Keputusan itu diambil Aruna tanpa sepengetahuan Anisa. Bodoh memang, tapi ia ingin melihat senyum Anisa. Ia ingin ibunya tidak bersedih lagi dan Adel adiknya pulih. Bagaimana tidak, itu bukan jumlah uang yang sedikit untuk orang kecil seperti Aruna. Berkali ia meminta tolong pada bosnya di kafe untuk meminjamkannya uang, tapi bosnya pun tentu tak bodoh memberi uang sebanyak itu seketika padanya.
Aruna tak punya saudara kaya, tetangga juga rata-rata berperekonomian rendah. Ingin menjual sesuatu, tapi tak ada yang di jual. Satu persatu barang di rumah bahkan sudah di jual untuk membeli obat yang tak di cover Rumah Sakit. Dan kini ... uang sebanyak itu darimana Aruna bisa mendapatkan dengan cepat selain mengikuti solusi Yuda, menjajakan tubuhnya!
_________________
Hari itu Aruna datang ke sebuah hotel yang telah di informasikan Yuda. Lobi Hotel menjadi saksi pertemuan Aruna dengan lelaki paruh baya yang siap menggempur tubuhnya.
Lelaki itu cukup matang namun masih terlihat tampan. Usia itu cocoknya menjadi ayah Aruna. Entah permasalahan apa yang lelaki itu hadapi dalam rumah tangga hingga ia mencari kepuasan di luar. Aruna berdecih dalam hati ada kesedihan menyeruak akan memberi mahkota yang begitu ia jaga hanya untuk uang. Tapi mau bagaimana lagi? Keperihan hidup dan kondisi membuat keputusan itu harus diambilnya.
Bibir lelaki itu tersenyum simpul menatap pancaran cantik Aruna. Mimpi apa ia, dalam semalam dan dengan jumlah uang yang kecil menurutnya keperawanan akan ia dapatkan. Hati nurani itu telah hilang! Kekecewaan dan rasa kesepian membuat ia mencari pelampiasan bahagia lain. Bermain-main dengan gadis kecil yang seumuran anaknya, tidak! Bahkan usia itu lebih muda dari usia anak sulungnya.
Diraih pinggang ramping berbalut celana jeans dan kaos oblong itu. Keduanya terus berjalan menuju lift hingga sebuah nomer ditekan dan keduanya berjalan melewati lorong demi lorong hingga di depan sebuah kamar sang lelaki berhenti dan membuka pintu itu.
Aruna terus terdiam, senyum kepalsuan ia torehkan agar sang lelaki merasa senang. Dengan pasrah mahkota itu akhirnya terenggut. Delapan belas tahun ia menjaga, namun dalam hitungan jam semuanya hilang. Lelaki itu bahkan tak terlihat saat Aruna bangun, noda di tubuh dan rasa sakit yang tertinggal menjadi bukti aksi bringas lelaki itu. Tangisan itu pecah, hingga ia mendapati sebuah cek dan ia tersenyum getir. Tidak lima puluh juta, seratus juta tertera di sana. Nilai yang mungkin kecil untuk lelaki itu tapi sungguh begitu besar di mata Aruna.
__________________
Sebulan berlalu, Adel telah menjalani operasi sum-sum tulang belakang. Keadaannya telah membaik, Aruna senang. Anisa begitu bangga pada putrinya bisa merayu kakak kandung Adel untuk mendonorkan sum-sum miliknya. Setidaknya itu yang Aruna sampaikan pada ibunya.
Adel telah menjalani pemulihan, wajahnya segar, satu persatu selang yang menghias tubuhnya dicopot, Anisa tak henti-henti tersenyum, Aruna puas. Apa yang hilang darinya seakan terbayar.
Bahagia itu tak lama, dua pekan setelahnya sebuah kenyataan buruk membingkai hidupnya. Alasan seminggu ini ia terus mual dan tamu bulanannya tak menghampiri kini terbuka. Dua garis dua itu membuat jiwa itu hancur. Ribuan tombak seakan menghujam jantungnya bersamaan. Terkoyak sakit, sesak dan pilu. Sungguh ia bingung bagaimana akan membuka kebenaran ini pada ibunya, satu hal yang Aruna fikir dalam otaknya. "Aku harus meminta pertanggungjawaban!"
Berbagai cara Aruna pakai untuk membujuk Yuda agar mempertemukan dirinya dengan lelaki matang yang telah merenggut kesucian dan menanam benih di rahimnya. Yuda yang ikut menyesal dan tak enak hati, dengan alasan Aruna ingin berterima kasih akhirnya ia mempertemukan Aruna kembali dengan lelaki matang itu. Di sana Aruna memberitahu mengenai kehamilannya dan menuntut tanggung jawab sang lelaki. Lelaki itu gusar dan marah! Harusnya tidak boleh ada kehamilan menurutnya.
Aruna terus-menerus mengancam akan mendatangi rumah lelaki itu dan menyebarkan bukti kebersamaan mereka dari foto-foto yang diambil Yuda. Lelaki itu geram, akhirnya ia mengabulkan desakan Aruna yang memintanya menikahinya.
Hari H itu ditetapkan. Berhubung ayah Ayuna telah meninggal, ustadlah yang menikahkan Aruna secara agama. Aruna masih diminta di kamar saat akad pernikahan itu diucapkan dan diminta keluar setelahnya.
Aruna kaget! Bukan lelaki yang menanam benih di rahimnya yang menikahinya, tapi lelaki lain yang duduk di hadapan Ustad. Ialah Bagas!
Mau tidak mau Bagas telah menjadi suami Aruna. Entah bagaimana semua terjadi hanya sang lelaki matang dan Bagaslah yang tau. Setelah menikah Bagas membawa Aruna tinggal bersamanya di perkampungan penduduk di bilangan Tangerang. Sebuah rumah mungil yang menurut Bagas adalah rumahnya itu berada di hadapan sebuah rumah besar 2 tingkat dengan pilar-pilar tinggi berdominasi putih.
Kepiluan Aruna belum berhenti bahkan semakin menjadi setelah Bagas menikahinya. Bagas pria pemabuk yang hobi berjudi selalu memaksa aruna melayaninya. Perilaku Bagas yang merupakan orang baru untuknya sangat menyakiti Aruna, terlebih Aruna sedang hamil. Bagas hanya senang dengan tubuh Aruna tapi tidak bayinya. Aruna seakan hanya pemuas naf su Bagas, namun Bagas tak sedikitpun memberi perhatian.
Perih itu semakin menjadi saat Bagas malas bekerja, hari-harinya hanya tidur dan pergi di malam hari kemudian pulang dalam keadaan mabuk. Untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya Aruna akhirnya berjualan nasi uduk di muka rumah.
FLASFBACK OFF
Aruna masih termenung di kamarnya, meratapi kisah pilu kehidupannya. Air mata itu terus mengalir membayangkan perjuangan hidup yang telah ia lalui. Bagaimana karena uang ia tak bisa melanjutkan sekolah, karena uang ia harus menjual kegadisannya untuk menyembuhkan sang adik, dan kerena uang pula ia tertatih berjualan saat mengandung hingga putrinya lahir dan berusia 7 tahun saat ini.
Dalam kepahitan hidup Aruna sadar satu hal, bahwa kebahagian itu adalah uang, uang adalah segalanya, hal terpenting dalam hidup. Norma, empati dan sosialisasi hanyalah bumbu kehidupan yang bahkan bisa digenggam dengan uang. Uang bisa membeli segalanya, barang dan manusia sekalipun. Contohnya Bagas yang tiba-tiba menjadi suaminya. Aruna masih melamun sembari terisak hingga seorang wanita paruh baya memasuki kamarnya.
"Buu ... Bu Aruna ...." Panggilan Diyah ART di rumah Aruna mengaburkan lamun itu.
"Ohh ... ada apa, Bik?"
"Non Ciara menanyakan Bapak terus, Bu!"
"Jam berapa ini memangnya?" tanya Aruna.
"Jam setengah 9, Bu."
"Hahh ... sudah jam setengah 9? Sepertinya adzan isya baru berkumandang saat aku mulai duduk di balkon ini, ternyata satu jam setengah telah berlalu," batin Aruna.
"Lho ... memang bapak belum datang?" Diyah menggeleng.
"Kemana mas Aric, biasanya jam 8 paling lambat ia sudah sampai!"
__________________
Di rumah berbeda, seorang istri yang geram setelah mengetahui hubungan suaminya dengan wanita lain terus mengurung diri di kamar. Ialah Sashi, ia terus berpikir apa yang salah dari dirinya hingga sang suami yang tampak baik-baik saja saat bersamanya ternyata tega mendua.
Sashi yang labil setelah kembali dari rumah Aruna terus terbayang penampilan wanita itu yang tersorot dengan jelas melalui indranya. Pakaian sexy yang membalut tubuh yang tentunya membuat kaum adam termasuk suaminya telah terpikat, setidaknya itu yang dipikir Sashi. Hingga ia dengan membabi buta mengarahkan jemarinya memasuki toko online dari brand ternama dan tanpa pikir panjang memasukkan ke keranjang beberapa pakaian-pakaian sexy untuk dibelinya. Box-box berisi pakaian itu langsung sampai hari itu dan kini tampak memenuhi ranjangnya.
Sashi kembali membuka box yang entah sudah ke berapa. Ia menautkan sepasang jemari pada tali bagian atas dress dan lagi-lagi menatap dress itu seksama seperti sebelumnya.
"Yang ini dress 1 tali seperti yang tadi dikenakan mbak Aruna, warnanya merah menyala pasti kak Aric tertegun saat aku memakai ini," lirih Sashi.
Dengan cepat Sashi membuka dress yang belum lama dicobanya pula, melempar asal ke atas ranjang dan mengganti dengan dress yang beberapa saat lalu ia pegang. Ditatap sekilas Shiza yang duduk manis bermain-main dengan box yang sudah kosong di ranjang, Sashi tenang dan melanjutkan aktivitasnya.
Sashi mematut pantulan dirinya di depan cermin. Bergaya ke kanan dan kiri, sambil terus berceloteh.
"Cantik ... aku ternyata begitu cantik, tubuhku juga tak kalah sexy dari mbak Aruna. Bahkan kalau kulihat-lihat tubuh atasku lebih berisi. Tunggu, tunggu ...." Sashi mendekatkan wajahnya lebih dekat ke cermin.
"Kak Aric benar wajahku walau hanya menggunakan pewarna bibir tipis begini sudah cantik. Mataku bulat seperti mata bunda, alisku rapi seperti milik ayah. Bibirku juga sexy, pipiku ini juga tirus dan cantik. Ahh ... sungguh aku harus bersyukur pada pencipta memberi wajah ini, juga setelah dipadu dress ini ... aku sexy, hii." Sashi tersenyum dan masih berganti-ganti pose di depan cermin itu. Ia tak menyadari beberapa saat lalu Aric pulang dan kini tengah duduk di sofa menatapnya bingung.
HEMM ...
"Opss ... suara itu? Kenapa mirip suara dehaman Kakak?" lirih Sashi. Ia berbalik dan ... "Ka-kak?"
"Kamu kenapa pakai pakaian seperti itu? Mau menggodaku?" lugas Aric berdiri dan mendekat pada raga yang kini mematung menyadari keberadaannya.
Sashi masih bergeming tak menyangka Aric pulang cepat. Aric yang melihat istrinya mematung terus menggelengkan kepala.
"Hal apa yang sebetulnya sedang difikirkan bocah kecil ini? Tadi siang memintaku pulang cepat, kini aku pulang ia hanya bergeming menatapku," batin Aric.
Ditarik pinggul ramping Sashi hingga bersentuh ke tubuhnya. Ditekan kedua boko*ng itu dan diangkat ke atas hingga wajah keduanya berhadapan. Wajah Sashi memerah, tak menyangka dengan perilaku Aric. Seakan tubuhnya begitu ringan untuk Aric.
"Kakak lepas ... turunkan aku! Ka-kak mau a-pa?"
"Mau lihat wajahmu dari dekat!"
"Kakak ... aku kan berat, turunkan aku nanti lengan Kakak sakit!" pekik Sashi lagi.
"Tidak berat."
"Ka-kak, sudah! Itu ada Shiza jangan begini!" Aric tersenyum, ia menurunkan Sashi, wajah keduanya masih saling menatap. Aric seakan tak ingin cepat-cepat beranjak. Jemari itu memainkan tali di bahu Sashi.
"Tak biasanya memakai pakaian seperti ini, hem?" bisik Aric menunduk sangat dekat bibirnya di pipi Sashi.
"Apa aku se-xy, Kak?" lirih tanya itu terlontar.
Alis itu terangkat kemudian mengangguk.
"Hemm ... laki-laki ternyata benar suka wanita sexy, pantas kak Aric sering ke rumah mbak Aruna," batin Sashi, ia memberengut seketika.
"Kenapa Kakak sudah pulang? Tumben?" ucap Sashi.
"Karena tadi siang ada yang mengancam tidak akan tersenyum selamanya kalau aku pulang telat!" bisik kembali Aric sangat dekat ke wajah Sashi.
_________________________________________
☕Maaf digantung segini dulu ya, Bubu mau ke pasar siap bakulan😄😄
☕Happy reading❤❤
☕Kisah Aric dan Aruna tunggu di Flashback berikutnya, jangan lupa like dan komennya yaa ... inget menulis dan mengembangkan imajinasi itu nggak mudah, tapi kalian bisa baca hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Gerakin jari buat ngelike yuk, plus Bubu juga mau lihat komen kalian biar tambah semangat upnya, kasih hadiah juga boleh tapi nggak maksa😉😘
☕Lanjut Om Dimas OTW😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Pipit Sopiah
lanjut
2022-07-22
0
Yuyun Ratna Sari Famili
up
2022-06-08
0
Nung Mariah
ko aku panas ya baca nya, padahal aruna yg di selingkuhin
2022-06-01
0