Astagfirullah, wanita buruk rupa itu lagi
Dia mengetuk pintu kamarku.
Dug ... dug ... dug
Ketukannya perlahan tapi begitu menyayat, dia menyadari aku telah mengintipnya dari lubang intip, dia lalu menyeringai padaku.
“Pergi kau! Aku tidak memiliki apapun yang kamu inginkan!” Aku mundur dan mulai menangis.
“Seiraaa ... buka pintunya sayang.” Wanita buruk rupa itu berbicara di balik pintu.
Aku segera mengambil tasku, aku merasa ada yang tidak beres dengan hotel ini, kenapa dia bisa masuk dan mengetuk pintu itu, tapi kalau dia setan, kenapa dia harus menget ....
“Seiraaa .... “ ada yang berbicara di belakangku, tepatnya di tengkukku, dingin sekali.
Aku berbalik dengan perlahan, aku merasakan ada seseorang di belakang, seluruh tubuh bagian belakangku sangat dingin.
Saat aku berbalik, Astagfirullah!!! bukankah wanita buruk rupa ini ada di pintu luar, berarti dia bukan manusia, dia setan!
Aku berlari ke arah pintu, tas sudah kutenteng, untung tadi belum sempat mengluarkan isi tasku.
Aku berjalan dengan cepat, berlari kecil kearah pintu.
Sial! Pintu terkunci, kuncinya dimana? Aku mencoba mengingat, sementara wanita buruk rupa itu hilang entah kemana.
Aku meraba seluruh kantong baju dan celanaku, tidak ada kunciku disana sambil memandang sekeliling, aku takut dia datang lagi.
Aku mendekati kamar dan mencari keseluruh bagian di kasur tempatku tadi sempat tidur beberapa menit, siapa tahu jatuh disana, aku terus mereba kasurnya, dan ....
Tanganku di tarik oleh sesuatu dari balik sprei kasur ini! Aku berusaha melepaskan tanganku, oh Tuhan apalagi ini? Aku menarik tanganku dengan kencang, lalu badanku terjungkal karena tarikan kerasku, saat badanku jatuh ke lantai aku merasa telah menindih sesuatu, sesuatu yang berbau anyir dan dingin, aku menoleh kebelakang.
Wanita buruk rupa itu lagi, tapi ini adalah yang di perahu telah mengguyurku dengan air kotoran dari mulutnya. Dia mencengkram tubuhku dari belakang, dia memegang pinggangku dengan erat, lalu menyeret tubuhku yang masih menindih tubuhnya, kami bahkan sekarang ada di atap kamar ini, lalu seketika wanita buruk rupa ini melepaskan pegangannya padaku, sontak aku jatuh tepat di lantai keramik, wajahku mendarat lebih dulu.
Sakit sekali, wajahku penuh dengan darah, darah keluar dari mulut, hidung dan pelipisku. Aku menyesal telah datang ke sini sendirian, seharusnya aku mendengar kata-kata Malik. Malik, tolong aku ....
Aku berusaha bangkit dengan rasa sakit yang begitu hebat di sekitar muka, tidak sengaja aku melihat kunci kamarku ada di kolong tempat tidur, aku meengerahkan semua kekuatan yang tersisa untuk mengabilnya, aku mngulurkan tanganku ke kolong tepat tidur, aku berusaha meraih kuncinya, lalu tiba-tiba lampu padam.
Aku menangis sejadinya, kenapa aku bodoh berani datang ke pulau ini, kenapa aku bodoh, berkali-kali aku mengutuk diriku, sekarang untuk keluar dari kamar ini saja aku harus babak belur.
Diantara keputusasaan, aku masih berusaha meraih kunci kamarku, kuraba semua permukaan lantai agar bisa meraih kuncinya, di kegelapan seperti ini sulit mlihat, apalagi letaknya di kolong tempat tidur.
“Kena!” kuncinya teraba, aku menarik kunci itu keluar dari kolong tempat tidur.
“Aahhh!!!” aku melepas kunci itu karena bersamaan dengan kunci itu ada tangan buntung yang ikut terbawa.
Aku gemetar, karena tangan itu busuk dan masih bergerak, dia tidak melepaskan kuncinya, lalu tangan itu terbang, aku berlari kearah pintu, tangan buntung busuk itu mencengkram leherku, aku membelakangi pintu, aku memang sengaja berlari kearah sini, kulihat kunci pintu masih menggantung di tangan busuk ini, aku mematahkan jari kelingkingnya yang memang sudah busuk untuk mengambil kuncinya, begitu dapat aku langsung mencoba membuka pintu, sementara leherku sudah di cekik dengan kencang, diantara sesak nafas dan sakit di cekik aku berusaha membuka pintu.
Berhasil!!! Pintu terbuka, aku segera memegang tangan busuk itu dan sekuat tenaga melepaskannya dari leherku, begitu terlepas aku berlari sekencang yang aku bisa, semua gelap, lorong ini terasa aneh, sepertinya panjang sekali, aku berlari terus berlari sekencang-kencangnya, aku tidak menemukan ujung dari lorong gelap ini, aku ngos-ngosan dan mulai kelelahan.
Aku pun berhenti, aku berusaha melihat keadaan sekitar, lalu ada cekikikan aneh, satu, dua, tiga lalu mereka tertawa berbarengan, tertawa yang begitu bergemuruh, mereka seperti melihat aku sedang melawak, menertawakan ketololanku berlari dan terus berlari.
Tapi mereka tidak terlihat, dimana aku, kenapa lorong ini terlihat berbeda, kenapa semua tembok bahkan bukan hanya mengelupas, tapi sudah berdebu tebal sekali, aku menyentuh temboknya, bahkan debu ini sangat tebal, seperti bangunan yang sudah lama di tinggalkan.
Di tengah ketakutan, dari belakang lamat-lamat kudengar ada langkah kaki yang di seret, aku segera menengok.
“Kau ... kau anak pemilik hotel kan?” Aku berteriak, karena jarak kami memang jauh. Dia masih terus saja berjalan kearahku tanpa menjawab, akupun sama, berlari kearahnya.
“Kau tau kemana pintu keluar hotel ini? Aku tersesat, kenapa lorong ini tidak seperti sebelumya, ada lukisan, ada lampu-lampu ada karpet kena .... “ Saat aku berbicara, anak pemilik hotel ini tertawa dengan mendesis, aku mundur.
“Entahlah Seira,” dia akhirnya menjawab. “entahlah, apa kami mau mengeluarkanmu dari sini, lalu dia menunjukan wajahnya, tidak ada wajah disana! Hanya ada tengkorak yang di balut rambut panjang, bukankah kata pegawai yang mengantarku tadi dia anak pemilik hotel, tapi sepertinya bukan!
Aku kembali berlari, terus berlari, sampai ...
“Bu Seira.” Aku menengok ke arah suara yang memanggilku, dia pegawai yang mengantarku tadi kekamar ini.
“Mas, Mas, tolong saya!” Aku mendekatinya.
“Tadi saya lihat kamar Bu Seira terbuka dan tasnya tergeletak, nih.” Mas pegawainya memberikan tasku.
“Mas bisa tunjukan jalan keluarnya? Aku nggak jadi nginap.” Aku berusaha mengambil tas yang dibawa oleh lelaki itu, tapi tasnya tidak dilepaskan.
“Mau kemana Bu Seirahhh .... ” Lelaki itu berubah menjadi pucat, tangan dan kakinya penuh dengan luka, lagi-lagi tubuhnya busuk seperti dua wanita di perahu boat tadi.
“Ka-kamu.”
Lalu kulihat di lorong begitu banyak makhluk yang menatap kearahku, lorong yang tadinya gelap dan sepi sekarang ramai, mereka semua seperti Zombie, tubuhnya tidak ada yang utuh, ada yang berjalan terseok, ada yang mengesot dan ada yang loncat-loncat, mungkin mereka yang disebut pocong, kuntilanak dan genderuwo.
“Ya Allah, tolong aku, apa mau kalian!” Aku berteriak.
“Kami, kami mau kamuhhh!”
“Tolong, To-tolooooooooong.” Aku meminta bantuan kepada siapa saja yang mendengar suaraku.”
Kulihat mereka semakin dekat dan akan mencengkeram tubuhku, lalu ....
BUMMMM!!!
Dua makhluk buas jatuh dari atap, si belang tiga dan si putih, tubuh mereka berdua menindh makhluk-makhluk astral itu, mereka menghajar satu-persatu makhluk itu, sementara aku mundur karena masih ada yang terlepas dan mengejarku, aku terpojok, mereka mulai meraih tangan, kaki, kepalaku dan seluruh tubuhku sudah ada di tangan mereka.
“Tolooooongggggg!!!” Aku menjerit sekuat tenaga.
___________________________________
Catatan Author : ini adalah part terberat yang aku tulis, karena lumayan menguras rasa takutku yang sebenarnya memang penakut. Anehkan? Penulis horor tapi penakut, ya akulah si kucing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
cimoy aming
aku juga penakut tapi tetap baca kisah horor🤣
2024-06-02
1
Kustri
salut ama othor, penakut tp nulis novel horor👍👍👍
2024-05-28
0
Styaningsih Danik
sama thor...aq jg penakut tp ntah knp hobi bgt baca novel genre horor misteri ada dunia gaibnya ...kayak seru deg2 ser adrenalin bisa tinggi
2024-02-03
0