Saat jam menunjukkan pukul 3 sore, Salma pamit untuk pulang pada bu Mieke. Karena paginya sudah minta ijin maka Salma langsung diijinkan pulang oleh bu Mieke. Sesampainya dirumah ternyata kedua adiknya sudah datang bersama suami mereka.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam..." jawab mereka serempak.
"Kalian sudah lama datang?" tanya Salma.
"Baru saja kak..." jawab Shania mewakili.
"Ya sudah kakak ganti baju dulu sebentar ..." kata Salma sambil melangkah ke kamarnya.
Selesai berganti baju ia pun langsung menuju ke ruang tamu dimana ibu dan kedua adiknya bersama suami mereka telah menunggu.
"Salma tadi ibu sudah menceritakan semua pada adik dan juga iparmu" kata bu Rahma.
"Lalu bagaimana pendapat kalian?" tanya Salma pada kedua adik dan juga kedua iparnya itu.
"Sebenarnya semua keputusan itu ada ditangan kakak... tapi sebagai adik aku merasa tak rela jika kakak harus menikah untuk jadi istri kedua..." ungkap Sakina dengan wajah yang mulai sendu.
"Iya kak... kakak sudah banyak berkorban untuk keluarga kita, jadi kami ingin yang terbaik untuk kakak" sambung Shania.
"Apalagi orang diluar sana pasti akan berfikir yang tidak-tidak tentang kakak... sungguh kami tidak rela jika mereka merendahkan kakak" tambahnya.
"Kakak tahu dek... kakak juga masih merasa bingung dengan semua ini..." ungkap Salma.
"Kakak tenang saja ... jika kakak memang tidak mau biar kami yang mengatakan pada mereka. Kita tidak berhutang apapun pada mereka jadi kakak jangan merasa tidak enak..." kata Sakina yang tahu sifat kakaknya yang sering merasa tidak enak jika harus menolak permintaan orang lain walau terkadang ia tak terlalu suka.
"Iya kak... kami juga siap menjadi tameng untuk melindungi kalian semua. Jadi jangan merasa takut karena kalian perempuan sebab kami menantu laki-laki yang ada dikeluarga ini akan maju" ucap Danu suami Shania.
"Terima kasih nak... walau kalian menantu tapi kalian seperti anak-anak ibu sendiri" kata bu Rahma yang sudah mulai menitikkan air mata.
Saat mereka masih berbincang tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam..." jawab mereka.
Lalu Salma pun segera membukakan pintu. Alangkah terkejutnya ia saat didepannya sudah berdiri om Karno ayah Nadia. Terlihat wajahnya yang sangat panik.
"Salma... saya mohon ikut saya ke rumah... Nadia berusaha untuk bunuh diri..." terangnya dengan nafas terengah.
"Maksudnya?" tanya bu Rahma yang sudah berada dibelakang Salma.
"Ya mbak... Nadia mengurung dirinya di kamar sejak semalam. Dan sejak pagi di bujuk oleh ibunya namun tetap tak mau keluar bahkan ia mengancam akan bunuh diri jika Salma tak mau menemuinya...".
"Tapi..." ucap Salma kebingungan.
"Udah ayo kita kesana..." kata bu Rahma yang tahu keraguan putrinya.
Maka mereka pun bergegas pergi ke rumah pak Karno. Sesampainya di depan rumah terlihat ibu Nadia yang mondar-mandir menunggu kedatangan mereka.
"Cepatlah kalian masuk ... tolong bujuk Nadia agar dia tidak nekat" ucapnya sambil menarik tangan Salma ke dalam rumah.
Mereka semua pun masuk ke dalam rumah dan segera menuju kamar Nadia.
"Nad... Nadia... ini aku... Salma. Tolong buka dulu pintunya..." kata Salma sambil mengetuk pintu kamar.
Tak ada jawaban dari dalam kamar.
"Nadia... tolong buka pintunya .... mari kita bicarakan dulu baik-baik ..." sambung Salma tak mau menyerah.
Tak lama pintu kamar pun terbuka dari dalam. Tampak Nadia dalam kondisi tak karuan, rambut panjangnya terlihat awut-awutan sedang wajahnya tampak sembab akibat menangis dari semalam.
"Tolong Nad... ijinkan aku masuk ... "
Nadia pun mundur kebelakang dan berbalik melangkah kearah tempat tidurnya. Lalu ia pun duduk di tepi tempat tidur.
"Kamu jangan begini Nad... kasihan kedua orangtuamu, mereka sudah tua jangan kau tambah beban pikiran mereka..." kata Salma sambil duduk di sisi tempat tidur depan Nadia.
"Tak ada gunanya aku hidup Ma... ibu mertuaku pasti akan memaksa mas Amran untuk segera menikah lagi..." isaknya.
"Aku faham Nad... tapi bukan begini jalan keluarnya..."
"Tapi kau tak mau menolongku... siapa lagi yang dapat membantuku..."
Salma menoleh kearah keluarganya yang masih berdiri diambang pintu, lalu ia pun menghela nafas pelan.
"Tolong beri aku waktu untuk memikirkannya... tapi kau juga harus janji tak akan melakukan hal-hal yang nekat..."
" Baiklah... tapi jangan lama-lama dan aku harap jawabanmu itu iya..."
Salma hanya bisa tersenyum lemah karena terus terang saja saat ini dia belum bisa berfikir jernih.
"Baiklah kalau begitu aku permisi pulang dulu... kamu makan dulu ya kata ayahmu sejak pagi kau belum makan"
Nadia pun hanya mengangguk. Setelah itu Salma dan keluarganya pun pamit pulang pada kedua orangtua Nadia. Selama perjalanan pulang mereka hanya terdiam sibuk dengan fikiraan mereka masing-masing. Sesampainya di rumah bu Rahma mereka pun langsung masuk ke dalam dan duduk di tuang tamu. Sesaat mereka masih terdiam. Terus terang tak ada yang menduga jika Nadia bisa sefrustasi itu. Mungkin jika mereka terlambat datang... entah apa yang akan dilakukan Nadia mereka semua tak ada yang berani membayangkannya.
"Kak... kakak yang sabar ya.. fikirkan semua baik-baik jangan sampai kakak jadi ikut tertekan..." kata Shania sambil menggenggam tangan kakaknya itu.
Begitu juga Sakina yang langsung memeluk kakaknya dari samping.
"Shania benar bu... kita tidak boleh gegabah... apalagi menghadapi Nadia yang sepertinya mulai depresi" kata Agung suami Sakina.
"Kalian benar...kita memang harus hati-hati jangan sampai ada nyawa yang melayang" kata bu Rahma akhirnya.
Salma pun hanya bisa terdiam karena saat ini fikirannya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang akan menentukan masa depannya kelak.
"Sudah sore lebih baik kita sholat berjamaah agar fikiran kita jadi tenang" usul bu Rahma yang langsung disetujui oleh anak dan menantunya.
Selesai sholat mereka pun berbincang sebentar sebelum akhirnya Shania dan Sakina pamit pulang beserta suami mereka. Setelah mereka pulang tinggal bu Rahma dan Salma yang jadi sering diam.
"Nak ... kau sholatlah minta petunjuk pada Allah... agar semoga pilihanmu nanti itu yang terbaik untuk semua..."
"Baik bu... Salma akan melakukannya" lalu bu Rahma langsung memeluk putri sulungnya itu dengan erat.
"Semoga Allah memberimu petunjuk yang terbaik nak... dan kau akan menemukan kebahagiaan. Seperti kata adik-adikmu, kau berhak untuk hidup bahagia..." do'a bu Rahma dalam hati.
Seperti kata ibunya Salma pun melakukan sholat istikharoh agar ia diberikan kemantapan hati dalam mengambil keputusan, agar dapat memberikan keputusan yang terbaik untuk semua termasuk untuk dirinya sendiri. Bukankah tidak salah jika dia juga ingin mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahannya nanti. Entah itu dengan Amran atau orang lain yang mungkin telah disiapkan untuk jadi jodohnya kelak oleh Allah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Masyitah Ellysa
next yaa author 😘
2021-10-25
1