"Kebanyakan dari kita tak menyadari, jika apa yang telah kita jalani seharian ini. Berpengaruh pada apa yang akan kita jalani esok hari."
Sebuah tayangan iklan dengan kata-kata tersebut di atas terus berulang-ulang di sebuah ruangan. Tepatnya pada sebuah gedung perkantoran yang tinggi dan megah.
Gareth Surya Evans yang membintangi iklan tersebut, kini duduk di ruangan itu sambil fokus menatap layar laptop.
Ia merupakan pria sukses yang baru saja berhasil mendirikan perusahaan teranyar, yang sama sekali berbeda dengan perusahaan yang ia pimpin selama ini.
Jika selama ini perusahannya bergerak di bidang jasa keuangan. Kini ia merambah ke produk kesehatan dan membuka platform market place. Sebuah loncatan yang cukup berani, mengingat persaingan pada dua sektor tersebut sangatlah ketat saat ini.
Banyak produk pesaing yang telah memiliki nama terlebih dahulu. Tapi dengan strategi marketing yang brilian, Gareth beserta produknya mampu meraih pasar dan saat ini tengah berkembang pesat.
"Pak Gareth, bapak sudah ditunggu oleh klien."
Seorang sekretaris bertubuh seksi masuk dan memberitahukan hal tersebut pada Gareth. Tak lama pria tampan bertubuh tinggi itu pun berdiri, dan berlalu meninggalkan ruangannya.
***
"Si Gareth lagi sukses gila-gilaan itu.
Salah satu petinggi sekaligus orang kepercayaan Amanda berujar. Ketika mereka semua mengadakan rapat internal guna membahas pembaharuan serta pelebaran sayap perusahaan, yang telah mereka rencanakan sejak setahun belakangan ini.
"Jadi menurut kalian, kita lanjut atau berubah haluan?"
Amanda meminta pendapat para senior di kantornya. Sebab untuk melakukan pergerakan, mereka harus membaca situasi terlebih dahulu.
Jangan sampai apa yang mereka lakukan, membuat mereka salah dalam mengambil tindakan. Dan ujungnya mereka akan rugi besar akibat kurang perhitungan.
"Saya rasa, iya. Sebab untuk masuk ke ranah itu kita mesti menyiapkan strategi yang kuat. Saat ini produknya Gareth sedang menguasai pasaran dan kita sulit untuk meraih pangsa pasar."
Salah satu petinggi berujar, Amanda kini diam dan tampak berpikir.
***
"Jadi menurut kamu, kamu mau menyerah gitu aja?"
Arka bertanya pada Amanda, ketika mereka akhirnya pulang kerja dan mampir ke tempat Math. Salah satu teman Arka yang memiliki kafe dengan nuansa jadul. Saat hamil Azka dan Afka Amanda kerap diajak Arka ke tempat itu.
"Ya abis gimana, mau berperang juga butuh strategi yang kuat Ka. Nggak bisa asal serang, yang ada kita kalah."
Amanda berujar seraya menyeruput es kunyit asam yang ia pesan. Sedang Arka tadi memesan kopi hitam pahit. Semenjak masuk ke dunia kerja, omongan Arka dan Amanda sudah lebih nyambung.
Berbeda saat dulu ketika Arka hanya bekerja di dunia entertainment. Arka tak mengerti dunia bisnis dan perkantoran, sedang Amanda tak begitu mengerti perihal dunia keartisan.
Meski ia sempat menanam modal pada salah satu Production House. Tetap saja hal tersebut bukan ia yang mengurus. Obrolan mereka tentang pekerjaan pun jadi kerap tidak ada korelasi.
Tapi saat ini semua sudah bisa saling mengimbangi. Terutama Arka yang sekarang sedikit banyak mengerti tentang kegiatan sang istri.
"Terus langkah selanjutnya apa?. Maksudnya kamu mau bikin apa lagi?" Arka kembali bertanya pada Amanda.
"Ya, mungkin bakalan diajak kerjasama si Gareth-nya. Kita membantu dia dan mengambil keuntungan aja dari sana." jawab wanita itu.
Mereka kemudian bercakap panjang lebar mengenai hal tersebut. Tanpa terasa malam pun mulai larut. Lagu-lagu yang ditampilkan oleh band yang manggung di tempat itu, makin menambah syahdu suasana.
"Mau dansa sama aku?" tanya Arka pada Amanda, ketika lagu yang tengah dimainkan dirasa pas untuk hal tersebut.
"Oke." jawab Amanda seraya tersenyum.
Maka Arka pun mengulurkan tangannya, dan di sambut oleh wanita itu. Mereka kemudian berdansa, dibawah terpaan cahaya lampu yang kuning temaram.
Sementara di rumah Azka dan Afka mulai berkelakuan. Mereka sengaja melengos dan merayap kesana-kemari, saat diberikan botol berisi susu oleh dua pengasuh mereka.
"Ayo Azka, Afka. Minum susu dulu."
Laras si pengasuh baru mencoba merayu Azka dan Afka. Namun kedua anak itu kadang berjalan, merambat, dan bahkan merayap dengan super cepat. Karena mereka memang lebih cepat merayap ketimbang berjalan.
"Papapa."
"Mama."
Azka dan Afka berujar di waktu yang nyaris bersamaan.
"Iya, nanti papa sama mama pulang." Anita mencoba ikut membujuk keduanya.
"Hoayaa."
Mereka malah kabur dan berhenti di kolong-kolong meja sambil tertawa.
"Eheeee."
***
"Kenapa Anita?"
Amanda bertanya ketika asisten rumah tangga sekaligus pengasuh anaknya itu menelpon.
"Ngamuk, bu. Ini udah mulai nangis, botol susunya di banting. Maunya papapa sama mama mulu." Anita menjelaskan.
"Oh ya udah, ini bentar lagi kita pulang koq." ujar Amanda.
Maka Anita pun menyudahi telpon tersebut.
"Ngamuk mereka?" tanya Arka pada sang istri.
"Iya, mungkin karena kita biasa pulang sebelum ini deh." ucap Amanda.
"Dikira kita nggak balik kali ya." ucap Arka.
"Ya udah, kita balik aja. Udah malem juga." lanjutnya lagi.
Mereka pun kemudian pamit pada Matthew dan bergegas untuk pulang. Sesampainya di penthouse, tampak Azka dan Afka sedang mengamuk sambil menangis. Anita dan Laras benar-benar teraniaya dibuat oleh mereka.
"Plaaak."
Azka memukul wajah Laras di depan mata Arka serta Amanda yang baru meletakkan tas.
"Heh, nggak boleh begitu."
Amanda langsung mengeluarkan ocehan ala emak-emaknya. Tak lama anak kembar itu berpindah ke tangan Arka dan juga Amanda. Sedang pengasuh bersiap untuk pulang. Pak Darwis masih standby di bawah dan bermain catur dengan para sekuriti.
"Kenapa mbaknya tadi di tabok, hah?"
Arka bertanya pada sang anak, ketika kedua asisten rumah tangga telah turun ke bawah.
"Hoayaa."
Azka memberikan semacam pembelaan diri. Mungkin dalam pikirannya ia telah berargumen banyak. Tetapi kata yang terdengar oleh orang dewasa tetap hanya celotehan khas bayi.
"Nanti mbak Laras nggak mau lagi loh jagain Azka, Azka suka nabok soalnya." Amanda menimpali.
"Eheeee."
Di luar dugaan Afka malah tertawa, membuat Azka yang tengah di marahi itu juga ikutan tertawa. Arka dan Amanda saling pandang sambil menahan senyum.
"Kelakuan anak kamu, Ka." ujar Amanda kemudian.
"Kan kamu ibunya." Arka balas meledek.
"Maksudnya didikan aku gitu?"
"Ya kan perilaku anak mencerminkan ibunya."
"Enak aja."
"Mama."
"Papapa."
Azka dan Afka refleks memegang wajah kedua orang tua mereka, dengan tangan mungil yang mereka miliki. Seketika Arka dan Amanda pun saling menatap sambil tersenyum.
"Nggak boleh emak-bapaknya berantem." ujar Amanda.
Arka pun jadi tertawa. Pasalnya kedua anak itu benar-benar mendekatkan wajah ibu dan ayah mereka, ke wajah mereka. Tentu saja hal tersebut membuat hati Arka dan Amanda menjadi meleleh.
"Nggak, papa sama mama nggak berantem koq. Main-main doang." ucap Arka.
Lalu Azka memeluk Arka dan Afka memeluk Amanda. Sementara kedua orang tua mereka makin meleleh dan sangat terharu biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Firly Muhammad
duo hooaaayyyaaa ini makin2 yaa...😂😂
2023-01-01
1
Elis Dama Nuryanti
Si kembar lucu,gemess kapan nih ada adeknya si kembar...🤭biar tambah rame...😄
2022-09-18
0
Melya Siena Siena
Aduh tambah uwu🤭🤭
2022-08-31
0