Dua bulan berlalu dan libur semester pun usai, setelah kusiapkan semua perlatan untuk ke sekolah. Aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan. Kutekan tombol bertuliskan angka satu di Lift
Rumahku memang terdiri dari empat lantai. Itulah mengapa orang tuaku memfasilitasi lift di dalam rumah kami alasannya simpel tentu saja agar tidak perlu capek naik turun tangga.
Lift terbuka dan aku sampai di lantai dasar, seperti biasa, terlihat kakekku sedang menyantap sarapannya di ruang makan keluarga.
"H**ai Prince, apa kau akan pergi ke sekolah hari ini?" Tanya kakekku yang melihatku sudah berseragam, lengkap dengan tas ransel di pundak.
"Tentu saja Opa, apakah aku tidak cukup tampan untuk pergi ke sekolah?" Tanyaku menggodanya sambil berjalan ke arahnya.
"O**f course cucu Opa ini sudah pasti tampan mewarisi ketampanan kakeknya." Jawabnya kembali menggodaku sambil menggigit roti selai kacang kesukaannya.
Kuambil sepotong roti gandum dengan olesan butter dan taburan meises di atasnya lalu kami sarapan bersama.
***
Sekian menit kemudian kami selesai sarapan, dan aku berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
"Opa, Ricko berangkat dulu ya!" Kataku berpamitan dan kucium punggung tangannya. Sementara tangan kakek yang lain mengelus rambutku. Itulah rutinitas pagi kami sebelum aku berangkat ke sekolah kakek benar-benar menyayangiku.
"Prince, apa kau tidak merasa ada yang ketinggalan? " tanyanya meyakinkanku tentang kelengkapan alat sekolahku.
"Apa Opa? Aku rasa semua sudah lengkap," jawabku meyakinkannya bahwa memang tidak ada yang ketinggalan.
"Apa Kau yakin, p**rince? " tanyanya lagi memaksaku untuk kembali memeriksa tas ranselku lagi.
"Tidak ada Opa. Ayolah Ricko bisa telat kalo seperti ini," jawabku mulai kesal yang sepertinya Opa sedang mengerjaiku.
"Ayolah Prince, coba kau periksa lagi." Kata kakekku sambil bangkit dari tempat duduknya dan masih saja berusaha mengerjaiku. Astaga sampai kapan ini terjadi.
"Opaa, cepatlah katakan apa yang Opa inginkan sebenarnya?" jawabku mulai tak sabar dengan tingkah Opa.
"Y**our smile Prince, jangan tinggalkan senyumanmu di rumah. Bawalah dia ke sekolah," kata kakekku yang akhirnya mengatakan apa yang sejak tadi berputar-putar.
"Astaga Opa, Ricko pikir apa," jawabku dengan mata memutar mata malas. Opa selalu saja bisa membuatku tertawa.
"Tentu saja Prince, hahaha memangnya apa lagi? Berhati-hatilah selama di sekolah ya!"
pesan opa sembari mengantarku ke pintu keluar.
***
Penjaga membukakan pintu mobil untukku dan mengantarku ke sekolah dengan kecepatan rata-rata.
***
Tiba di sekolah, sebuah mobil Sports Buggati keluaran terbaru yang mengantarku itu terparkir di depan pintu gerbang, penjaga membukakan pintu untukku.
Nampak seorang anak lelaki berlari ke arahku dengan membawa beberapa lembar kertas di tangannya. Dan anak itu adalah Dion.
"Bro, nih pesenan lo! " Katanya sambil menyodorkan kertas itu kepadaku.
Kuterima kertas tersebut dan sesuai dugaanku, ini adalah Daftar murid baru kelas X. Kabar baiknya terpampang juga foto siswa siswi sesuai urutan abjad dan kelasnya masing masing.
Aku masih sibuk mengamati nama demi nama, foto demi foto yang tertulis di kertas tersebut. Hingga Dion menanyakan sebenarnya apa yang ingin kulakukan dengan kertas itu
"Sebenarnya buat apa sih lo minta minta ini ke gue, tumben?" tanyanya penasaran. Tetapi aku masih sibuk mengamati lembar demi lembar
"Bukan hal yang penting Di." Jelasku singkat karena aku masih saja sibuk mencari.
"Terserah lu deh." Jawab Dion yang juga tengah sibuk dengan ponselnya.
Setelah sibuk mengamati, akhirnya kutemukan namanya berikut foto di baris yang sama dengan nama dan kelasnya.
Lanthana Aditama kelas X4
Aku mulai memikirkan kira-kira apa nama panggilannya. Lanthana, Lala, atau mungkin Ana? Sudahlah itu tidak terlalu penting, yang penting sekarang aku tau dimana letak kelasnya.
"Rick, sampe kapan kita ngejongos di sini ha? " kata Dion yang mulai bosan.
"Ya udah masuk kelas yuk," kataku sambil membuang kertas daftar siswa tadi. Tak kusangka Dion melihat aksiku.
"Woy sembarangan ni orang. Susah-susah gue cariin tuh kertas malah dibuang gitu aja. Bener-bener ya!" Kata Dion sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iya sorry ya, apa kau sedang merajuk Di?" kataku berusaha menggodanya sambil merangkul pundaknya. Lalu kami berjalan menuju kelas XI
"Ter - se - rah kau saja. Aku bo-do a-mat !" katanya sambil memasang muka malas menandakan dia sedang ngambek.
***
Kami berjalan menuju kelas, namun aku mengambil jalan lain yang membuat Dion kebingungan.
"Bro kok lewat sini sih?" Katanya heran karena aku tidak memilih jalan yang biasanya.
"Udah diem. Bukankah ini sama aja?" kataku berusaha mengajaknya untuk tetap berjalan.
"Ini kejauhan kali, jatuhnya kita muter kalo lewat sini," katanya masih tak terima dengan perkataanku.
"Udah sih biar pernah aja lewat sini," aku berusaha menenangkannya.
"Ku absurd banget sumpah akhir-akhir ini." Kata Dion yang merasa keanehan akan diriku. Namun tak menanyakannya lebih lanjut. Mungkin dia sudah lelah jadi mau tak mau menurut saja.
Kelas demi kelas kulewati. Dan akhirnya aku menemukannya, aku melihatnya dari sisi kaca, kebetulan tempat duduk gadis itu ada di dekat jendela. Inilah alasanku mengapa aku memilih untuk mengambil jalan lain menuju kelasku dan Dion .
Jelas hanya untuk memastikan bahwa gadis yang bernama Lanthana itu benar ada di kelas X4 atau tidak, kelas yang letaknya cukup jauh dari kelasku. Sepertinya rute ini akan menjadi rute favoritku setiap berangkat dan pulang sekolah.
Dia sedang duduk bersama teman sebangkunya. Aku tidak berani berlama lama menatapnya. Bagiku hanya melihatnya sekilas saja sudah cukup aku tidak ingin dia menyadari kehadiranku.
Di hari-hari berikutnya kegiatanku hanyalah seperti itu. Berangkat dan pulang sekolah dengan melewati kelasnya. Persetan dengan Dion. Aku tak pernah mendengarkannya. Jika dia mau dia bisa berangkat ke kelasnya melalui jalan manapun yang dia mau tanpa harus mengikutiku.
***
Hari ini sangat panas entah kenapa aku ingin segera pulang, mengingat betapa teriknya hari ini.
Dan sepulang sekolah ketika aku menunggu jemputan, kulihat gadis lucu itu, yang juga sedang menunggu.
Namun beberapa menit kemudian dia menghilang, sepertinya dia pergi ke arah kantin.
Dan ternyata benar di kantin, dia sedang minum es teh. Entah mengapa aku kasihan padanya. Akhirnya aku menemui Ibu kantin dan menyerahkan selembar uang seratus ribuan untuk membayar es teh gadis itu.
Tentu saja ibu kantin sangat senang mendapat uang seratus ribu untuk harga satu gelas es teh dan aku berpesan untuk jangan mengatakan hal ini padanya, ibu kantin pun setuju untuk merahasiakan ini.
***
Aku kembali ke gerbang depan dan kulihat mobil jemputanku sudah datang, sejurus kemudian mobil melaju kencang membawaku pulang ke rumah.
Namun saat itu juga hujan turun dengan lebatnya. Aku yang sedang duduk nyaman di mobilku tiba-tiba teringat pada gadis itu. Bukankah dia sendirian tadi, sudah pulangkah dia sekarang.
Aku sudah mulai sering memikirkannya sekarang. Ada rasa khawatir di dadaku . Akhirnya aku menyuruh pengawalku untuk mencari becak atau apalah yang penting bisa untuk mengantarnya pulang tanpa kehujanan.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, mobilku melewati seorang tukang becak yang sedang menunggu penumpang di pinggir jalan. Aku pun turun dari mobil untuk menyatakan niatku.
"Permisi Pak, bisa tolong jemput teman saya di SMA Nusa Bangsa II tidak? Tanyaku kepadanya yang sedang duduk di kursi becaknya.
"Bisa mas, sekarang atau kapan?" tanyanya kepadaku dengan semangat.
"Sekarang Pak, tapi saya tidak tau rumahnya dimana. Apakah uang ini cukup untuk ongkos kira kira sampai kerumahnya?" kataku sambil memberikan uang lima ratus ribu kepadanya.
"Wah ini kebanyakan mas," katanya ingin menolak uang dariku.
"Tidak apa Pak, kan bapak juga belum tau dimana rumah teman saya itu." Kataku mencoba menjelaskan.
"Baik kalau gitu, saya terima ya mas uangnya. Sekarang juga saya berangkat menjemput teman Mas," katanya akhirnya dia setuju untuk menerima uang itu.
"Tapi Pak, Bapak jangan bilang ya tentang ini sama teman saya itu, terserah bapak saja mau beralasan apa padanya nanti," ucapku kepadanya yang sedang menyalakan mesin becaknya.
Setelah kutunjukkan detail ciri-ciri gadis itu, akhirnya bapak tukang becak berangkat menjemputnya. Tentunya dengan kesepakatan yang telah kami bicarakan sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
April
Yoshi aku padamu.
2022-02-14
1
April
Sultan mah bebas, ngasih becak 500rb
2022-02-14
0
Un'
wihh mantep ada liftnya.. 😄
2022-01-26
0