Sinar mentari memasukki jendela kamarku. kubuka tirai dan kuhirup segarnya udara di pagi hari ini. Hembusan angin membawa butiran embun menyentuh kulitku yang masih mengantuk.
Rumah di pinggir sawah memang memiliki keindahan tersendiri. Hamparan hijau ladang, suara gemericik air mengalir di irigasi sangat memanjakan mata setiap aku membuka pintu rumah .
"An,sudah bangun belum?" Teriak ibuku dari arah dapur. Aku mencium aroma masakan yang tidak asing lagi, sepertinya ibu sedang memasak orek tempe kesukaan Luna, adikku.
"Iya Bu, Ana sudah bangun." Jawabku sambil menguap.
"An, sudah bangun belum?" Tanya ibuku lagi. Astaga kenapa Ibu suka sekali mengulang-ngulang pertanyaan.
"Anaaa.. Ayo bangun!" Teriaknya lagi. Benar-benar tidak bisa dibiarkan.
"Iya buk..Ini udah bangun." Teriakku meninggikan suara.
"Nah gitu kalo Ibu tanya itu dijawab." Kata Ibuku seolah-olah aku tak pernah menjawab pertanyaannya selama ini.
Aku pun bergegas keluar kamar. Menuju dapur. Sebuah ruangan yang tidak terlalu besar hanya ada satu sekat yang terbuat dari bambu sebagai pemisah antar dapur dan ruangan yang lain.
Rumahku memanglah tidak besar tetapi tidak kecil pula, cukup nyaman untuk kami tinggali . Di depan dan di samping rumah ada lahan kosong yang kami tanami berbagai sayur mayur dan tanaman herbal rempah. Seperti kunyit, jahe, dan tanaman umbi lainnya.
Tak jarang Ibuku membawa sayur dari lahan kami sendiri untuk dijual di pasar daripada harus membeli dari petani lain. Karena selisih keuntungan yang didapat cukup banyak.
"An, mandi dulu sana, jangan lupa bangunkan adikmu." Kata ibuku sambil menyiapkan piring.
"Iya buk, memang ibuk Jam berapa ke pasar?" Tanyaku.
"Ya habis ini Ibuk dan Bapak mau berangkat. makanya kamu cepat siap-siap." Jelas ibuku.
***
Setengah jam kemudian aku selesai bersiap, seragam putih abu-abu, dasi abu-abu dan tas ransel hitam sudah menempel sempurna di tubuhku yang ramping ini.
Kacamata bulat ber-frame hitam menghiasi mataku. Aku tak perlu repot-repot mengikat rambut karena rambutku memanglah hanya sebatas bahu.
Aku juga tak pernah memakai *sk*incare atau produk kecantikan apapun. Bukan karena tak suka tetapi memang tak mampu, uang yang diberikan Bapakku setiap bulan sangat disayangkan bila hanya kugunakan untuk membeli barang-barang tak penting seperti itu.
Tugas dari guru tak jarang membutuhkan dana lebih seperti untuk mengerjakan makalah atau sekedar foto kopi, dari mana kudapatkan uang untuk hal tersebut jika bukan jatah bulanan dari Bapakku.
"Mbak, Ibuk masak orek tempe ya?" Kata Adikku yang baru saja keluar dari kamarnya.
Seragam biru putih lengkap dengan sepatu dan tas menghiasai tubuh mungilnya. Adikku ini sangat imut. Aku sering gemas terhadapnya
"Iya nih Lun, makanan kesukaanmu kan? Ayuk sarapan," kataku sambil mengambilkan nasi di piring untuknya.
"Mbak, tadi ibuk nitip uang saku buat Luna nggak?" Tanyanya perihal kebiasaan Ibu sebelum berangkat ke pasar.
"Kayaknya nggak deh. Apa ibu lupa ya?" Jawabku sedikit menggodanya.
"Ah masak ibuk lupa sih?" Jawab Luna sambil memakan orek tempe kecintaannya itu.
"Beneran loh lun, Mbak beneran nggak tau ," kataku masih menjailinya.
"Yaah, entar gimana masak Luna nggak jajan di sekolah?" Jawabnya lesu mengkhawatirkan nasib perutnya nanti siang.
"Haha. Ini nih uang sakumu." Aku memasukkan selembar uang lima ribuan ke kantung seragamnya.
"Aahh embakkk. Kebiasaan deh ngerjain adeknya terus!!" Ucapnya kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya, itu lucu sekali.
"Iya iya.. maaf ya. Habis kamu gemesin kalo lagi ngambek." Kataku sambil mencubit pipinya.
"Yaudah, Luna berangkat dulu ya Mbak. I love you Mbakku sayang," ucapnya sambil mengambil sepedanya sebelum dinaikinya.
***
Lima menit berselang. Devi datang dengan motor V*spa antiknya.
"Tiinnn tiinn__ " suara klakson menggema di depan rumah memekikkan telinga benar benar menggambarkan siapa pemiliknya.
"Ana ayok berangkat!" Teriak Devi dari luar sambil melongok ke arah pintu rumahku.
"An.. cepetan!" Teriaknya lagi. Temanku ini memang benar-benar tidak sabaran .
"Iyaaa sebentar!" Teriakku tak kalah histeris.
"Lama banget sumpah! " Dengusnya kesal.
Aku pun menghampirinya dan naik ke boncengannya.
"Sabar sedikit dong Dev," kataku sambil memakai helm.
"Orang takut telat. Eh Lu udah ngunci pintu belom An?" Tanyanya sambil menjuk pintu rumahku yang masih ternganga.
"Duh lupa." Aku berlari ke arah rumah dan mengunci pintu. Seperti biasa bawah pot adalah tempat persembunyian kunci seperti kesepakatan keluargaku.
"Udah siap An? gass ya!" Kata Devi meminta ijin.
"Gaass Dev!" Jawabku.
***
Dua puluh menit kemudian kami sampai di area parkiran sekolah. Sepertinya benar kata Devi terlambat sedikit saja gerbang sekolah sudah pasti tertutup.
Kami berjalan di koridor antar kelas. Sambil kulirik mencari-cari keberadaan Pangeranku kemarin. Tetapi tak juga kutemui sosoknya.
Membuatku lesu seperti belum sarapan padahal tadi setelah kuhabiskan sarapanku, nasi Luna yang tersisa di piring pun aku tuntaskan hingga tak tersisa dan membuatku cukup kenyang. Lalu bagaimana bisa aku se lesu ini sekarang.
***
Tiba dikelas
Pelajaran pertama adalah Matematika, lalu Biologi dan terakhir Sejarah. Mata pelajaran yang benar-benar membuatku mengantuk.
Saat rasa kantuk itu sedang berada di puncaknya. Tiba-tiba pujaan hatiku menampakkan diri. Ah seperti mendapat guyuran air es. Mataku tiba-tiba kehilangan rasa kantuknya.
Dia dan segerombol teman-temannya berlalu begitu saja. Benar-benar sekilas dan sangat singkat tetapi efeknya untuk otakku sangat luar biasa.
Sebenarnya matanya sempat melirikku tetapi hanya sekilas dan berlalu bahkan belum sempat mataku membalas tatapannya. Oh sebegitu tidak menarikah diri ini hingga tak pantas dilihat oleh mata indahnya.
Tetapi tak apa. Yang penting mataku sudah menangkapnya hari ini. Biar Aku saja yang mengaguminya dalam diam. Bukankah di usia ku yang masih sangat belia ini belum waktunya mengenal cinta.
Apa? Cinta? Aku yang seperti ini mendambakan cinta. Ah bisa kubayangkan betapa murkanya kedua Orang Tuaku jika mengetahui semua ini.
Hidup kami yang serba sederhana seakan menuntutku untuk menjauhi hal yang seperti ini. aku harus belajar , harus fokus belajar untuk masa depan yang lebih baik.
Tetapi bukankah menjadikannya sebagai salah satu semangatku belajar bukanlah suatu dosa? Bukankah Aku hanya mengaguminya saja ? tidak ada kata pacaran disini. Lalu apa masalahnya?
Pikiranku masih saja berusaha membela diriku lagi.
Lagipula mana mungkin dia menyukaiku. Bisa-bisanya aku membayangkan berpacaran dengannya. Sungguh ini dosa besar. Sebuah dosa besar seperti seorang kaum jelata yang mendamba kaum berkasta.
Akhirnya aku akhiri pikiran haluku ini. Dan melanjutkan mendengarkan penjelasan guruku tentang asal muasal kerajaan Kediri.
Pembahasan mengenai kerajaan kediri pasti tidak pernah lepas dari kisah Pangeran Inu Kerta Pati dan Putri Candra Kirana. Ah lagi-lagi pikiranku berkelana ke satu titik itu lagi yaitu titik terindah di otakku.
Seperti yang diceritakan. Pangeran Inu Kertapati dan Putri Candra kirana adalah dua insan yang berbeda kasta. Tetapi berujung ke lengenda Ande-ande lumut yang akhirnya menyatukan keduanya.
Lihatlah pikiranku benar-benar menyiksaku. Segala hal di sekitarku mulai berhubungan dengan pujaan hatiku sekarang , atau aku saja yang berusaha menghubung hubungkannya. Hehe.
Kelas berakhir dan kami pun pulang ker umah masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Nur Hidayah
Orek tempe itu yg pakai kecap itu ya kak Author
2022-02-18
0
April
Masih flash back ya..
2022-02-08
0
April
Aku juga suka oreg tempe
2022-02-08
0