Pukul 23:15 saat itu. Aric memainkan stir kemudi dan mengarahkan mobil melewati pagar pembatas rumah Aruna menuju kediamannya bersama Sashi. Setelah dari Rumah Sakit, ia langsung ke rumah Aruna sesuai janjinya. Syukurlah Ciara cepat tertidur jadi Aric bisa segera kembali ke rumahnya lebih cepat.
Tak perlu ditanya bagaimana reaksi Aruna, ia yang lagi-lagi tak direspon Aric seperti biasa terus mengiba dan memohon, namun kalimat celaan dan makian keluar setelahnya. Ia marah Aric tak memberi hak seorang istri padanya. Pun Aric tau ini salah, tapi memang sejak awal ia sudah terangkan bahwa ia hanya akan ada untuk Ciara. Mereka bahkan telah saling menandatangani perjanjian bahwa keduanya tidak akan saling menuntut hak dan pihak pertama yaitu Aric bisa menyudahi ikatan kapan pun ketika Ciara sembuh.
Aric juga bertambah mantap dengan perjanjian itu, manakala Ciara sedang kepayahan dalam sakitnya ia menelusuri latar belakang Ciara melalui Bagas dan mendapat fakta mengejutkan. Ayah Ciara tak lain papanya sendiri. Menyesakkan! Tapi ia bisa apa.
Ciara memang masuk dalam hidupnya sebab janji yang terpaksa ia ucapkan di rel untuk menghindari aksi nekat Aruna untuk mengakhiri hidup. Hal yang tentunya tak lepas dari perencanaan Sang pencipta. Aric yang tau kesalahan papanya sedih, ia memilih menjadi penebus kesalahan Rico akhirnya, memberi hak kepada anak yang harusnya masuk dalam keluarga perwira menjadi adiknya, tapi justru anak itu senang menganggap Aric papanya. Rumit!
Aric masih di dalam mobil itu, ia belum beranjak walau mobil itu telah mendarat sempurna di pelataran rumah besar berdominasi putih miliknya. Otak Aric sungguh dipenuhi Kaysan. Bagaimana Kaysan menurut dokter yang ditemui sesaat sebelum ia pergi tadi mengatakan Kaysan bisa sadar kapan pun. Otak itu sudah mulai merespon, syaraf-syarafnya sedang menyatukan serpihan kejadian yang terjadi sebelum ia mengalami koma. Dokter meminta anggota keluarga bergantian sering menjenguk dan berbincang pada Kaysan untuk mempercepat kesadarannya.
Hal itu tentu membuat Aric dilema. Satu sisi ia ingin melihat adik yang begitu dicintai sadar, tapi di sisi lain hati itu berharap sebaliknya.
"Maaf, aku berharap kamu tetap seperti ini, Kay!" Suara itu terdengar sangat lirih. Keinginan dan perilaku jahat seseorang kakak baru saja ia lakukan. Ia bingung harus bagaimana ... sungguh ia tak siap kehilangan Sashi, gadis polos yang telah mewarnai hidupnya.
Aric masih terdiam, gadis polosnya itu pasti tengah menunggunya. Menunggu mendengar kenyataan tentang hubungannya dengan Aruna. Tapi bukan hanya Aruna yang harus diperhitungkan menjadi duri dalam hubungan mereka, melainkan Kaysan adiknya sendiri.
Aric terus berfikir, hingga otaknya memperoleh satu solusi. Ya, membuat Sashi hamil benihnya muncul di otak itu. Hal yang agaknya menjadi satu-satunya hal benar yang harus terjadi untuk menguatkan hubungannya dan Sashi.
"Aku akan membuatmu hamil! Maaf Sayang ... aku tahu kamu belum siap, tapi ini harus terjadi!" batin Aric.
Aric melangkahkan kaki menaiki satu-persatu undakan menuju lantai atas dengan penuh semangat. Tak berselang lama raga itu sudah di muka kamar, dibuka perlahan pintu yang membatasi raganya dan Sashi. Aric tertegun melihat aktivitas sang istri yang tertidur dengan sebelah dada terbuka yang terang membuat hasratnya muncul. Ya, Sashi seperti biasa tertidur saat menyusui Shiza. Shiza tampak tenang, ia sudah pulas. Aric mengangkat tubuh mungil itu ke box bayinya, mengganti pakaian dan merebahkan diri di samping Sashi.
Dirapihkan anak-anak rambut itu kebelakang hingga kening itu polos dan wajah Sashi terlihat jelas.
"Cantik natural, aku suka kamu apa adanya seperti ini, Sash!" lirih Aric. Ia mencium kening itu setelahnya, berlanjut ke setiap inci wajah Sashi dikecupnya pula. Sashi menggerakkan wajahnya, ia merespon tapi matanya masih terpejam. Aric mulai menelusui leher putih itu hingga bermain si sekitar penyegar dahaga Shiza yang masih terbuka, memberi beberapa tanda di sana.
Sashi kembali mengeliat, ia mulai membuka mata dan kaget Aric bermain di atas tubuhnya. "Ka-kak sedang a-pa?" Telapak tangan Sashi sudah berada Di kepala Aric dan mendorongnya perlahan. Aric bangkit langsung menatap wajah itu sangat dekat dan tanpa aba-aba menyambangi bibir itu. Sashi kaget dan lagi-lagi mendorong wajah Aric.
"Kenapa Sayang, apa tidak boleh, hem?"
Sashi berkali mengerjapkan mata, berusaha memulihkan kesadarannya. "Kakak mengganggu tidurku! Bahkan Kakak punya hutang penjelasan padaku!" lirih Sashi masih ingat janji Aric.
Aric merangkum wajah itu. "Iya, aku pasti akan menjelaskan semuanya padamu, tapi aku sedang mau kamu, boleh, hem?"
"Apa Kakak sedang mengecohku agar aku lupa?"
Aric mencubit hidung itu. "Ahh ... Ka-kak!"
"Dosa berfikir buruk tentang suami sendiri! Aku pasti menceritakan segalanya. Tidak berusaha mengecoh!"
Sashi menatap keseriusan wajah itu.
"Aku janji setelah aktivitas kita selesai aku akan menceritakan tanpa ada yang kututupi, please ...! Bo-leh, ya?" ucap Aric lagi. Kalimat itu terdengar berat dengan deru napas yang terengah berada sangat dekat di pelipis Sashi.
Sashi masih terdiam dan berfikir, tapi gerakan tangan Aric dengan cepat menaikkan baju tidur terusan itu melewati kepalanya.
"Ka-kak!"
•
•
Beberapa saat setelahnya ...
"Kakak ... tadi kenapa disiram di dalam? Kalau aku hamil bagaimana?" Sashi mendangak melihat wajah Aric.
Aric memang selama ini melarang Sashi KB dan ia yang akan menjaganya tapi kali ini ia sengaja meloloskan.
"Mana mungkin langsung hamil, banyak yang melakukan seperti itu tapi tidak hamil."
"Iya juga. Kakak benar!" batin Sashi
Kali ini baru benar Aric mengecoh Sashi. Dimulut ia meyakinkan Sashi tidak akan hamil, tapi di hati ia berucap sebaliknya. Ia sangat berharap hubungan beberapa saat lalu membentuk janin miliknya.
Disapu terus kepala itu. "Maaf ... Maaf, Sayang!" batin Aric.
"Kakk ...."
"Hemm?"
"Sekarang ceritakan tentang mbak Aruna! Aku sudah melihat rumahnya, ada foto Kakak di sana! Seperti apa sebetulnya hubungan kalian?" lugas Sashi.
"Nanti aku jawab, tapi kita bersihkan badan dulu!" Aric langsung mengangkat tubuh itu.
"Kak ... Kakak ...! Turunkan aku!"
"Huss ... jangan berisik nanti Shiza bangun!"
•
•
Sashi masih duduk di depan meja rias dan membiarkan Aric mengeringkan rambutnya. Ia menatap pancaran tampan itu. Sashi menunggu Aric bicara, tapi lelakinya itu dengan santai masih bungkam, mengangkat sebagian rambut dan mengarahkan hair dryer setelahnya di rambut itu. Beberapa kali Aric tersenyum saat wajah mereka bertemu melalui pantulan cermin. Sashi gelisah, tapi lelakinya itu mengapa bisa terlihat santai.
Dada Aric sesungguhnya bergerumul sesak, ada takut di sana. Tapi ia sudah bertekat membuka semuanya pada Sashi setelah ia selesai memanjakan Sashi. Ya, ia masih saja mengeringkan rambut Sashi saat ini.
"Sudah Kak, ini sudah cukup! Sini sekarang rambut Kakak aku keringkan!" Sashi berdiri sudah meraih hair dryer dari tangan Aric. Sashi memang pintar berterima kasih. Ia akan membalas perilaku baik dengan kebaikan pula. Sungguh ia senang merasa dimanjakan Aric saat itu.
"Rambutku tidak perlu. Kamu menunggu jawabanku, kan? Ayo kita bicara!"
Aric menuju sofa, ia menepuk tempat di sampingnya. Sashi dengan jantung bertalu-talu menurut duduk di sana.
__________________________________________
☕Happy reading😘
☕Makasih supportnya selalu, semoga suka dengan alur ini❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Ciripah Mei
sebenar y aq malas baca klw peran utama wanita ybdibikin lemah dan oon tp penasaran sm akhir cerita y
2022-06-27
0
Rahasya
ingat perceraian itu tdk di sukai Tuhan... hehee... tp tdk tau dengan author...
2022-05-22
0
InDah @uLi¥a
pdahal bakso kalau disiram pake kuah panas plus sambel setan mantab lo
bismillah moga jadi🙏
2022-05-10
0