untuk pertemuan bisnisnya, aku tunggu satu jam untuk bersiap pergi, untung kemaren Mamah bawa baju gantiku.
“Panglima Erlangga dan Raden Ammardharma!” aku memanggil berbisik tapi dengan penekanan yang penuh.
Tak lama mereka muncul, aku bilang aku butuh bantuan untuk keluar, mereka membuat dua pernjaga di depan pingsan, entah dengan cara apa.
Aku berlari dengan pakaian pasienku yang sudah kuganti, aku melewati setiap lorong dan berusaha agar aku terlihat santai seperti bukan Pasien.
“Bu Seira!” Sial seorang Dokter menegenaliku, Aku tidak menjawabnya, aku berlari secepat kilat, dokter itu berteriak “Kejar, dia pasien kabur!” Semua perawat dan penjaga mengejarku, aku lewat tangga darurat terdekat, akan sulit untuk kabur hanya dengan berlari, ini masih lantai 7, akupun belum pulih, Malik memang tidak tanggung-tanggung dalam merawatku, memilihkanku Rumah Sakit yang besar.
“Bagaimana ini Panglima?” Aku mencoba mendapatkan cara.
“Naik.” Panglima menyuruhku naik ke punggungnya, tidak lama aku sudah dilantai paling bawah, kubuka pintu tangga daruratnya, seharusnya mereka yang mengejarku belum sampai.
Begitu aku sampai pintu Lobby Rumah Sakit aku melihat Aqan Asta, dia tersenyum, lalu berkata, “Lebih cepat dari dugaanku.” Lalu dia membuka jaketnya dan memakaikannya padaku dan kami berlari keluar menuju parkiran mobilnya.
“Kita mau kemana?” Aku sudah di Mobil Aqan Asta, aku bingung dari tadi dia hanya diam saja tidak bertanya tidak juga memberi jawaban, entah fokus menyetir atau memang tidak ingin berbicara padaku.
“Ke tempat dimana kamu bisa menemukan semua jawaban dari pertanyaan kamu.”
Aqan Asta tersenyum, senyumnya manis sekali, kemarin aku tidak memperhatikan, ternyata dia tampan sekali, rambutnya klimis rapih, wajahnya bersih dan bercahaya, komposisi wajahnya sangat sempurna, duniaku seperti teralihkan sesaat.
Astagfirullah Seira, disaat seperti ini mataku masih saja nakal!
_________________
Catatan Penulis :
Wajahmu mungkin bisa berbohong, tapi hatimu tetaplah bersih, tidak mampu berbohong, dan mata adalah caramu jujur, karena mata selalu memancarkan hatimu.
Aku menulis dan menciptakan tokoh ini dengan hati, semoga pembaca juga membaca dengan hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dhe Bubuh
kharisma jagat palingan juga
2024-11-10
0
Kustri
apa kata 'kharuhun' yg mau di sampaikan ke ayi
2024-05-28
1
Rikko Nur Bakti
amiin
2023-10-24
0