Nadia masih menangis tergugu, sedang Salma semakin merasa tak enak. Bu Rahma sekuat tenaga menjaga emosinya.
"Nadia .... ini bukan masalah sepele ada banyak kehidupan yang akan terkena imbasnya akibat permintaanmu itu..." ucapnya sambil menghela nafas.
"Jika kau meminta hal yang lain tentu tanpa pikir panjang kami akan langsung mengiyakannya..." bu Rahma menjeda kalimatnya.
Nadia pun terlihat perlahan menghapus air matanya.
"Kau pasti tahu pernikahan bukan permainan yang dengan mudah bisa kau mainkan..." sambungnya.
"Kami memang orang miskin tapi kami juga punya prinsip..." sengaja bu Rahma mengucapkan kalimatnya dengan nada tegas.
Ya kali ini ia tak mau direndahkan baik itu karena mereka miskin ataupun karena status Salma yang dianggap perawan tua.
"Usia Salma memang sudah matang tapi bukan berarti saya sebagai ibunya akan menyerahkannya pada sembarang orang. Apalagi pada pria yang sudah beristri..." ucapnya lagi kali ini dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Maafkan saya tante... permintaan saya memang sangat tidak wajar, tapi sungguh jika saya harus dimadu maka lebih baik Salma yang menjadi madu saya..." ujar Nadia kekeuh dengan keinginannya.
"Saat ini kamu masih dalam keadaan emosi, karena sesungguhnya tak ada wanita yang mau dimadu... sebaiknya kamu pulang saja sekarang" kata bu Rahma mengusir Nadia.
"Tapi tante... apa tidak kita tanyakan dulu pada Salma?" ucap Nadia masih mencoba.
"Salma anak saya... saya tahu dia tidak akan mengambil keputusan apapun tanpa persetujuan saya... jadi lebih baik kamu pulang sekarang mumpung malam belum terlalu larut" kata bu Rahma dengan suara yang sedikit meninggi.
Mau tidak mau akhirnya Nadia pun berdiri dari duduknya dan melangkah kearah pintu. Namun sebelum dia benar-benar keluar dari rumah itu ia masih sempat menoleh ke arah bu Rahma dan Salma.
"Saya harap tante mau memikirkannya lagi...." ucapnya kemudian ia pun pergi.
Sesampainya diluar ternyata sopir pribadinya sudah menunggu di dalam mobil. Dengan cepat ia membuka pintu penumpang dan masuk kedalamnya.
"Kita pulang sekarang pak..." perintahnya pada sang sopir.
Setelah sopir menjalankan mobilnya Nadia mengambil hpnya dan menghubungi seseorang.
"Halo..."
"......"
"Aku belum berhasil membujuk mereka...."
"......"
"Baiklah...."
Setelah mematikan sambungan telepon Nadia pun menyenderkan badannya kebelakang sedang pandangannya menerawang keluar jendela mobil. Dalam pikirannya ia masih mencari cara agar Salma mengabulkan permintaannya.
Sementara setelah Nadia keluar dari rumahnya bu Rahma sudah tak dapat lagi membendung airmata yang sejak tadi ditahannya. Baru kali ini ia merasakan penghinaan yang paling dalam setelah sekian lama ia menahan hinaan orang lain. Salma pun langsung memeluk ibunya airmatanya pun sudah mengalir deras sejak tadi. Ia sangat tahu bagaimana sakitnya hati ibunya saat ini. Dia sendiri pun merasakan sakit hati. Namun Salma yakin rasa sakitnya tak sebanding dengan yang ibunya rasakan saat ini. Bagaimana tidak sebagai seorang ibu yang telah mengandung dan merawatnya dengan sepenuh hati tak mungkin ia rela anaknya dijadikan alat untuk mencetak anak.
"Sudah bu... ibu jangan khawatir, Salma akan selalu patuh pada perintah ibu..."
"Nak... kenapa mereka tega sekali? walaupun kita miskin ibu rasa sejak ibu menikah dengan ayahmu tak pernah satu kali pun kami merepotkan apalagi merugikan mereka." ucap bu Rahma mengungkapkan uneg-unegnya.
"Salma tahu bu... mungkin mereka sedang khilaf..." jawab Salma.
"Nak, hubungi kedua adikmu suruh mereka datang kemari bersama suami mereka"
"Tapi bu..."
"Tidak ada tapi-tapian ... mereka juga harus tahu masalah ini agar mereka bisa memberi saran...".
"Baiklah bu, Salma akan menghubungi mereka sekarang"
Lalu ia pun pergi ke kamarnya untuk mengambil hpnya dan menghubungi kedua adiknya. Bu Rahma memang mendidik anak-anaknya untuk selalu rukun sehingga walau diantara mereka sudah menikah namun mereka tetap dekat dan saling membantu jika ada masalah. Bahkan kedua menantunya pun sudah menganggap mertua mereka seperti ibu mereka sendiri begitu juga dengan Salma yang sudah seperti kakak mereka sendiri.
"Sudah malam bu... lebih baik ibu istirahat saja sekarang..." kata Salma setelah menghubungi kedua adiknya.
"Baiklah nak... ibu memang merasa sangat lelah setelah kejadian tadi" jawab bu Rahma.
Kemudian Salma mengantar ibunya masuk ke dalam kamar baru kemudian dia masuk ke kamarnya sendiri. Di dalam kamar Salma tak dapat memejamkan matanya ... telinganya masih terngiang dengan ucapan Nadia yang menyentil rasa kemanusiaannya. Namun tidak dapat ia pungkiri jika hatinya juga merasa sakit karena merasa diremehkan dengan menyuruhnya menjadi madu Nadia.
"Sebegitu rendahkah pandangan orang padaku sehingga saudaraku sendiri menganggapku begitu gampang menerima pinangan orang tanpa bisa memilih?" ucapnya dalam hati dengan air mata yang terus meleleh membasahi pipinya.
Salma teringat saat masih kecil, ia dan Nadia sangat dekat. Bahkan mereka selalu satu sekolah sejak mereka TK, sebab rumah mereka memang tidak terlalu berjauhan. Hal itu berlanjut hingga mereka masuk SD dan SMP. Bahkan saat masuk SMU pun sebenarnya mereka masih satu sekolah hanya saja mereka masuk dengan jalur berbeda. Jika Nadia masuk dengan jalur biasa sedangkan Salma melalui jalur beasiswa. Sejak masuk SMU itulah mereka jadi jarang berkomunikasi meski mereka masih bertemu karena masih satu sekolah. Namun Salma merasa jika Nadia mulai menjaga jarak dan perlahan menjauhinya. Entah karena apa dan sejak kapan dimulainya hingga akhirnya mereka berdua benar-benar seperti dua orang yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Hingga akhirnya mereka lulus dan Nadia meneruskan kuliah sedang Salma langsung mencari kerja. Jadi jika saat ini tiba-tiba saja Nadia datang dan meminta hal yang tak biasa padanya membuat hati Salma bertanya-tanya.
Apakah Nadia sudah sebegitu putus asanya sehingga orang yang selama ini tidak ia anggap malah orang yang ia datangi untuk dimintai pertolongan. Hingga larut malam Salma tidak dapat memejamkan matanya karena fikirannya terus melayang kemana-mana. Akhirnya setelah hampir tengah malam Salma akhirnya dapat tertidur. Pagi hari selesai sholat Salma pun bersiap untuk berangkat ke toko tempatnya bekerja. Saat sarapan bersama, bu Rahma mengingatkan agar Salma tidak pulang terlalu sore sebab kedua adiknya akan datang ke rumah. Salma pun menyanggupinya kemudian ia pun berangkat dengan mengendarai sepeda motornya menuju toko tempatnya bekerja.
Selama seharian Salma jadi kurang fokus karena memikirkan masalahnya. Hal ini membuat pemilik toko yang bernama bu Mieke pun menegurnya.
"Salma... bisa kita bicara sebentar" tanyanya saat toko dalam keadaan sepi pelanggan.
Salma pun menganggukkan kepalanya.
"Sebenarnya ada masalah apa sama kamu hingga seharian ini kamu terlihat tidak fokus dalam bekerja?" tanya bu Mieke hati-hati.
"Sebenarnya memang ada masalah keluarga bu... makanya kalau bisa nanti saya ijin mau pulang cepat" terang Salma.
"Hmm... baiklah. Cepat selesaikan masalahmu jadi kamu bisa konsentrasi lagi dalam bekerja" kata bu Mieke.
"Terimakasih bu..." ucap Salma bersyukur karena majikannya mau mengerti keadaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Elfin Carolina Arikalang
permintaan gila ni Nadia
2023-06-28
1
linda sagita
suka ceritanya👍
2022-03-18
1