Kemudian Reza memberiku dua kartu hijau dan biru. Hijau sebagai phonecard dan biru internet card. Total harganya 30 USD atau sekitar 350 ribu rupiah. Kugunakan uang dari *ag*ency untuk membayarnya.
"Lu tau cara pakenya nggak?" tanya Reza, sengaja ingin mengerjaiku.
Lagi-lagi seperti ini. Jika kujawab tidak bisa dia pasti akan mengejekku habis-habisan lagi.
"Ya nggak bisalah." Jawabku malas, sudah pasti aku belum bisa menggunakannya tetapi Reza masih saja bertanya.
"Itu kan ada panduannya. Dibaca dong An," kata Reza menggoda, tentu saja akan seperti ini tanggapan Reza yang membuatku malas.
"Ah ya udahlah aku coba di kabin aja ntar. " Jawabku kesal dan langsung pergi, aku sudah bosan dengan tingkah Reza.
"An, Ana.. Sini gue ajarin woy !!" teriak Reza.
Tetapi tidak kuperdulikan lagi.
***
Tiba di kabin. Ada Kak Anggie yang sedang bermain ponsel.
"Eh Ana, lagi break ya?" Sapanya
"Kak bisa ajari aku pake phone card nggak ?" tanyaku sambil menunjukkan kartu berwarna hijau itu.
"Bisa dong. Wah kamu belom gajian udah bisa beli phone card," jawabnya sambil tertawa.
"Iya Kak. Kan pake uang dari Agency kemarin," jawabku.
Agency di Indonesia memang memberikan uang saku untuk setiap kru yang akan berangkat bekerja.
"Nih ya, kan ada kodenya di kartu ini. Pertama kita dial angka 51 dulu." Kata Kak Anggi sambil memencet tombol pada telepon.
"Habis itu tunggu. Pilih bahasa. Masukkin kode yang ada di kartu. Kalo Udah tersambung, masukkin kode negara sama nomor yang kamu tuju," jelasnya masih dengan menekan-nekan tombol telepon.
"Nih An, udah tersambung." Katanya sambil memberikan teleponnya kepadaku.
Tersambung...
***
"Halo, Assalamualaikum." Seseorang mengangkatnya yang ternyata adalah ibuku.
"Halo waalaikum salam Ibuk. Ini Ana," kataku dengan sumringah.
"Ya Allah Nak, gimana keaadanmu. Ibu cemas menunggu kabar darimu." Jawabnya dengan agak teriksak. Ibuku benar-benar tidak galak seperti biasanya.
"Buk, tenang jangan menangis maaf Ana baru bisa mengabari ibu sekarang. Gimana keadaan di rumah Buk?" kataku dengan terisak, aku sangat merindukannya.
"Alhmdulillah kami semua baik An, jangan khawatir. Hanya Bapakmu saja yang masih harus rutin mengkonsumsi Obat," jelas ibuku.
"Ibu pasti lelah ya harus ngurus Bapak sendiri," tanyaku.
"Nggak apa-apa An, Ibu kan istrinya. Nanti kamu kalau sudah menikah juga harus mengurus suamimu dengan baik ya, " sambungnya.
Lagi-lagi ibuku mengingatkanku pada pria kaku yang akan dijodohkan denganku besok. Aku benar-benar malas mengingat hal itu.
"Bukit, gimana sekolah Luna? Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Lancar kok An, jangan khawatirkan Adikmu itu." Jawab Ibuku.
"Buk, Ana ijin balik kerja dulu ya. Doakan lancar biar Ana bisa segera membayar hutang kita. salam buat Bapak dan Luna ya," ucapku berpamitan pada ibu.
"Ya sudah Nak, Kamu baik-baik ya di sana. Doa Ibu bersamamu. Ingat sebentar lagi kamu akan menikah, jaga dirimu." Pesan Ibuku sebelum menutup teleponnya.
Aku pun menutup telepon. Aku sangat tidak mengerti kenapa Ibuku terus memaksaku untuk menikah dengan si Lintah darat itu.
Beberapa kali aku menjelaskan aku tidak mencintainya. Kalau memang masalahnya karena hutang biarkan aku yang membayarnya. Toh aku juga sudah bekerja sekarang.
Aku memang sengaja memilih bekerja di luar negeri untuk biaya pengobatan Bapak. Tetapi selain itu aku juga ingin membesakan diri dari perjodohan itu dengan melunasi semua hutang keluargaku pada pria itu.
Hutang yang harus kulunasi cukup besar nominalnya. Hingga bekerja di rumah tidak akan cukup, aku sangat berharap gajiku bisa menutup hutang kedua orang tuaku.
Semoga dengan begini kehidupanku bisa kembali normal aku tidak harus lari-larian ke sana ke mari untuk mencukupi kebutuhan keluarga kami.
Sejak Bapakku sakit. Ibuku lah yang memegang penuh tanggung jawab keluarga kami . Tepatnya sekitar lima tahun yang lalu ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Tiba-tiba saja Bapakku terkena penyakit jantung. Hingga harus menjalani operasi bypass jantung.
Kami membutuhkan biaya yang besar untuk operasi itu, lalu seseorang datang untuk untuk mbantu kami . Entah darimana datangnya orang ini. tiba-tiba dia datang ke rumah kami untuk meminjami kami sejumlah uang.
Ibuku langsung saja menerima bantuan tersebut tanpa berfikir panjang, karena yang ia pikirkan hanyalah kesehatan Bapak.
Dan aku yang saat itu masih terbilang belia hanya bisa mengikuti kemauan ibuku.
Setiap bulan kami harus menyicil hutang yang sepertinya tidak pernah ada ujungnya karena bunganya yang terlampau tinggi, jadi kami hanya mampu untuk membayar bunganya saja.
Sementara pokoknya belum kami bayar sama sekali karena penghasilan Ibuku yang hanya seorang pedagang sayuran di Pasar tidak seberapa. Hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan menebus obat untuk bapakku.
Pasca operasi kesehatan bapakku semakin membaik namun ia tidak diperbolehkan terlalu banyak bergerak sebab akan mempengaruhi kinerja jantungnya.
Setiap hari bapakku hanya menghabiskan waktunya untuk berisirahat dan kadang melamun entah apa yang ia pikirkan semenjak sakit, bapakku memang tidak banyak bicara seperti ada beban di benaknya.
Aku yang tidak tega melihat ibuku bekerja sendirian memutuskan untuk membantu keuangan keluarga kami dengan bekerja paruh waktu sepulang sekolah sementara Adikku perempuanku yang bernama Laluna berada di rumah untuk menjaga bapakku.
Hari-hari kami lalui seperti itu hingga pada tahun ketiga sang pemberi hutang itu datang ke rumah kami mengatakan bahwa jika kami tidak segera melunasi hutang maka aku harus bersedia menikah dengannya .
Akhirnya aku memutuskan untuk melamar pekerjaan di beberapa Hotel di kotaku. Hingga akhirnya sebuah lowongan pekerjaan di Kapal pesiar dibuka. Betapa aku sangat tertarik kucoba melamar dan aku diterima, aku tidak percaya dengan mudahnya pekerjaan ini kudapat. Sepertinya Tuhan sangat sayang padaku.
Sampailah aku di sini seperti sekarang.
"An, waktu break udah mau habis nih."Kata Kak Anggi membuyarkan lamunanku.
"Oh iya kak. Makasih ya kakak udah bantuin aku tadi," jawabku berterima kasih pada kak Anggi yang telah membantuku menggunakan phonecard
"Gimana An, kabar keluarga baik?" Tanyanya.
"Alhamdulilah Kak. Tetapi bapakku masih harus cek up dan minum obat". Jawabku mencoba menjelaskan.
"Oh gitu ya. Semoga Bapak cepat pulih ya," tambahnya menyemangatiku.
"Memangnya kamu mau nikah An? tadi aku sedikit mendengar percakapan kamu di telepon " tanyanya lagi penasaran.
"Iya kak, aku terpaksa harus nikah" jawabku malu.
"Loh kok terpaksa, gimana maksudnya?" Tanya Kak Anggie heran.
"Aku dijodohkan kak. Keluargaku punya hutang jika kami tidak segera melunasinya maka aku harus menikah dengan pemberi pinjaman itu." Jelasku dengan jujur.
"Apa? di jaman sekarang masih ada perjodohan? dan terpaksa pula? Siapa pria kurang ajar itu An? apa dia sangat kaya? bisa-bisanya dia seperti itu?" Tanya kak Anggi geram.
"Iya kak. Dia pengusaha dan sangat kaya. " Jawabku.
"Apa dia sudah tua ?" tanyanya lagi.
"Nggak terlalu tua sih kak," Jawabku.
"Apa dia tampan?" tanyanya lagi. Astaga Kak Anggi ini sangat kepo sekali, batinku.
"Cukup tampan Kak" jawabku asal.
"Astaga Ana lalu kenapa kamu menolaknya bukankah itu bagus?" Katanya sambil tertawa.
"Masalahnya aku nggak suka sama dia kak." Jawabku.
"Aduh Ana buat apa kamu memperdulikan masalah perasaan nanti juga cinta tumbuh dengan sendirinya kok." Jelasnya ngeyel seolah sangat ahli di bidangnya.
"Tapi aku sukanya sama orang lain kak." Kataku mencoba menjelaskan perasaanku.
"Oh iya? Siapa memang?" Tanyanya penasaran.
Akhirnya aku putuskan untuk mngakhiri obrolan intim kami itu.
"Udah yuk Kak, kita balik ke section. Ntar kita dicariin loh," jawabku sambil keluar kabin berjalan meninggalkannya.
"Eh.. Ana aku belum selesai ngomong" kata Kak Anggi menuntut penjelasan lebih dariku sementara aku sudah menutup pintunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Chandra Dollores
gas terus dr bab q sampe skrg
ini judulnya dalam sehari naik level
2022-05-04
1
🐰Far Choinice🐰
permisiiii numpang nyicil.baca kaakk
2022-03-14
1
Hanna Devi
penasaran tingkat dewa tuh 🤭
2022-02-11
0