Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat Amran baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Setelah merentangkan tubuhnya sebentar untuk menghilangkan pegalnya Amran pun beranjak keluar kamar untuk mengambil minum didapur. Selesai minum ia pun kembali ke kamarnya untuk mengecek keadaan Nadia. Tampak wanita itu masih tertidur dengan pulas diatas tempat tidur. Amran mendesah pelan lalu ia pun berbalik dan melangkah keluar kamar menuju kamar Salma. Saat membuka pintu kamar ternyata pintu itu terkunci dari dalam.
"Ternyata kau masih saja mengunci pintu kamar Ma..." batinnya.
Kemudian ia pun mengeluarkan kunci duplikat miliknya yang sengaja ia bawa dan langsung membuka pintu kamar Salma. Setelah masuk diedarkannya pandangannya pada seisi kamar dan pandangannya tertumbuk pada sosok yang tertidur diatas lantai. Amran mendekati sosok itu dengan langkah pelan. Terlihat olehnya Salma yang membungkus dirinya dengan kain meringkuk kedinginan.
"Kau masih saja mengikuti perintah bodohku..." batinnya sambil membersihkan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu.
Ada rasa perih saat melihat bibir Salma sedikit membiru karena kedinginan. Dengan perlahan diangkatnya tubuh Salma dan dibaringkannya di atas tempat tidur. Satu kekurangan Salma ... gadis itu jika sudah tidur maka tak akan terbangun walau terjadi gempa. Namun ia biasanya akan bangun tepat waktu walau terkadang cuma tidur sebentar. Sepertinya gadis itu memiliki alarm alami pada otaknya yang langsung memerintahkan tubuhnya untuk bangun jika waktunya tiba.
Mendapatkan tempat yang lebih nyaman membuat gadis itu langsung menyusup ke dalam selimut. Niatnya hanya ingin memindahkan tubuh Salma ke atas tempat tidur namun saat melihat tingkah gadis itu saat tertidur membuat Amran urung untuk segera kembali ke kamarnya. Kini ia justru membaringkan tubuhnya di samping Salma dengan posisi miring menghadap pada gadis itu.
Sepertinya malam ini ia hanya ingin memandang wajah lugu Salma yang terkadang terlihat garang saat berhadapan dengannya. Ia akui jika kini tidak lagi merasakan kebencian buta seperti saat pertama kali ia melihat gadis itu. Bahkan mungkin saja sudah ada sedikit rasa yang mulai menyusup ke dalam hatinya. Rasa yang berbeda dengan yang ia rasakan terhadap Nadia selama ini.
"Ibu... aku capek..." gumam Salma dalam tidurnya.
Amran yang mendengarnya tertegun. Istrinya itu mengigau.
"Aku ingin pulang... hiks...hiks..." sambung Salma sambil sesenggukan masih dalam keadaan tertidur.
Amran mengangkat tangannya ingin membelai Salma namun urung saat kembali didengarnya Salma mengigau.
"Sakit ibu... hatiku sakit... hiks..."
"Sesakit itukah luka yang telah aku dan Nadia torehkan padamu?" batin Amran memandang wajah Salma yang meringis seperti menahan sakit sedang tangannya meremas dadanya sendiri.
"Maafkan aku...." ucap Amran lirih.
Kini tangannya membelai kepala Salma lembut.
"Aku janji akan berusaha untuk membebaskanmu dari penderitaan yang selama ini kau alami" sambungnya sambil mengecup kening Salma lembut.
Kemudian ia pun beranjak dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamar. Ia pun menuju ke dapur dan mengambil segelas air putih dari dalam kulkas. Diteguknya air putih itu hingga tandas.
"Mas sedang apa?" tiba-tiba terdengar suara Nadia dari arah belakang.
Amran pun membalikkan badannya.
"Mas haus jadi baru saja ambil air minum dari kulkas" ucapnya sambil memperlihatkan gelas kosong yang masih ada didalam genggamannya. Nadia tersenyum puas.
"Aku juga haus mas... boleh aku minta air minum?" tanyanya manja.
Amran pun kembali menuangkan air ke dalam gelas yang masih ada ditangannya itu lalu memberikannya pada Nadia. Nadia pun menerima gelas minum pemberian Amran dan langsung meneguknya.
"Ayo kita kembali ke kamar kita mas..." kata Nadia setelah meletakkan gelas bekas minumnya di meja dapur.
Amran pun mengangguk dan melangkah ke arah kamar. Nadia langsung bergelayut pada lengan Amran saat keduanya berjalan ke arah kamar. Tadi saat ia terbangun dan tak mendapati Amran di kamar ia pun langsung keluar untuk mencari suaminya itu. Ia sangat takut jika Amran masuk ke kamar Salma. Ia memang sangat yakin jika suaminya sudah sepenuhnya terpengaruh dengan semua perkataannya tentang Salma tapi tidak ada salahnya juga kan kalau ia terlebih dahulu berjaga-jaga? Setelah keduanya masuk ke dalam kamar Amran langsung merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur dan langsung memejamkan matanya.
"Mas..." panggil Nadia manja.
"Hemmm..." jawab Amran masih dengan posisi memejamkan matanya tanpa berniat menanggapi panggilan Nadia yang ia tahu maksudnya apa.
"Mas..." panggil Nadia lagi kali ini sambil membelai lembut kepala suaminya.
"Maaf Nad... aku lelah sekali... baru saja aku menyelesaikan pekerjaanku..." ujar Amran sambil membalikkan badannya memunggungi Nadia.
Melihat tingkah Amran, Nadia pun hanya bisa mendengus kesal namun ia tak bisa memaksa sebab ia tahu jika saat ini Amran benar-benar sedang kelelahan dan tak ingin diganggu.
Walau dengan perasaan dongkol Nadia pun mengikuti suaminya merebahkan diri dan menutup matanya mencoba untuk kembali tidur. Sedang Amran yang memunggungi Nadia, kembali membuka matanya. Pandangannya kosong menatap dinding kamar.
"Bagaimana aku bisa melakukan hal itu denganmu Nad... sedang tadi aku baru saja melihat kesakitan yang Salma rasakan..." batinnya.
Tak terasa kini sudut matanya ada yang menggenang. Entah ada apa dengan hatinya kini. Sejak pengakuan ayah Nadia dan sikap Salma yang kini terlihat mulai melawan yang ternyata menyimpan kesakitan dan baru tadi ia melihat sosok Salma yang rapuh. Sebab walau tak terlalu memperhatikan ia bisa tahu jika selama ini Salma selalu terlihat tegar. Kini dihati Amran semakin merasa berdosa terhadap istri keduanya itu.
"Pulang... sebegitu inginkah kau pulang ke rumah ibumu? hingga dalam tidur pun kau tetap mengigaukannya" batin Amran.
Tak dapat dipungkiri olehnya jika selama tinggal bersamanya dan Nadia pasti Salma merasa sangat tertekan. Dan rumah orangtuanyalah tempat ternyaman untuknya.
"Apa aku ijinkan saja dia pulang sebentar ke rumah orangtuanya? tapi alasan apa yang harus aku katakan pada Nadia?" pikirnya.
Karena kelelahan akhirnya Amran pun tertidur setelah beberapa saat tak menemukan ide sebagai alasan untuk Nadia. Sementara Salma masih bergelung nyaman di atas tempat tidur. Walau sesekali masih terisak namun hangatnya kasur dan selimut membuatnya tetap terlelap.
Seperti biasa saat terdengar azan subuh Salma langsung terbangun dari tidurnya.
"Huaaam..." ia pun menguap sambil menggeliat dan merentangkan kedua tangannya.
Matanya mengerjap perlahan memperhatikan tempatnya tidur. Kembali ia terkejut saat menyadari jika kini ia kembali tidur diatas tempat tidur.
"Siapa yang selalu memindahkan aku kesini ya? apa mas Amran?" gumamnya.
"Tapi kenapa? bukankah dia sendiri yang dulu melarangku tidur disini?" pikirnya.
"Tapi kenapa sekarang dia sendiri yang memindahkan aku ke atas sini?" tanyanya dalam hati.
Tak ingin mengambil pusing ia pun segera turun dari tempat tidur dan segera merapikannya. Setelah itu ia pun segera mengambil air wudhu untuk sholat. Selesai sholat ia pun segera mencuci pakaian kotornya di kamar mandi dan dilanjutkan dengan mandi pagi.
Selesai mandi ia segera menjemur pakaiannya di halaman belakang mumpung belum terlihat orang lain yang ada di rumah itu. Setelah itu ia pun segera kembali ke dalam kamar untuk bersiap berangkat kerja. Saat ia tengah menyisir rambutnya ia teringat dengan uang kelebihan yang Amran beri. Segera ia masukkan uang itu ke dalam dompetnya. Ia bertekad akan mengembalikannya pada Amran nanti saat mereka bertemu. Saat Salma ke ruang makan tak terlihat Nadia maupun Amran. Sedang dari dapur terdengar suara radio kesayangan ART Nadia dan sesekali terdengar suara ART itu mengikuti syair lagu yang di putar.
Salma pun tidak berniat untuk menanyakan keberadaan suami dan madunya itu pada ART tersebut. Baginya justru ini kesempatan agar ia bisa segera pergi berangkat kerja sebelum ketahuan oleh Nadia. Dengan cepat ia kembali ke kamar setelah memakan cepat roti isi dan mengambil tasnya lalu segera keluar dari rumah. Ia bahkan tak sempat minum karena takut kepergok Nadia. Sesampainya di depan komplek ia langsung mencegat angkot yang kebetulan lewat.
Sesampainya di restoran ia segera berganti pakaian dengan seragam lalu segera mengerjakan tugasnya. Tak ada yang istimewa selain bertambahnya pelanggan dari hari biasanya yang membuat seluruh karyawan sangat sibuk. Tak terasa sudah waktunya bagi Salma untuk pulang. Setelah membereskan tasnya ia pun segera keluar dari dalam restoran. Saat akan mencari angkot tiba-tiba sebuah mobil berhenti dihadapan Salma. Saat pintu dibuka tampak Amran yang duduk di kursi pengemudi.
"Mas Amran pakai mobil siapa?" batinnya.
"Ayo masuk..." ucap Amran membuyarkan lamunan Salma.
Tanpa berontak Salma langsung mengikuti perintah Amran dan segera duduk di kursi penumpang disebelah sopir.
Selama perjalanan keduanya saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Salma yang tidak tahu akan dibawa kemana oleh Amran mulai merasa was-was. Ia takut jika pria itu membawanya ke tempat sunyi dan berbuat yang tidak-tidak padanya. Walau pun ia tahu jika pria itu adalah suaminya yang sah namun tetap saja ia takut apalagi dengan sikap Amran yang diawal pernikahan mereka sangat membencinya.
"Ya Allah lindungilah aku..." batinnya dengan jantung yang sudah berdebar kencang.
Sedang Amran yang sibuk menyetir tak begitu memperhatikan ekspresi ketakutan yang jelas terlihat di wajah Salma. Setelah berkendara selama 15 menit mobil yang ditumpangi keduanya memasuki sebuah restoran yang mengusung tema outdoor. Setelah memarkirkan mobilnya Amran segera mengajak Salma untuk turun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Enies Amtan
👍
2022-12-05
1