Beberapa menit kemudian mama masuk lagi dengan seseorang, dan ternyata orang itu adalah tukang urut yang tadi pagi mengurut kaki papa yang juga terkilir.
Selama kakiku diurut aku tak bisa fokus, pikiranku terus terbayang akan Dinda. Dia seoalah menari-nari di pandanganku.
"Bram, apa ada yang sakit lagi? kok kamu kayak gak fokus gitu, emangnya gak sakit ya diurut gitu?" kata-kata mama membuyarkan lamunanku tentang Dinda
"Ah, tadi mama bilang apa?" kataku bingung karna aku benar-benar gak tau apa yang barusan mama katakan.
"Ma, ini minyaknya yang mama minta, tadi katanya masih kurang" orang yang aku pikirkan masuk sambil menyerahkan minyak pada mama dan tukang urut, tapi dia telah terbalut gaun lengkap yang melekat ditubuhnya.
Saat semua sudah keluar dari kamarku, Monica menelpon karna di rumah tak ada orang. Aku mengatakan akan pulang karna aku gak mau dia kesepian sendirian di rumah.
Dengan sedikit paksaan akhirnya mama dan papa memgijinkan aku pulang dengan disetirin oleh Dinda, sedangkan mobilnya ditinggal di rumah orang tuaku.
"Mas, apa kita gak membelikan makanan untuk mbak Monica? Karna di rumah gak ada makanan" tanyanya padaku sambil tetap menyetir dan pandangannya menatap lurus ke jalan.
"Ah, ya terserah saja Din mau dibelikan makanan apa emangnya?" tanyaku berharap dia akan menjawab sambil menatapku
"Eh, emang mbak Monica sukanya makanan apa mas? Kalo Dinda taunya mbak Monica suka makanan pedas. Apa kita belikan bakaran aja, ayam apa ikan gitu" katanya dengan tetap melihat ke depan.
"Ya, terserah kamu saja Din. Mas ikut aja" jawaku dengan pasrah
Setelah membelikan makanan untuk Monica kami berangkat pulang. Dalam perjalanan Dinda hanya fokus pada jalan dan setir saja. Sedangkan aku diam-diam terus mengamatinya dari samping.
"Dia terlihat cantik saat sedang fokus begitu" batinku dan aku mulai senyum sendiri sambil menikmati wajahnya.
"Assalamu'alaikum" ucap salamnya saat masuk ke dalam rumah sambil memapah diriku yang tertatih.
"Mas, ada apa ini? kenapa kok mas Bram jadi begini?" Tanya Monica sambil berlari ke arah kami, dan menggantikan Dinda memapahku masuk ke dalam rumah.
"Tidak apa-apa cuma terkilir saja, karna tak sengaja jatuh" jawabku menjelaskan pada Monica agar dia tak kkawatir padaku.
Setelah kami semua masuk ke dalam rumah dan makan malam, Dinda dan Monica membantuku naik ke kamar, karna Monica ngotot agar aku tetap tidur di kamar atasa bersama denganya.
Keseharianku selama sakit, aku tak merasakan perhatian Monica dia hanya sibuk dengan urusannya, dan saat pulang dia juga tak pernah membantuku kalo aku mau ke kamar mandi. Berbeda dengan Dinda, dia selalu mengutamakan aku dan selalu saja ada setiap aku membutuhkannya.
Kebaikan dan perhatian dari Dinda membuat aku semakin ingin dekat dengannya, dia yang selalu mengurai senyum setiap kali aku memanggilnya dan merepotkannya membuat aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam diriku.
Kulihat Dinda seolah mengamati isi kamar ini, karna dia emang gak pernah masuk ke dalam kamar ini, dan ini memang pertama kalinya dia masuk ke dalam kamar ini. Aku tersenyum melihat dia yang merasa tertarik dengan kamar ini dan jadi membayangkan kalo dia berada di sini bersamaku
"Din, mulai sekarang kamu gak perlu minta ijin kalo untuk masuk kamar ini" aku mengatakan karna aku merasa nyaman dengan setiap kehadirannya.
"Eh, kenapa begitu mas? Dinda merasa gak enak nanti sama mbak Monica mas" jawabnya yang masih saja memikirkan Monica, padahal Monica tak sedikitpun memikirkan tentang dirinya.
"Gak papa, kan kamu juga sama dengan dia, sama-sama istri mas Jadi gak ada bedanya antara kamu atau Monica, kalian juga punyak hak masuk kamar ini" kataku menyakinkan padanya.
"Ya, kalo begitu Dinda akan melakukannya kalo mbak Monica gak ada, karna ini adalah kamar mas Bram dan mbak Monica. Bukan kamar Dinda" jawabnya sambil tertunduk memgupas apel.
"Deg" Entah kenapa ada rasa sakit mendengar kalimatnya barusan, seolah aku telah menyakiti hatinya sangat dalam.
Aku merasa bersalah sama Dinda atas perbuatannku, namun aku tak bisa membohongi hati kecilku yang memang mencintai Monica sejak dari awal sebelum aku mengenalnya.
Namun, entah ini karna keserakahanku atau emang naluriku, aku jadi ingin terus merasakan perhatian dari Dinda. Walo kakiku yang sebenarnya sudah sembuh dan sudah bisa beraktifitas dengan baik, tapi aku masih berpura-pura sakit.
Siang itu setelah Monica pergi aku mencari Adinda, namun tak ku dapatkan dia dimanapun. Aku kembali dengan cepat ke kamarku dan aku berteriak dengan sangat keras untuk memanggil namanya berkali-kali, karna aku yakin dia ada di rumah, tapi tak tau dimana dia.
Beberapa waktu akhirnya aku mendengar jawaban darinya yang juga ikut berteriak dan ku dengar langkah kakinya yang sedang terburu-buru atau bisa dibilang dia sedang berlari ke arahku.
"Maaf mas tadi Dinda masih mandi, mas butuh apa? Dimana mbak Monica, bukankah tadi mas Bram bersama dengan mbak Monica?" katanya yang terlihat ngos-ngosan karna dia lari dari bawah ke sini.
"Gak papa Din, mas cuma mau ke kamar mandi saja tapi agak sulit. Monica uda berangkat tadi, apa dia gak bilang sama kamu?" jawabku yang sedikit merasa bersalah padanya.
Ku lihat ada raut khawatir pada wajahnya yang menatapku. Dia berjalan ke arahku dan berusaha memapaku ke kamar mandi, dengan tubuh kecilnya dia selalu berusaha terlihat kuat tiap kalian memamahku, dan itu membuatku semakin gemas padanya.
"Deg, harum sekali baunya. Entah kenapa tubuh Dinda selalu saja memunculkan aroma yang enak. Apa dari sabun mandinya atau pewangi bajunya ya" batinku yang selalu nyaman dan suka saat mencium aroma dari Dinda.
Kembali ke Adinda
Pagi itu aku melihat mbak Monica siap-siap mau berangkat kerja, dan ku lihat sudah ada mobil yang menunggunya.
"Mbak Monica mau berangkat kerja mbak? Apa mau Dinda siapkan bekal mbak untuk dimakan di perjalanan" tanyaku karna dia belum sarapan.
"Gak usah nanti aku akan makan di luar saja, ingat jangan macam sama mas Bram" pesannya padaku, dan aku hanya senyum saja.
Aku merasa lucu sama ucapan mbak Monica padaku, karna aku kan juga istrinya mas Bram dan istri pertamanya tapi dia malah memperingatkan aku.
"Mas Dinda bawahkan sarapan biar mas Bram gak usah naik turun, jadi mas Bram bisa cepat sembuh, boleh aku masuk mas?" kataku sambil berjalan masuk ke kamar mas Bram dan mbak Monica.
"Iya Din, masuk saja. Makasih kamu selalu repot karna ulahku" jawab mas Bram sambil duduk bersandar di sandaran tempat tidur.
Aku melangkah mendekat dan meletakkan nampan yang berisi sarapan untuknya di atas nakas samping tempat tidur.
"Kamar ini luas sekali, dan juga sangat sejuk saat pagi hari kalo cendelanya dibuka" pikirku dalam hati yang merasakan terpaan angin yang masuk.
"Din, mulai sekarang kamu gak perlu minta ijin kalo untuk masuk kamar ini" kata mas Bram yang seolah dia bisa membaca pikiranku yang merasa tertarik dengan kamar ini.
Aku yang merasa terkejud dengan perubahan sikap mas Bram merasa sedikit aneh, akhirnya aku mengiyakan saja kata-katanya sambil ku bilang kalo mbak Monica gak ada.
"Apa Monica sudah berangkat Din?" tanyanya sambil makan
"Sudah mas, tapi kok tumben berangkatnya pagi-pagi sekali mas. Ini masih jam 7 pagi" kataku sambil mengupaskan buah apel untuk mas Bram.
"Mas gak tau Din, katanya tadi ada kerjaan yang mendadak dan mengharuskan dia berangkat lebih awal" jawabnya sambil menatapku.
Aku menghubungi Yulia, mas Dido dan juga mas Didi kalo untuk sementara aku gak bisa datang karna mas Bram lagi sakit, dan hasil desainku semua aku kirim lewat email ke Yulia agar disampaikan pada tantae Anggel. Perbaikan dari tante Anggel dikirim lagi lewat email oleh Yulia.
Keseharianku, aku selalu mengurusi mas Bram dan merawatnya sampai dia sembuh. Aku selalu mengantarkan sarapan, makan siang dan juga makan malam kalo mbak Monica belum pulang.
sudah 1 bulan aku mengurus mas Bram, namun mas Bram tak menunjukkan kemajuan, ya walo kakinya emang uda gak bengkak lagi tapi dia masih sulit untuk berjalan, aku masih sering mamapahnya kalo dia butuh untuk ke kamar mandi atau mau ganti pakean. Sementara papa mertuaku dia sudah bisa jalan, bahkan sudah sering menjenguk kami di rumah.
"Mas, mas Bram sudah bisa jalan turun tangga sendiri? Kenapa gak minta tolong sama Dinda saja mas" aku melihat mas Bram berjalan dengan pelan turun tangga.
"Gak papa Din mas uda agak mendingan dan uda gak sakit lagi kakinya" jawabnya sambil berjalan menuju ruang tengah.
"Ya sudah kalo gitu mas, nanti kalo butuh apa-apa panggil Dinda ya mas. Dinda mau sholat isya' dulu" kataku dan pergi ke tempat sholat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Cinta Suci
muda2han mas bram cinta dinda
2022-06-28
0
Enovia Harnita
thor...aku jd malas baca nya....dinda bodoh banget...sdh di khianati..msh sj perhatian sm bram....maaf thor..aku jg wanita..tp nggak segitu nya baik sprt dinda...apa mmg dinda nya mau di sakiti trs yaa
2022-05-29
2
Asroni Smg
semoga dinda dn bram cpt cerai thor kasihan dinda aq gk rela dinda di madu
2022-05-28
1