"Hemm ... laki-laki ternyata benar suka wanita sexy, pantas kak Aric sering ke rumah mbak Aruna," batin Sashi, ia memberengut seketika.
"Kenapa Kakak sudah pulang? Tumben!" ucap Sashi.
"Karena tadi siang ada yang mengancam tidak akan tersenyum selamanya kalau aku pulang telat!" bisik kembali Aric sangat dekat ke wajah Sashi. Baru saja kecupan akan mendarat di pipi mulus itu, Sashi menoleh. Ia menghindari Aric.
Jemari itu dengan cekatan terus membalik dan melipat-lipat dress yang berserakan di ranjang hingga dirasakan sepasang lengan melingkar rapat di perutnya.
"Kenapa Kak Aric jadi posesif begini? Apa karena dress sexy yang kupakai. Apa Kak Aric juga se-posesif ini pada mbak Aruna? Secara ia selalu menggunakan pakaian-pakaian sexy setiap saat!" batin Sashi.
"Kakk ... minggir! Aku merapikan ranjang dulu agar Shiza nyaman tidur nanti."
"Nanti saja beberesnya! Sini dulu!" Aric memutar tubuh Sashi hingga menghadapnya. Sepasang jemari itu menahan bahu, dikecup kemudian kening Sashi beberapa kali. Sashi yang melihat tatapan itu tak beranjak jadi malu.
"Benar-benar pakaian sexy seperti magnet, aku senang tapi kenapa memakai pakaian seperti ini aku jadi teringat mbak Aruna terus! Ia yang setiap malam selalu di datangi kak Aric." Sashi membatin. Bungah itu seketika hilang.
"Ada apa? Kenapa diam?" Aric menyadari perubahan raut wajah itu. Sashi belum menjawab, mata itu menelusuri wajah tampan Aric.
"Ka-kk ...."
"Iya?" Aric membalas tatapan itu.
"Apa Kakak senang aku berpakaian sexy seperti ini selalu?"
"Hemm ... senang," jawab Aric jujur.
"Kalau begitu aku ingin buka hijabku saja! Aku mau berpakaian sexy selalu, setiap saat, di manapun dan kemana pun saat aku pergi bersama Kakak!" Mata aric membulat, ia menggeleng dengan cepat.
Kelabilan Sashi muncul, ia yang melihat Aruna berpakaian sexy timbul keinginan untuk seperti itu juga, menyenangkan Aric adalah alasannya.
"Bukan begitu, Sayang!"
Mata Sashi menyipit, ia tak paham.
"Aku senang kamu memakai pakaian-pakaian seperti ini di hadapanku, tapi tidak di depan yang lain!"
"Maksudnya?"
"Batas pakaian semacam ini hanya di lantai atas! Turun ke bawah mulai gunakan pakaian yang sopan, karena Ojo suka mondar-mandir. Dan mulai melewati gerbang seperti biasa hijabnya dipakai." Sashi terdiam.
"Ini syariat wanita muslimah, ayahmu juga sudah sering memberitahu, bukan? Tetap ingat pesan itu!" ucap Aric kembali.
"Iya sihh ... tapi kenapa mbak Aruna tidak diminta menggunakan jilbab juga! Kemarin aku dilarang berhias berlebihan tapi mbak Aruna nyatanya bermake-up tebal, sekarang aku mau pakai baju sexy diingatkan tentang syariat. Kenapa hanya aku yang banyak dilarang, apa karena aku dianggap masih kecil?" batin Sashi.
"Jangan banyak berfikir, aku bicara begini begitu karena aku Sayang, cinta! Yang cantik dan indah-indah ini hanya aku yang boleh menikmati. Pa-ham?"
"Kata-kata kak Aric sangat manis, ia seperti dengar suara batinku saja. Tapi tetap saja aku merasa tidak adil!" monolog Sashi pada hatinya lagi.
"Sashh," lirih panggilan itu terucap.
"Hemm?" Sashi mendongak. Entah sejak kapan jemari itu sudah berada di tengkuk Sashi. Baru saja Aric mulai mendekatkan bibirnya ... lebih dekat ... sangat dekat ... hingga akhirnya dua bibir itu saling bersentuh dan Aric mulai mengecap.
Ea ... Ma ... Ma ... Maa ....
Aric seketika melepasnya. "Ohh ...." Ia berdecak, berjalan ke arah ranjang dan langsung mengangkat tubuh mungil Shiza. "Putri Papa yang cantik ... sepertinya kamu tidak ingin Papa dan Mami bermesraan yaa? Atau ... kamu tidak nyaman dengan kasur berantakan ini, hem? Mamimu baru saja menghabiskan uang Papa, Sayang!" Aric melirik Sashi, ia yang dilirik seketika memajukan bibirnya. Tangan itu kembali sibuk melipat pakaian-pakaian di atas ranjang.
Sembari Sashi merapikan ranjangnya, Aric terus berceloteh bersama Shiza di sofa. Tawa Shiza begitu nyaring saat lagi-lagi Aric mencium dada itu gemas.
Beberapa saat kemudian Sashi mendekat sudah dengan daster andalan sedengkul dengan motif snoopy. Ia memeluk lengan Aric. "Kenapa dilepas dress tadi, hem?" bisik Aric.
"Tidak ada kancingnya, tidak bisa menyusui Shiza!" jawab Sashi. Aric tersenyum sembari menggelengkan kepala.
"Ya sudah susui Shiza dlu sana! Nanti baru urusi Papanya."
"Hah, urusi a-pa? Ka-kak, ini masih so-re!"
Aric yang gemas menarik hidung itu, "Ahh ... sakit, Kak!"
"Melayani memberi makan, Sayang! Aku lapar! Ish ... istriku ini ternyata sangat mesum!"
"Ka-kak ...." Wajah itu memerah. Sashi kembali mengerucutkan bibir. Aric yang lagi-lagi gemas tak bisa menahan, ia menoleh, menarik kepala itu dan tanpa aba-aba menyatukan bibir keduanya. Mata Sashi mengerjap kaget dengan perilaku spontan itu tapi ia suka, jemarinya ikut menekan kepala Aric.
Keduanya saling terbuai tak menyadari putri kecil agaknya bingung, sepasang jari kecil itu mengepal memukul-mukul dada Papanya. Lengan Aric menarik tubuh Shiza dan mendekapnya erat, menenangkan sang putri ke dadanya, tapi aktivitasnya bersama Sashi belum juga ia sudahi.
Ponsel itu bergetar, ponsel Aric yang diletakkan di saku celana minta segera direspon. Aric melepaskan pagutannya. Ia berusaha tenang dan masih menatap pancaran ayu Sashi. "Terima kasih," lirihnya. Sashi diam.
"Aku akan membersihkan diri, kamu susui Shiza dlu, oke!" Sashi kini mengangguk. Diraihnya tubuh Shiza dan dibawa ke pembaringan. Aric dengan cepat masuk ke kamar mandi dan menyalakan keran.
Bayi itu mulai mengecap, Sashi masih terdiam. Satu-persatu bulir menetes, rasa sesak itu menyeruak. Sashi jelas merasakan ponsel itu terus bergetar tadi.
"Aku sangat yakin mbak Aruna yang menelepon barusan! Ia pasti bingung kak Aric belum sampai ke rumahnya jadi terus menelepon. Dan kak Aric ... ia beralasan mandi untuk mengangkat telpon mbak Aruna. Apa setelah mengangkat telepon itu kak Aric akan mencari alasan untuk meninggalkanku? Ahh Kakak ... setelah perilaku manismu, kenapa kamu menyakitiku! Kapan kamu akan jujur!" bulir itu masih terus mengalir hingga sebuah pekikan terdengar membuyarkan angannya.
"Sayanggg ...!"
"I ... i-ya, Ka-kk," jawab Sashi.
"Tolong ambiklan handuk, ya! Aku lupa membawanya!"
"Iya," lirih Sashi.
"Dan kakak lagi-lagi bisa bersikap tenang seolah tidak melakukan kesalahan ...."
"Sash ...."
"Eh ... iya Kak, maaf sebentar!" Sashi sadar dari lamunnya. Ia menarik puncak asi itu, memberi handuk Aric dan kembali menyusui lagi. Tak berselang lama mata itu seakan berat. Sashi ikut terlelap akhirnya.
Sashi terbangun, dilihat jam dinding menunjukkan pukul 23:15. Direntangkan tangan kanan itu ke samping, ia sedih tak ada raga Aric. Ia kembali memiringkan badan memeluk guling.
"Kenapa aku harus tertidur, benar saja Kakak mendapat celah untuk meninggalkanku. Jahat! Kakak sangat jahat! Percuma pulang cepat jika akhirnya tetap ke sana juga! Tapi kenapa, Kak? Kenapa harus ke sana? Apa kehadiranku dan Shiza tidak cukup? Apa karena Kakak bukan orang pertama untukku? Atau karena Shiza bukan darah daging, Kakak jadi cinta itu tak utuh?" batin Sashi. Bulir itu mulai menetes.
Terdengar pintu kamar dibuka, Sashi sangat yakin itu Aric yang baru pulang dari rumah Aruna. ia memilih berpura-pura memejamkan mata.
Cap ... Cap ... Capp ....
"Enak, Sayang? Sementara minum ini dulu, ya! Dan kamu harus tidur setelahnya, paham putri cantik Papa?"
"Suara itu?" Sashi bangkit.
"Ka-kak? kenapa Kakak bersama Shiza?" Mata itu terbelalak.
"Kamu itu aneh. Shiza putriku, kenapa aneh menggendong anak sendiri, hem?"
"Kakak bersama Shiza? Apa sejak tadi? Jadi Kakak tidak ke rumah mbak Aruna, kah? batin itu berguman lagi.
"Nahh ... berhubung Mami sudah bangun, sekarang waktunya kamu mendapat hadiah spesial. Haii Mami, aku mau mimik!" Aric mendekatkan raga Shiza ke Sashi.
"Aku duduk dulu, Kak!" ucap Sashi tak melepas pandang dari Aric. Ia masih belum memahami semuanya.
"Kenapa kak Aric tidak pergi saat aku tertidur? Harusnya situasi itu mempermudahnya." Lagi-lagi Sashi senang berbicara dalam diam.
Jemari Aric menyapu kepala Sashi, wajah itu langsung terangkat. "Ka-kak?" Lagi -lagi Sashi kaget, aktivitas Aric mengaburkan angannya.
"Aku sejak tadi menyodorkan Shiza, tapi kamu diam saja. Tanyakan jika ada yang meresahkanmu, Sash?"
Sashi meraih Shiza. Ia menggeleng. Ingin rasanya menanyakan segalanya, tapi ia lebih senang Aric yang membukanya sendiri. Hal yang tentunya tidak mungkin, tapi ... ia pun seakan belum siap mendengar kenyataan itu. Ya, walau bukti foto di ruang keluarga itu sudah menjelaskan tapi ia takut kehilangan momen-momen manis bersama Aric. Sashi bingung!
Sashi memiringkan tubuh menyusui Shiza membelakangi Aric. Aric sudah memberinya kesempatan bertanya tapi ia abaikan. Ia memilih diam.
Sashi masih terdiam dengan banyak fikir dalam otaknya. Ia merasakan sebuah lengan menyusup ke perut dan kecupan berkali-kali mendarat di tengkuknya. Desiran itu ada, lelaki di belakangnya memang pemilik hatinya. Ia sedang menggoda atau merayu, tapi Sashi sedang ingin diam. Diam agaknya lebih baik untuk hatinya saat ini.
•
•
FLASHBACK
Aric berjalan cepat menuju kamar mandi, getaran ponsel tak jua berhenti, sungguh meresahkannya. Aric yang memang belum membersihkan diri mendapat alasan tepat, pun ia kini sudah di kamar mandi. Tombol hijau itu langsung ditekan setelah keran shower diputar.
📞Akhirnya kamu menjawab panggilanku, Mas!"
📲Aku sedang bersama Sashi tadi.
📞Ahh istri kecilmu itu memang selalu pintar menggodamu kan, Mas?
📲Jaga bicaramu! Tidak berdosa ia menggodaku! Hentikan pembicaraan ini, ada apa?
📞Kenapa Mas tidak datang? Ciara terus mencarimu!
📲Katakan besok aku datang.
📞Dan malam ini? Jangan lupa janjimu, Mas!
📲Hanya malam ini, besok aku akan datang.
📞Katakan alasanmu tidak datang!
📲Ini privasiku, aku tidak harus menceritakannya padamu!
📞Jangan-jangan gadis kecil itu sudah mengancammu! Mengatakan hal tidak-tidak tentangku saat tadi ia ke mari!
📲Katakan lagi! Tadi Sashi ke sana?
📞Ah, maaf aku lupa tadi Ciara memintaku mengambilkan air putih. Bye Mas. Kutunggu kedatanganmu esok!
📲Runa, tung---- Ahh ... sudah dimatikan.
"Sashi tadi ke rumah Aruna? Apa ia mulai mencurigai sesuatu?"
FLASHBACK OFF
__________________________________________
☕Happy reading😘😘
☕Seperti biasa jangan lupa like, komen dan votenya. Makasih supportnya selalu❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Osie
dan sashi sgt bodoh hy diam aja melihat kelakuan suaminya..hadeehg geram aku sm sikap sashi
2022-07-17
0
InDah @uLi¥a
q dipihak sashi tenang q bantu dg do'a supya pelakor di muka bumi ini musnah
2022-05-10
0
Katherina Ajawaila
kapok jadi laki2 mentang 2 lebih seenaknya aja cuci botol sana sini, mmg nya enak yg di rmh oersinggahan terakhir
2022-04-20
0