Salma masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Amran meminta maaf padanya? Apakah telinganya tidak salah dengar? Berbagai pertanyaan terlintas dibenak Salma.
"Aku minta maaf Ma... apa kau tidak percaya?" ulang Amran yang melihat Salma yang sejak tadi terdiam.
Salma masih memandang Amran dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Apa kau serius?" tanya Salma.
"Tentu saja aku serius.... apa kau fikir jika aku hanya main-main dan berpura-pura saja?" sahut Amran dengan nada kesal.
Salma pun mengangguk.
"Apa?" tanya Amran yang melihat tingkah Salma.
"Iya aku maafkan... sudah itu saja kan?" ujar Salma.
Amran mengerjap tak menyangka jika Salma begitu cepat memaafkannya.
"Apa kau benar-benar memaafkan aku Ma?" tanya Amran untuk meyakinkan dirinya jika yang baru saja ia dengar benar ucapan Salma.
"Iya aku memaafkan mas... jadi hanya itu saja kan?" ulang Salma.
Amran mengangguk karena masih tak bisa berkata apa-apa karena mendapat maaf dari Salma yang begitu cepat.
"Baiklah kalau begitu aku permisi..." ucap Salma langsung berdiri dan melangkah keluar dari apartemen.
Amran yang masih termangu dengan kejadian barusan tak menyadari jika Salma sudah berlalu dari hadapannya. Sementara setelah keluar dari apartemen Amran dengan cepat Salma berlari ke arah lift. Beruntung baginya tak lama ia berdiri di depan lift pintunya langsung terbuka. Salma langsung masuk ke dalam lift itu dan segera menekan tombol menuju lantai dasar. Sedang Amran yang baru tersadar jika Salma sudah meninggalkannya langsung berlari menyusul Salma. Dilihatnya gadis itu sudah berada didalam lift.
Amran mempercepat larinya namun terlambat pintu lift itu sudah tertutup meninggalkan Amran yang berdiri didepannya dengan nafas ngos-ngosan. Ingin ia berlari kembali menggunakan tangga darurat namun ia teringat jika ia belum menutup pintu apartemennya, sehingga ia harus kembali lagi kesana. Setelah mengambil kunci kontaknya yang tertinggal dimeja dan menutup pintu apartemennya Amran segera menuju lift.
Tak lama pintu lift pun terbuka dan ia langsung masuk dan menekan tombol menuju lantai dasar. Didalam lift fikirannya tak menentu. Ia tak mengerti dengan sikap Salma yang segera memaafkannya tapi juga langsung meninggalkannya sendiri di apartemen.
"Apa sebenarnya dia belum bisa memaafkan aku ya..." gumamnya.
Saat pintu lift terbuka segera ia menuju mobilnya dan segera pulang. Ia sangat yakin jika Salma pulang ke rumah.
Sedangkan Salma setelah sampai di lantai dasar ia pun segera keluar dari gedung apartemen itu. Sebenarnya ia bingung apakah akan pulang ke rumah setelah kejadian tadi. Tapi ia juga tidak tahu harus kemana lagi. Dengan berat hati ia pun segera mencegat taxi yang kebetulan lewat dan menyuruh sopir taxi untuk mengantarnya ke rumah. Sepanjang perjalanan Salma mendekatkan wajahnya di kaca jendela memandang keluar dengan tatapan kosong. Hatinya yang sedang gundah membuatnya tak memperhatikan sekitarnya. Saat taxi yang ditumpanginya berhenti di lampu merah ada sebuah mobil yang berhenti di disebelahnya.
Tak berapa lama kaca jendela penumpang mobil itu terbuka dan tampak seorang pria yang menatap Salma yang sedang melamun. Seketika pria itu pun tersenyum seakan menemukan sesuatu yang berharga. Dengan segera ia menyuruh sopirnya untuk mengikuti taxi yang ditumpangi Salma saat lampu berubah hijau.
"Akhirnya aku menemukanmu Salma..." gumam pria tersebut sambil terus tersenyum.
Taxi yang ditumpangi Salma pun akhirnya berhenti di depan rumah. Salma membayar taxi dan langsung bergegas masuk ke dalam rumah takut jika bertemu dengan Amran maupun Nadia. Saat ini bertemu dengan kedua orang itu adalah hal yang paling tidak ia inginkan. Sedangkan pria yang mengikutinya itu sudah memperhatikannya sejak tadi. Setelah yakin jika Salma masuk ke dalam dan tak keluar lagi ia pun memutuskan untuk pergi namun belum sempat ia menyuruh sopirnya untuk menjalankan mobil ia melihat Nadia turun dari sebuah mobil dan masuk ke dalam rumah yang tadi di masuki oleh Salma.
"Bukankah itu Nadia? kenapa ia masuk ke dalam? apa mereka tinggal serumah?" gumamnya.
Tak berapa lama ia pun melihat sebuah mobil lain yang langsung memasuki halaman dan berhenti di depan rumah. Kemudian pengemudi mobil itu pun turun yang merupakan seorang pria dan langsung masuk ke dalam rumah tersebut.
"Siapa pula pria itu? apakah suami dari Nadia atau Salma?" batinnya masih memperhatikan.
"Aku harus mencari tahu...." tekadnya.
Kemudian ia pun menyuruh sopirnya untuk pergi dari tempat itu setelah sebelumnya ia memberi perintah pada anak buahnya untuk mencari informasi tentang pemilik rumah yang tadi dimasuki Salma sekaligus informasi tentang Salma melalui ponselnya.
"Apa yang telah terjadi padamu selama ini Ma..." gumam pria itu yang ternyata adalah Dirga.
Ya Dirga kakak kelas dari Nadia dan Salma dulu saat SMU. Sejak dulu memang dia sudah menaruh rasa pada Salma. Namun tampaknya gadis itu sama sekali tak merasa jika ada seseorang yang jatuh cinta padanya. Sebab gadis itu tampak selalu serius dan tak pernah bercengkrama dengan teman lainnya. Mungkin karena ia merasa sebagai anak sulung yang harus menjaga amanah orangtuanya agar cepat lulus dengan nilai terbaik. Sehingga ia bisa segera membantu perekonomian keluarganya. Dirga tahu jika Salma hanya berasal dari keluarga sederhana. Namun kecantikan dan ketulusan gadis itu sudah menjerat hatinya hingga saat ini. Sehingga ia sampai sekarang masih sendiri.
Di tempat lain Salma yang sudah membersihkan dirinya dan baru saja melipat mukenanya setelah melaksanakan sholat ashar. Saat itulah ia mendengar suara Nadia yang menyambut kepulangan Amran. Entah mengapa ia enggan sekali keluar dari kamarnya setelah kejadian tadi di apartemen. Rasanya masih canggung jika ia harus berhadapan dengan Amran. Tak lama terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
"Ma... kamu ada didalam?" terdengar suara Nadia.
"Eum... iya Nad..." jawab Salma sambil melangkah dan membuka pintu kamarnya.
"Kamu kenapa? kata mbak Sum kamu ga keluar dari kamar sejak pagi, apa kau sakit?" tanya Nadia begitu Salma menampakkan wajahnya.
"Nggak kok Nad... hanya saja tadi saat aku keluar kamar mbak Sum ga lihat" kata Salma memberi alasan.
"Tapi mbak Sum bilang jika kau juga tidak sarapan juga makan siang..." kata Nadia seakan menginterogasi Salma.
"Maaf Nad soalnya aku lagi bayar hutang puasa" ucap Salma.
Nadia pun mengangguk mengerti.
"Ya Allah maafkan aku yang sudah berbohong dengan mengatasnamakan ibadah pada Mu..." batin Salma.
"Kalau begitu saat buka nanti kita makan bareng ya..." kata Nadia.
"Iya..." jawab Salma.
Kemudian Nadia pun kembali ke kamarnya. Begitu Nadia pergi, Salma pun segera menutup pintu kamarnya.
"Apa yang harus aku lakukan ya Allah... sebentar lagi pasti Nadia akan tahu jika aku bekerja ... apalagi sekarang mas Amran juga sudah tahu semuanya termasuk tempatku bekerja" batin Salma.
Ia pun duduk di depan jendela kamarnya. Pandangannya menerawang jauh entah kemana. Kini ia merasa sangat bingung. Ingin rasanya ia keluar dari rumah namun ia tahu jika itu hanya akan menambah masalah jika statusnya belum jelas. Ia harus segera meminta Amran untuk menceraikannya. Hanya dengan cara itu ia akan terbebas dari Nadia. Ya dia harus meminta Amran untuk melepaskannya. Sebab hanya pria itu yang bisa membuat Nadia tak berkutik. Tapi bagaimana caranya agar ia bisa bicara dengan leluasa jika ada Nadia?
Tampaknya ia harus mencari cara agar bisa bicara berdua dengan Amran tanpa sepengetahuan Nadia. Saat Salma sedang bergelut dengan fikirannya tiba-tiba saja ponselnya berdering dan tampak nomor asing terpampang dilayarnya.
Penasaran dengan pemilik nomor itu Salma pun segera mengangkatnya.
"Halo... siapa ini?" tanyanya.
"Halo Ma..." terdengar suara yang tidak asing ditelinganya itu.
"Mas Amran?" ucapnya lirih.
"Bisa kita bicara lagi besok?" tanya Amran.
"Maksudnya?"
"Aku masih ingin bicara sama kamu Ma... banyak yang harus kita bicarakan" ungkap Amran.
"Tapi..."
"Aku jemput kamu besok di restoran sepulang kerja" kata Amran lalu langsung menutup ponselnya.
Salma hanya bisa mendesah pelan. Saat makan Salma tampak kurang bersemangat.
"Kamu kenapa Ma? kok kelihatanya lesu?" tanya Nadia.
Bahkan Amran pun menghentikan makannya dan menatap Salma.
"Eum ... ga pa-pa Nad cuma kalo habis puasa aku memang agak lemas..." ujarnya memberi alasan.
"Ya sudah besok jangan puasa lagi dulu..." kata Nadia.
"Iya Nad..." jawab Salma tak ingin memperpanjang obrolan.
Selesai makan Salma pamit terlebih dulu dengan alasan ingin istirahat.
"Mas kamu lihat tidak Salma bertingkah aneh?" kata Nadia pada Amran.
Amran mendengus kesal.
"Memang itu urusanku?" ucapnya ketus lalu pergi meninggalkan Nadia.
Nadia tersenyum tipis saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar. Lalu ia pun menyusul suaminya itu.
Di dalam kamar tampak Amran sedang sibuk mengutak atik laptopnya.
"Mas kok masih mengerjakan tugas kantor lagi? ga mau istirahat?" tanya Nadia manja.
"Ini hanya sebentar Nad... jika kau mau istirahat tidur saja lebih dulu" jawab Amran masih sibuk dengan kegiatannya.
Nadia pun mendesah pelan ia tahu jika sudah mengerjakan sesuatu Amran tak mau diganggu. Akhirnya ia pun merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan tak lama terdengar dengkuran halus darinya, pertanda Nadia sudah tertidur. Amran menoleh ke arah istrinya itu. Tampak jika Nadia sangat pulas dengan tidurnya.
"Bisa-bisanya kau tidur dengan pulas setelah semua perbuatanmu pada Salma" batin Amran.
Ia pun melanjutkan kegiatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments