Esok harinya Arka dan Rio berangkat ke Production House yang akan memproduksi film yang akan mereka bintangi.
Di sana sudah ada para cast yang telah diambil oleh casting director di tempat lain. Sebagian dari aktor dan aktris tersebut dikenal baik oleh Arka maupun Rio.
Sebagian lagi, hanya tau sebatas pernah mendengar namanya atau melihat filmnya saja. Karena mereka benar-benar belum pernah berada di satu project yang sama.
Mereka saling menyapa, saling berkenalan bagi yang belum kenal. Mereka duduk di ruang rapat. Lalu produser, sutradara, dan penulis skrip hadir di tengah-tengah mereka semua.
Mereka membicarakan seputar film tersebut. Mulai dari jalan cerita, lokasi, peran-peran yang telah di berikan kepada para cast. Banyak yang mereka bahas hari itu.
Arka dan Rio mendengarkan secara seksama, begitupula dengan yang lainnya. Ada beberapa hal yang mereka pertanyakan dan itu di jawab dengan baik oleh sutradara dan juga penulis skrip. Sebab yang mereka tanyakan adalah seputar karakter yang mereka mainkan.
Cukup lama mereka ada di tempat itu. Sampai kemudian semuanya dinyatakan selesai. Rapat tersebut di bubarkan, Arka dan Rio berpamitan untuk pulang.
"Ngopi yuk, bro." ajak Rio ketika mereka semua telah berada di mobil.
"Ayo!" jawab Arka.
"Ditempat biasa aja." lanjut Rio lagi.
"Oke."
Arka pun lalu mengemudikan mobilnya, ke tempat dimana tempat ia dan Rio biasa ngopi bersama. Sesampainya ditempat itu Rio langsung memesan kopi dingin atau es kopi, sementara Arka memesan kopi panas.
"Ah, enak banget."
Rio berujar usai menyedot kopinya beberapa kali.
"Terasa kayak jiwa gue tuh ngumpul tau nggak. Dari yang tadinya berterbangan, sekarang balik." lanjutnya lagi.
Arka tertawa. Kopi memang selalu bisa mengembalikan semangat sebagian orang. Meski sebagian lagi yang menderita asam lambung, tak bisa menikmatinya. Sebab penyakit mereka akan mendadak kumat.
"Minum kopi disaat baru selesai deal job itu ajib banget emang." lanjut Rio lagi.
"Baru kali ini ya, kita satu project tapi jadi musuh." ucap Arka pada Rio.
"Iya, gue khawatir kita ketawa aja sih pas take adegan." Rio berseloroh.
Arka kini makin tertawa.
"Ya makanya lo serius, Bambang."
"Lo yakin?" tanya Rio.
"Seserius-seriusnya gue, lo yakin nggak akan inget bagian gue yang absurd?" lanjutnya kemudian
"Nah itu dia, bagian yang itu yang gue suka nggak tahan." ujar Arka.
"Mau mendalami karakter sedalam apapun, tapi pikiran gue itu suka mengingat hal-hal lucu." ujarnya lagi.
"Pokoknya kita bener-bener mesti totalitas, bro. Ini tantangan buat kita." tukas Rio.
"Mungkin gue akan latihan untuk nggak mengingat kelakuan goblok lo selama ini." jawab Arka.
Kemudian mereka sama-sama tertawa dan sama-sama meminum kopi mereka. Selang beberapa saat berlalu, seseorang masuk ke kafe tersebut. Lalu kemudian ia menuju ke seseorang lain yang telah duduk di suatu meja terlebih dahulu.
Arka dan Rio tanpa sengaja melihat ke arah orang itu, begitupun sebaliknya. Orang itu tiada lain adalah Gareth, yang tengah janjian degan salah satu rekannya di tempat tersebut.
Ia menatap Arka dan Rio persis seperti tatapannya saat bertemu di mall beberapa hari lalu. Agak sedikit angkuh dan terkesan arogan, serta meremehkan.
"Itu bukannya si Gareth temennya si Firman ya, Ka?. Yang kita ketemu di mall terus di omongin sama anak manajemen?"
Rio bertanya pada Arka. Sejak Gareth menatap mereka tadi, mereka sudah mengalihkan tatapan ke arah lain.
"Emang." jawab Arka.
"Lo liat aja bentukannya gitu. Kayak Fir'aun yang abis berima upeti dari rakyat jelata." lanjutnya kemudian.
Rio hampir tersedak akibat ucapan sahabatnya itu.
"Rese banget lu, lagi minum juga gue." ujarnya sambil tertawa.
"Tapi emang songong sih mukanya." celetuk Rio.
"Kayak dia tuh biskuit Eropa yang lagi menatap rengginang terasi, tau nggak."
"Uhuk."
Kini gantian Arka yang tersedak, sebab saat Rio tengah mengatakan hal tersebut, posisinya tengah minum. Ia tak kuasa menahan tawa.
"Bajingan lu." gerutu Arka, sambil coba mendehem dan menetralkan rasa gatal di tenggorokannya.
"Satu sama, bro." ucap Rio seraya tertawa.
"Bangsat." Arka menjawab sambil masih tertawa pula.
Mereka terus berbincang, tanpa mempedulikan keberadaan Gareth lagi. Namun tanpa mereka ketahui, sesekali Gareth masih menatap ke arah mereka. Entah apa yang dipikirkan pria itu sesungguhnya.
Beberapa saat berlalu, Arka dan Rio memutuskan untuk pulang usai acara ngopi plus ghibah itu selesai. Mereka kini tengah berjalan ke arah parkiran.
"Eh, Arka, Rio."
Seseorang menyapa dan menghampiri mereka dengan agak terburu-buru. Orang tersebut adalah Dion, rekan sesama artis dan satu manajemen mereka. Yang tempo hari sempat juga bertemu di kantor Peace Production.
"Eh, bro." sapa Arka kemudian.
"Lo mau pada kemana?" tanya Dion.
"Pulang." jawab Arka.
"Oh kirain baru mau ke dalam." ujar Dion lagi.
"Udah dari tadi." Celetuk Rio.
"Oh ya udah deh, tadinya mau ngajak gabung. Gue janjian sama anak-anak lain juga." tukas Dion.
"Waduh, sorry. Udah mau pulang ini." ucap Arka.
"Ya udah nggak apa-apa. Oh ya, besok lo berdua ada waktu nggak?. Gue mau ngundang kalian nih ke acara launching bisnis baru gue di Cilandak."
"Gue ada." jawab Rio.
"Gue besok udah janji, mau ngajak anak-anak gue jalan." ujar Arka.
"Yah, nggak bisa ya Ka?. Padahal keponakan gue ada yang ngefans sama lo dan pengen ketemu."
"Waduh, sorry banget bro. Bukan gue nggak mau, gue udah janji sama anak-anak gue. Nggak mungkin gue batalin." ujar Arka lagi.
"Oke, nggak apa-apa kalau gitu. Lo datang ya, Ri. Gue ngadain pool party besok."
"Wah banyak cewek sexy dong?" seloroh Rio seraya tertawa.
"Yoi."
"Gue sempatin, tapi nggak janji ya."
"Kata lo tadi punya waktu."
"Iya, siapa tau aja besok bangun tidur tiba-tiba gue encok atau asam urat." selorohnya kemudian.
"Mukbang kolesterol mulu sih lo." celetuk Dion sambil tertawa.
"Ya udah, yang penting gue udah nyampein deh." ujar Dion.
"Gue ke dalam dulu ya." lanjutnya lagi.
"Sorry ya bro, sekali lagi." ucap Arka.
"Oke, nggak masalah koq."
Dion kemudian pergi menjauh. Arka dan Rio masuk ke dalam mobil dan mulai tancap gas. Sementara dari sudut parkiran yang lain, Gareth memperhatikan semua itu.
***
"Lo kalau mau datang, datang aja bro." ucap Arka pada Rio, ketika mobil telah berjalan cukup jauh.
"Nggak ah, males gue kalau nggak ada lo. Kan lo tau circle-nya mereka kayak apa. Pertemanan mereka kayak gimana. Dikit-dikit pamer, siapa yang paling hebat, paling banyak job, paling berduit. Males gue nggak nyaman."
"Kenapa tadi lo bilang ada waktu, kalau nggak mau datang?. Bilang aja lo sibuk aturan."
"Ya, gue pikir lo juga bisa datang." ujar Rio lagi.
Batin Arka bergemuruh. Sejak menjadi seorang ayah, ia memang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk keluarga. Karena merasa telah banyak membagi waktu dengan bekerja, bahkan ia tak pernah berpikir untuk dirinya sendiri.
"Ya, jangan gara-gara gue lo jadi terhambat melakukan ini itu." tukas Arka.
"Kan udah gue bilang, kalau nggak ada lo gue nggak mau." ucap Rio lagi.
Arka pun lalu menghela nafas, rasa bersalahnya kepada Rio kini semakin menjadi-jadi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Eka Widya
kayak2nya tanda2 konflik mulai bermunculan.siapkan hati para pemirsah😊😊😊
2022-09-12
1
Bunda'ne Aqila
uwihhhh Rio sweet gitu di mana ada Arka di situ ada Riri 😚
emang kali udah berumah tangga gitu ka keluarga prioritas utama 🥰
2022-07-31
0
mia
resiko berumah tangga ya begitu Ka udh gk hanya memikirkan diri sendiri apalg dah punya anak tp setidaknya kamu msh bisa hang out sesekali ..
2022-07-31
0