Nino dan Arka tiba di depan sebuah toko cincin. Saat itu Ansel yang menyuruh mereka datang pun, tampak baru saja turun dari mobil dan langsung menghampiri.
"Lo ngapain sih, nyuruh kita kesini?" tanya Nino pada saudaranya itu.
"Gue lagi berak tau nggak tadi." gerutu pemuda itu lagi.
"Mana sembelit lagi gue, gara-gara nggak makan serat beberapa hari ini." lanjutnya kemudian.
"Gue juga lagi bikin adeknya anak-anak. Lagi enak banget, eh lo nelpon dan nyuruh gue buru-buru." celetuk Arka.
"Lo berdua berisik banget sih, durhaka lo sama gue." ujar Ansel kemudian. Ia masih saja terdengar logat bule nya, meski sudah lancar berbahasa Indonesia.
"Ya udah, kita mau ngapain disini?" tanya Nino lagi.
"Gue mau beli cincin buat melamar Intan."
"Astaga."
Arka dan Nino berujar di waktu yang nyaris bersamaan.
"Timbang beli cincin doang, lo mesti ngajak sekecamatan?" tanya Arka.
"Emang lo berdua satu kecamatan, mana liat KTP kalian?. Orang Nino Jakarta Selatan, lu Jakarta Timur Ka KTP nya. Mana ada satu kecamatan."
Arka dan Nino saling menatap satu sama lain dan menghela nafas panjang.
"Ya udah deh, ayo!" ujar Arka dengan emosi yang sangat ditekan ke bawah.
Ia dan Nino kini menahan senyum. Bukan Ansel namanya jika kemana-mana tidak minta ditemani. Bukan Ansel pula namanya jika tingkahnya tidak melebihi anak bungsu.
Mereka kemudian masuk ke dalam dan menemani saudara mereka itu dalam memilah cincin pertunangan.
"Yang mana menurut kalian yang bagus?" Ansel bertanya pada Arka dan juga Nino.
Kedua saudaranya itu menilik ke dalam etalase kaca, dan melihat-lihat model cincin yang terpajang disana.
"Ini bagus."
Arka dan Nino menunjuk dua model cincin yang berbeda. Ansel jadi terdiam dalam kebingungan.
"Jadi gue harus pilih yang mana?" tanya nya kemudian.
"Ya terserah elo, Sel. Yang jelas menurut gue ini bagus, menurut Arka itu yang bagus." ujar Nino menjelaskan.
"Terus gue harus nurutin elo apa Arka?"
Nino mencoba menarik nafas panjang, dan tetap saja paru-parunya terasa gagal mengembang.
"Ya, lo pilih." ujarnya seakan hendak menelan Ansel hidup-hidup.
"Menurut lo gimana, Ka?" Ansel melempar pertanyaan pada Arka.
"Menurut gue yang ini, Sel." ujar Arka seraya menunjuk yang ia pilih sebelumnya.
"Tapi kata Nino yang ini juga bagus."
Gantian Arka kali ini yang paru-parunya gagal menghirup udara.
"Ya udah gini deh, kalau menurut elo sendiri yang mana yang bagus?" Arka mengembalikan pertanyaan itu pada Ansel.
"Hmm, yang ini."
Ansel menunjuk pada sebuah model yang bukan dipilih oleh Nino dan juga Arka.
"Ya udah, ambil yang itu." ujar Arka lagi.
"Tapi kata lo berdua tadi yang itu sama yang itu yang bagus."
"Ya nggak usah ngikutin pilihan gue sama Arka. Ibarat kata nih ya, ada Intan, Kylie Jenner, sama Taylor Swift. Lo pilih yang mana?"
"Intan."
"Ya udah, kayak gitu juga cincin. Nggak usah ribet." ujar Nino makin gregetan. Arka sendiri nyaris terbahak melihat tingkah laku saudaranya tersebut.
"Ya udah deh, pilih yang ini mbak. "
Ansel mengambil pilihannya dan memberitahu pada karyawan toko tersebut. Sementara Arka dan Nino bernafas lega dan sujud syukur atas semua itu.
"Eh tapi ukuran jari Intan berapa ya?"
Arka dan Nino kompak menepuk dahi mereka masing-masing.
"Jadi lo nggak nyari tau dulu?" tanya Arka setengah emosi.
"Nggak, ntar nggak surprise lagi." jawab Ansel.
"Kan ada banyak caranya, Bambang."
Nino rasanya ingin sekali menggetok kepala saudaranya itu dengan palu hakim.
"Lo bisa tanyain, pura-pura mau ngelamarnya lima bulan lagi atau tahun depan. Tau-tau lo kasih surprise sekarang." Lanjutnya kemudian.
"Tau lo, kalau kayak gini ntar resiko kekecilan atau kegedean loh." Arka menimpali.
Ansel diam.
"Ah udah ah, dikira-kira aja yang penting muat." ujarnya kemudian.
"Giliran situasi kayak gini, bisa lo ambil keputusan sendiri dengan cepat. Pas tadi aja milih cincin, kayak milih kandidat caleg." seloroh Nino.
"Emang dia kadang-kadang sometimes." seloroh Arka.
Ansel nyengir, lalu kemudian ia membayar cincin tersebut. Tak lama mereka keluar dari toko dan berjalan ke arah parkiran mobil.
Tiba-tiba langkah Nino terhenti. Tatkala matanya melihat Nadine yang berjalan seorang diri menuju ke suatu tempat. Arka dan Ansel pun melihat ke arah gadis itu.
Mereka saling bertatapan lalu sama-sama melihat ke arah Nino. Jantung Nino berdegup dengan kencang, tak dapat dipungkiri ia masih mencintai gadis itu. Meski mereka berpisah tanpa ucapan apapun dan hanya saling menghilang secara tiba-tiba.
"Lo nggak nyusul dia?" tanya Arka.
"Buat apa?" Nino balik bertanya.
"Bukan gue yang ngusir, dia yang pergi sendiri tanpa alasan." lanjutnya kemudian.
Arka dan Ansel pun tak lagi berkata apa-apa.
"Ke rumah daddy ya." ujar Nino pada kedua saudaranya itu.
Arka dan Ansel mengangguk, detik berikutnya mereka pun sama-sama tancap gas dan menuju ke kediaman Ryan.
***
"Are you oke?"
Arka datang dengan membawa tiga gelas kopi hangat. Ia lalu meletakkan kopi tersebut ke atas meja balkon. Kini ia memperhatikan Nino yang tengah menghisap batang rokoknya. Sementara Ansel juga ada disitu dan tengah menghidupkan pod vape.
"Minum, Nin!" ujar Arka kemudian.
Nino mengangguk lalu menyeruput salah satu gelas yang berisi kopi. Arka bisa merasakan jika benak Nino dipenuhi pikiran yang berkecamuk.
Namun Nino tetaplah Nino. Ia tak bisa bercerita banyak mengenai apa yang ia rasakan. Ia tetap pendiam untuk masalah pribadinya. Tidak seperti Ansel yang lebih mampu mengekspresikan segala emosi yang ia miliki.
"By the way daddy kemana?" Nino baru menyadari jika sedari tadi mereka tak melihat Ryan. Begitupula dengan Arka dan juga Ansel.
"Eh iya ya." ujar Arka.
"Telpon dulu, Ka." ujar Ansel pada adiknya itu.
Arka lalu menghubungi Ryan.
"Halo, Arka."
"Dad, daddy dimana?" tanya Arka pada ayahnya itu.
"Lagi nonton." jawab Ryan.
"Lagi nonton?"
"Iya, sama Pamela." jawab Ryan lagi.
Arka melebarkan bibir dan berucap tanpa suara kepada kedua saudaranya.
"Sama Pamela." ujarnya.
Nino dan Ansel turut kompak melebarkan bibir.
"Kenapa, Arka?" tanya Ryan kemudian.
"Ah, nggak dad. Ini Arka lagi di rumah daddy. Sama Nino, ada Ansel juga."
"Oh kenapa nggak kasih tau daddy?" tanya Ryan.
"Kirain daddy ada di rumah." jawab Arka.
"Oh, okelah kalau begitu. Nanti daddy pulang koq. Selesaikan satu film dulu ya."
"Ini daddy udah nonton apa baru mau nonton?" tanya Arka.
"Baru mau nonton, kalian jangan pulang dulu sebelum daddy pulang."
"Oh oke, dad. Have fun ya." ujar Arka.
"Oke, bye Arka."
"Bye, dad."
Arka menyudahi telpon tersebut.
"Ternyata lord Ryan lagi sama mbak Pamela." ujar Arka.
"Kayaknya dari gue, bakalan duluan daddy nih yang nikah." Celetuk Ansel.
Nino yang tadinya menyimpan kesedihan soal Nadine pun, kini jadi seolah lupa dan tertawa-tawa. Begitupula dengan Arka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Bunda'ne Aqila
haha Lord Ryan mbak Pamela😂
2022-08-04
1
mia
gpp daddy duluan kasian kelamaan sendiri ..😁
2022-07-31
0
Nana
lord Ryan n Pamela
2022-07-30
0