Hilangnya kepercayaan

Ketika sebuah kepercayaan itu dihancurkan dengan sebuah penghianatan, tidak akan ada lagi kepercayaan yang sama seperti sebelumnya. 

~ Cordelia Almira ~

Melihat setiap pasien yang masuk kedalam ruangan nya bukan Elia, membuat Jingga merasa cemas dan khawatir. Pasalnya tadi Elia mengatakan sudah berangkat, tetapi sampai sekarang tak kunjung datang juga. Akhirnya Jingga memutuskan untuk mengirimi Elia pesan.

Jingga : El, Lo kemana? Kok belum masuk ke ruangan gue! 

"Dokter Jingga …" panggil Melati perawat yang membantunya memeriksa pasien. 

"Eh- iya, ada apa?" tanya Jingga yang sedikit terkejut. 

"Anda sedang melamun dok?" tanya Melati

"Em … tidak, memangnya ada apa ya?" 

" Saya hanya ingin mengatakan kalau shift kita sudah selesai. Jadi, Saya mau pamit pulang," kata Melati. 

"Oh … silahkan." Jingga mempersilahkan Melati untuk pulang terlebih dahulu.

Setelah itu, Melati keluar dari ruangan praktek, menyisakan Jingga yang terus memandangi layar ponselnya. Jingga mengerutkan kening saat melihat pesannya  tak kunjung dibalas oleh Elia. 

"Lo kemana sih El … kok tumben gak balas pesan dan angkat telpon gue! Padahal lo sedang aktif!" gumam Jingga yang terus mencoba menghubungi Elia. "Apa jangan-jangan…" Jingga segera melepaskan jas dokter yang melekat pada tubuh serta mengambil tasnya lalu segera pergi keluar untuk mencari Elia. 

***

Di sisi lain terlihat Rigel tengah membantu Claire berbaring diatas ranjang pasiennya. Wajahnya terlihat lesu, dan pikirannya terus saja memikirkan ucapan dari Jingga. 

Apa yang telah terjadi dengan Elia sampai Jingga berkata seperti itu! Apa ada masalah? Bukankah aku sudah pamit lewat pesan teks sebelum handphoneku rusak. Gumam Rigel yang bertanya pada dirinya sendiri.

" Ri, Kamu sedang mikirin apa?" tanya Claire yang terus memperhatikan Rigel terdiam seperti sedang melamun. Raganya memang ada disampingnya tapi sepertinya pikiran dan hatinya tak ada disini. 

"Ri …" panggil Claire sambil memegang tangan Rigel ketika ia tak menjawab pertanyaan dari Claire. 

"Eh, iya. Sorry, tadi kamu tanya aku  apa?" 

"Aku tanya, Kamu sedang mikirin apa? Soalnya dari tadi kamu hanya diam saja, Apa ada yang kamu pikirkan?" tutur Claire.

"Oh, Aku hanya sedang mikirin Elia saja. Soalnya aku sudah tidak pulang dan memberikan kabar selama dua hari. Jadi, Aku mau pamit pulang dulu ya … Kamu tenang saja nanti akan ada suster yang akan menjaga kamu selama disini," papar Rigel lalu mengambil jas dan tasnya yang ada di sofa.

Ingin rasanya Claire mengatakan bahwa ia tak butuh perawat karena yang di butuhkan hanya Rigel bisa ada disampingnya saat ini, tetapi Claire sadar bahwa Rigel telah menikah sedangkan Ia hanya dianggap sebagai sahabat yang sekarang tengah mengandung anaknya akibat sebuah kesalahan.

Claire hanya bisa menganggukkan kepalanya melepaskan Rigel pergi sekalipun memohon, Rigel pasti akan mencari alasan agar bisa pergi dari sini.

***

Di  sebuah taman terlihat seorang wanita   duduk di sebuah kursi panjang tengah menatap ke arah anak-anak kecil yang asik bermain dengan senyum dan tawa menghiasi wajah mereka.

Pemandangan itu, membuat ia teringat kembali bagaimana kisah masa kecilnya dulu yang hanya dipenuhi canda, tawa, dan hanya ada pertengkaran kecil. Masalah seorang anak kecil tak seberat masalah orang dewasa, seorang anak kecil dengan mudahnya bisa memaafkan teman yang telah menganggunya. Kemudian kembali bermain bersama tanpa mengingat kembali masalah yang telah berlalu, tak ada luka berbekas begitu dalam dan sangat menyakitkan. 

Ingin rasanya ia menjadi seperti anak kecil lagi yang tak pernah merasakan sebuah perasaan sakit hati seperti ini.

Tak lama kemudian, Jingga datang menghampirinya dengan nafas yang tersengkal-sengkal.

"Akhirnya gue nemuin Lu juga El!" ujar Jingga yang segera duduk disamping Elia. 

"Kamu kenapa ngos-ngosan seperti itu Jing? Habis lari maraton?" tanya Elia dengan wajah polos yang tak merasa bersalah sedikitpun. 

"Iya, Gue habis lari maraton gara-gara nyariin lo, puas!" ketus Jingga dengan terus menatap wajah Elia.

"Lo habis nangis El?" tanyanya ketika melihat mata Elia yang sedikit bengkak dan sembab. 

"En-ngak ko!" Elia memalingkan wajahnya dari tatapan Jingga. "Ini tadi hanya kelilipan debu aja, kamu tahu sendiri kan ka-" sebelum Elia menyelesaikan ucapanya, Jingga lebih dulu memutar wajah Elia menjadi menghadapnya kembali. 

Jingga menatap wajah itu lekat-lekat. "Gak usah bohong sama gue deh! Gue itu bukan anak kecil yang bisa di bohongi! Lo tadi udah ke rumah sakit, kan? Dan Lo melihat Rigel keluar dari ruangan Gue sama wanita!" Tebak Jingga yang sangat tepat sasaran. 

Elia hanya bisa menundukkan pandanganya, Ia tahu kalau sahabatnya ini tidak mudah untuk dibohongi.

"Sepertinya dugaan Gue, bener!" kata Jingga yang sudah melepaskan tangannya dari wajah Elia. 

"Dia bilang itu hanya temanya, dia sedang hamil 6 minggu. Bayinya lemah karena ibunya mengalami hyperemesis dan juga keluar flek!" jelas Jingga tanpa melihat kearah Elia.

Dalam hatinya, Elia berharap bahwa apa yang dikatakan oleh Jingga itu benar. Bahwa wanita itu hanyalah teman wanita Rigel, tetapi filling dan logikanya tidak bisa menerima hal itu.

Jika wanita itu hanya temanya kenapa harus Rigel yang mengantar dan menemaninya periksa ke rumah sakit? Kemana suaminya? Kenapa tak menyuruh asistenya saja kalau itu hanya teman. Rigel bukanlah orang yang mudah perhatian dengan orang lain karena dia akan perhatian kepada orang yang dianggap spesial baginya. Hati Elia sedang berkecamuk, begitu banyak perdebatan didalamnya.

Elia menaikkan sudut bibirnya. "Apakah kamu percaya saat Dia mengatakan bahwa wanita itu hanya teman?" Elia meminta pendapat. 

Jingga mentap kembali Elia. " Tentu saja tidak! Jika ia hanya sebatas teman, kenapa bisa seperhatian itu sampai melupakan Elo sebagai istrinya yang saat ini juga sangat membutuhkanya." pungkas Jingga dengan memeluk Elia. 

Ia tahu bahwa saat ini, Elia sedang tak baik-baik saja dan butuh sandaran untuk menopang tubuh serta menguatkan hatinya yang tengah sakit. Meskipun Jingga belum menikah, tetapi ia juga pernah di khianati oleh kekasihnya dan itu rasanya sakit sekali sampai membuat ia mati rasa dengan yang namanya cinta. Apalagi Elia yang sudah mengorbankan segalanya untuk Rigel, seluruh hidup dan cintanya hanya untuk pria itu seorang. Bukankah akan lebih menyakitkan lagi.

Jingga tahu seberapa besarnya cinta Elia untuk Rigel. Walaupun sekarang belum jelas bahwa Rigel telah berselingkuh, tetapi itu tetap terasa sakit disaat melihat suami yang di cintai tengah bersama wanita lain di saat tak ada kabar sama sekali selama dua hari.

"Elo yang sabar ya El, gua akan selalu ada di samping Lo. Jadi gak usah khawatir lagi, oke!" Jingga mengusap airmata Elia yang jatuh membasahi pipinya. "Oke, Elo gak usah sedih lagi karena Gue akan ajak Lo have fun! So, forget all the problems at hand! Gak usah mikirin tuh Regel2 sialan itu! Cewek cantik Gue gak boleh nangis hanya untuk pria brengsek seperti si jeroan!" ledek Jingga yang merubah nama Rigel. 

Elia hanya tersenyum melihat sikap temanya yang ikut kesal. Ketika Jingga kesal ia akan menjelekkan orang itu dengan mengubah namanya.

Setelah itu mereka pergi   bermain untuk menghilangkan rasa sedih Elia. Bermain hanya berdua terlihat kurang asik, tetapi Seruni sedang shift malam sehingga tidak bisa ikut main bersama.

Sesampainya di timezone, Jingga dan Elia bermain sepuasnya sampai mereka lupa kalau hari sudah semakin larut. Setelah merasa capek, mereka memutuskan untuk pulang. Jingga mengantarkan Elia pulang sampai rumah dengan mobilnya.

"Lo gapapa pulang kerumah sekarang El? Atau mau menginap di rumah Gue!" tawar Jingga sebelum Elia turun dari mobilnya.

"Aku gapapa kok, makasih ya Jing karena kamu sudah mau menemaniku hari ini," ucap Elia sambil yersenyum dan memeluk Jingga sebelum Ia turun dari mobil.

Suara ketukan lantai dan sepatu terdengar mendekat, membuat Rigel bangun dari duduknya untuk melihat siapa yang datang.

"Kamu darimana aja sayang? Kenapa baru pulang jam segini? Bukankah kamu shift pagi, terus kenapa di telepon juga gak diangkat? " cerca Rigel dengan berbagai pertanyaan. 

"Aku capek, mau istirahat." Elia berlalu pergi meninggalkan Rigel. 

Melihat sikap Elia yang aneh membuat Rigel tak mengerti. Apakah Elia marah karena aku tiba-tiba pergi di hari Anniversary . Rigel segera mengejar Elia masuk kedalam kamar. Sesampainya di kamar Rigel langsung memeluk Elia dari belakang. 

"Maafin Abang ya karena tiba-tiba pergi Dinas di spesial kita. Abang janji akan mengganti perayaan yang sempat tertunda itu!" ujar Rigel. Saat Rigel ingin mencium Elia, Ia menghindar.

"Kamu kenapa menghindari abang? Apakah masih marah?" tanya Rigel lagi.

"Gak kok, Aku hanya capek dan badanku terasa lengket. Jadi, mau mandi lalu tidur." Elia melepaskan pelukan Rigel lalu pergi meninggalkannya masuk kedalam kamar mandi.

Melihat sikap di gin Elia, membuat Rigel bingung dan tak mengerti. Selama ini Elia tak pernah bersikap dingin jika marah Elia akan diam, tetapi tidak bersikap dingin dengan mengabaikannya seperti ini.

Apa kesalahanku begitu besar sampai Elia semarah itu? Aku memang salah, tetapi kan bisa dibicarakan bukan diam seribu bahasa seperti ini.

...****************...

Jangan lupa like, komen, vote, serta hadiahnya ya... Kalian bisa klik tombol favoritnya biar tahu kalau novel ini up. Trimakasih 🙏

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jujur saja Rigel kalau kau pernah terlanjur

2024-05-10

0

Patrish

Patrish

besar banget Rigel... sampai mertuamu meninggal kamu tidak tahu... begitu muncul bawa perempuan hamil... sakit ga coba...

2023-04-26

0

Patrish

Patrish

agak bingung.. sampai di sini.. baru dua hari ketemu... kalau semisal mereka berbuat terlarang... ya belum ada janinnya... kalo sdh ada janin... berartisdh hamil duluan

2023-04-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!