Aric berjalan landai, otak itu dipenuhi banyak hal. Wanita tercinta yang melahirkan menghubungi dan memintanya ke Rumah Sakit. Aric resah!
"Apakah ini saatnya ya Tuhan. Hari yang selama ini kutakutkan akan terjadi dan sudah di depan mata. Apakah semua akan berakhir setelahnya----
Aric masih terus bermonolog hingga sebuah suara memanggilnya.
"Arr ... Arr ...!"
Wanita berusia setengah abad yang masih terlihat begitu menawan mendekati Aric dengan tergopoh. Ialah Kalina, Mama Aric.
"Mama di-sini?" Aric kaget, ia pikir Kalina sudah di ruang isolasi tapi mereka bertemu di lobi.
"Mama dari mini market, Sayang. Karena tergesa Mama sampai meningalkan makan malam Mama tadi, ini Mama membeli beberapa roti," ucap Mama.
"Mama mau makan apa? Aric akan ke luar dan membelinya!"
Aric memang begitu mencintai Kalina. Ia masih ingat betul saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama Kalina pernah nyaris tiada karena menyelamatkan nyawanya yang diserang kumpulan pemuda yang tengah mabuk.
"Tidak! Tidak perlu, Sayang! Roti ini cukup. Ayo kita naik ke atas!"
"Tunggu! Di mana Papa? Ia tak datang bersamamu?"
"Papamu sibuk! Mama sudah mengabari, ia akan datang nanti!" Bibir Aric membulat "Oh!"
Keduanya naik ke dalam lift, Aric berusaha bertanya yang terjadi, tapi Kalina lebih memilih menceritakan saat keduanya sampai di tempat tujuan.
Sebuah pintu kamar isolasi di buka. Kalina masuk lebih dulu, Aric mengekor. Dada Aric seketika sesak, Ia sangat gelisah. Raga tak berdaya langsung tertangkap netranya. Raga orang tercinta yang kini agak sungkan ia tatap bahkan 7 bulan ini tak berani ia datangi. Rasa sedih, sesal, pilu, malu semua bergerumul jadi satu di otak Aric melihat raga itu. Ia memilih berdiri di muka pintu tanpa menghampiri.
"Arr ... kemari, Sayang! Mama tau ini sulit, tapi ia merindukanmu juga!" Aric mendekat, manik mata itu mulai berkaca.
"Apa yang terjadi sebetulnya, Ma! Kenapa aku diminta datang?"
"Dokter menelepon Mama, mengatakan bahwa tadi ia memberi respon. Setelah sekian lama kita menunggu ... ia akhirnya menunjukkan pergerakan, Sayang. Menurut dokter jemarinya bergerak saat suster sedang mengganti cairan infusnya. Dan Suster ... kamu tau suster yang menjaganya bilang apa? Ia menyebut nama seseorang dalam ketidaksadarannya. Nama orang yang sama-sama kina kenal dan ia begitu dekat denganmu kini -----
Kalina terisak sebelum melanjutkan ucapannya. Aric yang sudah tau kelanjutan kalimat itu seketika meneteskan air mata. Antara air mata kebahagiaan atau kesedihan Aric sendiri agaknya bimbang. Air mata itu terus menetes. Kalina yang juga merasa perih dan merasakan perasaan putranya ikut terisak.
"Arr ... bahkan Mama tidak tau harus senang atau sedih. Entah apa yang terjadi jika ia benar-benar sadar!" Mama terisak menjatuhkan kepalanya ke tepi ranjang. Aric meraih raga itu, keduanya saling berpeluk.
"Arr ... kalian berdua malaikat Mama! Jika kelak Mama harus memihak, kamu pasti tau Mama akan berada di belakang siapa. Tapi kamu harus tau, Arr. Mama sayang padamu!"
"Jadi Mama akan memisahkan aku dan Sashi?"
"Entah! Mama hanya takut ia berkeras, kamu tau sendiri sifatnya!"
"Tapi Sashi bukan barang, Ma!"
"Ahh, Arr ... kata-kata itu sungguh menusuk Mama. Kamu benar! Bahkan keluarga kita berdosa sudah menutupi berita ini dari keluarga Sashi!"
"Kalau pun di buka saat itu aku sudah menikahi Sashi, Ma!"
"Iya. Kita tidak ada yang tau akan terjadi seperti ini setelahnya."
"Ma ... please jangan pisahkan Aric dengan Sashi! Aric mencintai Sashi!"
"Dia juga mencintai Sashi!" lirih Kalina.
"Tapi Aric suaminya, 6 bulan saat itu Ma! 6 Bulan selalu Aric tahan untuk sekedar mendekati dan berbincang dengan Sashi dan yang terjadi? Sashi terpuruk, ia tak bersemangat hidup! Janin Shiza sangat lemah. Dan Aric masih ingat bagaimana Mama dan Papa yang mengetahui semua kebenaran ini meminta Aric lebih memperhatikan Sashi, dan Aric melakukannya hingga akhirnya Aric mulai nyaman dan kami mulai saling menerima. Kini ikatan kami sudah kuat. Kami saling mencintai. Aric tidak akan melepas Sashi!"
"Sa-yang ...."
Keduanya masih berbincang, hingga pintu tiba-tiba terbuka, Rico papa Aric datang.
"Sayang." Rico langsung memeluk Kalina.
"Kamu sudah sampai, Nak?" tanya Rico pada Aric. Alis Aric menyernyit, ia membuang wajahnya ke sembarang arah.
"Arr ... papa sedang bertanya padamu, Nak!" lirih kalina.
Sebelah bibir Aric terangkat. Ia berucap setelahnya. "Bukankah kau melihat aku di sini, ya tentunya aku sudah datang! Pertanyaan tak bermutu!" ketus Aric.
"Ar ... jaga bicaramu pada Papamu!" sergah Kalina.
"Anakmu itu agaknya lupa cara menghormati orang tua!" Suara itu terdengar ketus. Aric melirik Rico.
"Bermuka dua! Sangat pandai memutar kata," batin Aric.
Aric baru saja hendak mendekati ranjang, namun ponsel di sakunya terus berdering.
"Angkat ponselmu, Arr!" ucap Kalina yang tidak nyaman mendengar panggilang yang terus berulang tapi diabaikan putranya.
"Biarkan saja, Ma! Tidak penting!" ucap Aric menyapu kening raga yang tertidur di ranjang.
"Mungkin itu dari Sashi!"
"Bukan!" lugas Aric dengan yakin. Ia sangat tau sifat Sashi, ia sudah berpesan pada gadis itu dan ia akan menurut, Sashi bukan tipe protected yang akan terus mengganggu untuk meneleponnya.
"Arr ... angkatlah! Suara itu sangat mengganggu!" Kalina menaikkan nada suaranya. Aric mengangkat badan dan menjauh. Ia berdiri di tepi, ia mencebik saat melihat foto dalam layar ponselnya.
"Aku ke luar dulu, Ma!" ucap Aric sambil melirik pria paruh baya yang sedang melihat ke arahnya. Aric melewati pintu setelahnya.
•
•
"Jangan katakan kamu lupa janjimu, Mas!" pekik wanita di seberang telfon saat Aric mengangkat panggilan itu.
"Satu jam lagi aku datang, sedang apa Ciara?"
"Ia sedang ditemani Diyah. Aku jengah ia terus menanyakanmu!"
"Berikan ponselnya pada Ciara!"
Beberapa saat setelahnya ...
"Papa di mana?"
"Papa sedang mengunjungi kerabat di Rumah Sakit, satu jam lagi Papa akan datang. Cia sudah makan dan minum obat?"
"Cia mau makan malam disuapi Papa!"
"Jangan tunggu Papa, Sayang. Makanlah dulu dengan bik Diyah. Saat Papa datang, Papa akan membacakan buku cerita untukmu, oke! Papa akan sedih jika perutmu telat memperoleh nutrisi dan kamu sakit lagi!"
"Tapi Papa janji akan datang?"
"Janji!"
"Baik aku akan makan!"
"Pintar. Sudah dulu ya, Sayang! Assalamu'alaikumm ...."
"Wa'alaikumsalam Papa. Cia sayang Papa Aric!"
"Jangan memelihara ular dalam rumahmu Ar!" Sebuah suara terdengar Aric langsung menoleh, Aric membuang kembali wajah setelahnya.
"Bukankah Ular itu pernah menghangatkan Papa, cih!"
"Jaga bicaramu Ar," bisik Rico. Ia mengedarkan pandang tak ingin Kalina mendengar.
"Hahh ... muak aku memiliki Papa sepertimu!"
"Lupakan semua! Itu hanya sebuah kesalahan masa lalu! Buat Aruna pergi sejauhnya dari hidupmu!"
"Anak itu sakit, Pa! Anakmu sakit!"
"Aku tidak punya anak selain kau dan Kaysan!"
"Dia anakmu! Dan semua tak akan berubah sekuat apa pun Papa menyangkal!"
"Diam kau, Ar!"
"Apa Pa! Kau bisa membodohi Mama tapi tidak padaku! Aku jadi berfikir ... jangan-jangan koma panjang yang dialami Kay dikarenakan dosa-dosa Papa!"
PLAK ....
"Berhenti mendikteku dan fikirkan saja bagaimana reaksi Sashi saat tau ayah biologis anaknya masih hidup!"
"Papa, kau?"
_________________________________________
☕Happy reading😘😘
☕Makasih selalu untuk support karya ini🙏
☕Selalu ditunggu like, komen dan vote kalian. Yang lupa belum rate, bantu rate juga, ok😉
☕Yang memberi hadiah dan tips, Bubu nggak bisa bales, semoga hidup kalian dimudahkan dan kabulkan setiap hajat❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Alivaaaa
owalaaahhh ternyata begono.... kasihan ya Aric
2024-12-09
0
Juan Sastra
haha jadi ceritanya anak menikahi mantan simpanan ayahnya dan kakak menjadi papa adik kandungnya sendiri...suatu kisah yg aneh tapi lucu juga
2023-05-10
0
Muhyati Umi
jadi sebenarnya Aruna ada main juga sama Rico dan Ciara adalah anak mereka.
2022-08-23
0