Setelah seharian aku menunggu dan mencobak menghubungi mas Bram, akhirnya telponku dijawab dan dia terlihat sangat sibuk. Serta aku mendengar suara-sura aneh dari sebrang sana, terkadang aku mendengar ******* seolah menahan kenikmatan dan erangan-erangan ringan. "Aaah, sayang jang an di si tu" suaranya tertahan. "Mas? mas Bram lagi dimana? Dan kenapa mas Bram..." kalimatku terputus saat ku dengar ******* lagi dari sebrang sana. "Aah sayang masuk semua nik mat sekali, ayo goyang sayang. Ya begitu lebih cepat lagi sayang" katanya lagi dengan tertahan. "Mas, mas Bram ngapain?" tanyaku yang semakin cemas dan tak tahan mendengar lebih lanjut lagi. Aku langsung mematikan sambungan telpon dan langsung menahan dada yang sesak. "Ya Allah, apa suamiku sedang berbuat dosa dan menyelingkuhiku" kataku disela rasa sakitku.
Sudah 1 minggu mas Bram tak bisa dihubungi dan juga tak ada kabar, aku semakin cemas dan juga takut. Semua pikiran-pikiran buruk terlintas di angan dan benakku. Semua itu mempengaruhi kinerjaku, aku jadi tak bisa fokus dengan pekerjaanku. Semua yang kulakukan serba salah, rasa gelisah telah menghantui ku. Dan selama 1 minggu juga aku tak bisa tidur dengan tenang karna memikirkan soal suamiku.
Sore itu aku memutuskan untuk langsung pulang setelah dari butik, karna aku tak bisa fokus dan pikiranku tak tenang. Sesampai di rumah aku langsung istirahat dan karna belakangan ini aku tak bisa tidur dengan baik, aku pun mulai mengkonsumsi obat tidur agar bisa tidur dengan nyenyak, karna jika tak meminumnya aku tak akan bisa tidur.
Tok tok tok...
Samar-samar aku mendengar ada orang yang mengetuk pintu kamarku, aku langsung bangun dan saat ku buka ternyata dia adalah mas Bram suamiku yang selama 1 minggu ini telah mengganggu hari-hari dan pikiranku. "Maaf din aku membangunkan mu, tolong masakkan makan malam karna aku sudah lapar dan juga sudah belanja. Aku sudah taruk di dapur belanjaannya" katanya pada ku. "Iya mas, oh ya mas ada yang ingin aku tanyakan..." kataku saat mau menanyakan kejadian 1 minggu lalu, tapi mas Bram memotongnya dan akan menceritakan semuanya nanti saat di meja makan.
Aku mandi dan sholat karna waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Setelah itu aku sibuk di dapur untuk membuatkan makan malam untuk suamiku. "Sayang jangan begini dong... Masak seharian kamu mau minta jatah terus kan aku capek Yang" suara cewek dari dalam kamar mas Bram. "Deg, apa ada suara wanita di dalam?" tanyaku yang mau mengetuk pintu karna makanan sudah siap. Namun sebelum aku ketuk pintu sudah terbuka, betapa terkejudnya aku melihat mas Bram keluar dari dalam kamarnya bersama dengan seorang wanita. "Ah, Dinda apa masakannya sudah siap? Ayo turun kebawah kita makan karna aku sudah lapar" kata mas Bram dan berjalan melewatiku begitu saja. "Mas, maksudnya apa ini?" tanyaku sambil menahan tangan suamiku. "Dinda.! Aku lapar bisakah kita makan dulu." bentaknya pada ku. "Kau ini merepotkan sekali sih" kata wanita itu dan langsung menarik mas Bram turun.
"Tidak, aku harus meminta penjelasan sekarang juga tentang wanita itu, dan kenapa dia keluar dari kamar suamiku. Walo aku tau mereka adalah sepasang kekasih, tapi tidak benar seperti ini" grutuku dan langsung mengikuti mereka turun. Sesampainya di bawah kulihat mas Bram sedang makan, aku menahan segala sesak ku di dada. Ku layani suamiku makan sampai selesai. Setelah itu dia memanggilku ke ruang tengah karna ingin menjelaskan pada ku.
Setelah aku dengar penjelasan dari mas Bram aku merasa ditipu dan dikhianati. Ada rasa tidak terima dengan semua kabar yang ku dengar secara mendadak itu, walo aku tau mereka pasangan kekasih yang saling mencintai. Tapi aku tidak ingin seperti ini, tak ada satu pun istri yang ingin dimadu.
"Tapi mas, pernikahan tak bisa dilakukan tanpa sepengetahuan dan izin dari istri pertama"
"Tapi din, pernikahan kita terjadi bukan atas kehendak ku, ini semua terjadi karna perintah dari orang tuaku".
"Tetap saja aku adalah istri sah mas Bram"
"Aku juga istrinya, dan mas Bram sudah menikahiku 2 minggu yang lalu"
"Pernikahan kalian tidak sah, karan a....."
"Dinda cukup.! Seorang pria berhak untuk berpoligami"
"Mas, ini tidak benar mas, ini salah"
"Sekarang kau sudah tau dan aku juga sudah mengatakannya padamu, kau tinggal mengatakan kau terima kami itu sudah cukup.!"
"Tapi mas, kenapa mas Bram tak mengatakannya padaku sebelumnya? Cara kalian menikah ini salah"
"Dikatakan sekarang atau sebelumnya itu sama saja. Yang jelas aku sudah bilang padamu sekarang, dan kamu sudah tau kalo Monica adalah istriku juga"
"Ya, dan aku akan tinggal disini bersama dengan suamiku"
"Kalian, kalian sungguh tega padaku"
"Kamu yang tega padaku.! Karna kamu yang merebut kekasihku.!"
"Monica sudah jangan marah"
"Aku tidak merebut siapa pun, aku tidak tau tentang apa pun"
"Dinda, kau terima atau tidak aku sudah menikahi Monica dan dia memiliki hak yang sama dengan mu di rumah ini"
"Hak yang sama? Hak mana yang mas bicarakan ini pada ku? Selama ini apa mas Bram sudah memberikan hak ku sebagai seorang istri, sudakah?"
"Dinda maaf, aku sudah mengatakan pada mu dari awal, bahwa aku tak mencintai mu dan kau jangan berharap lebih untuk itu"
"Kalu begitu jangan mengatakan soal hak kepada ku mas"
"Dinda aku...."
"Ya, aku merestui kalian. Aku teriama pernikahan kalian, aku do'akan semoga kalian bahagia. Cukup, sudah cukup kan?!"
"Dinda..."
Setelah mengatakan kata yang begitu berat untuk aku ucapkan demi pernikahan suamiku, aku langsung pergi ke dalam kamarku tanpa mendengarkan mas Bram memanggiku. Dadaku sakit dan sesak, rasanya aku sulit untuk bernafas walo hanya dengan 1 helaan nafas saja.
Terjawab sudah apa yang aku tanyakan dalam hati ku. "2 minggu sudah menikah, itu artinya mereka menikah setelah aku bertemu dengan mereka di hotel waktu itu" aku menghela nafas mencobak menahan sakit yang kurasakan, duniaku serasa hancur. Rasa sakit ini sama persis seperti rasa sakit waktu orang tuaku pergi meninggalkan aku dengan mendadak dan tanpa pemberitahuan. Rasa sakit yang sama, rasa pilu yang sama, semuanya sama.
'Dan bila Syahadad adalah janji setia kepada Allah tuhan semesta alam, makan pernikahan adalah janji setia kepada istri sang Buah Mata'
kata mutiara dalam sebuah pernikahan.
Pagi itu aku melakukan tugasku seperti biasa, aku masak untuk sarapan dan bekal mas Bram. "Dinda tadi subuh kamu tak membangunku untuk sholat"
"Maaf mas, kupikir mbak Monica sudah membangunkan mas untuk sholat subuh"
"Dinda, maafkan aku. Apa kamu masih marah?"
"Untuk apa minta maaf mas, karna semua sudah terjadi. Dan untuk apa aku marah? Aku tidak ada hak untuk marah disini, karna aku bukan siap-siap"
"Jangan bilang begitu din, kamu juga adalah istriku"
"Iya istri yang hanya ada dalam selembar kertas"
"Dinda tolong jangan marah, karna ini bukan salah Monica ini adalah salahku. Karna aku gak bisa melihat dia dinikahkan dengan orang lain, makanya aku langsung menikahinya tanpa bilang padamu"
"Tidak papa mas, itu adalah hak mas Bram"
"Tolong bantu aku jelaskan pada mama dan papa, aku gak mau mereka marah pada ku dan juga Monica"
"Maaf mas, aku gak bisa janji, tapi insya Allah. Orang tua mas Bram bisa menerima atau tidak itu tergantung dari mbak Monica sendiri, bukan Dinda"
Setelah selesai semua aku langsung meninggalkan mas Bram, karna masakanku sudah selesai dan juga sudah ku tata di atas meja makan. Aku masuk kedalam kamarku untuk mandi dan siap-siap pergi ke butik seperti biasanya. Dan saat aku keluar, aku sudah melihat mas Bram dan juga mbak Monica duduk di meja makan menikmati sarapan mereka.
"Hai Dinda, laen kali kalo masak jangan hambar begini dong, jadi gak enak dimakan gak ada rasanya kurang pedas"
"Kalo begitu mbak Monica bangun pagi dan masak sendiri saja biar sesuai dengan selera mbak, karna aku gak suka masakan pedas dan mas Bram juga gak suka"
"Eh orang ini dikasik tau kok malah nyolot sih, bikin kesel aja.!"
"Sudah monic pagi-pagi jangan ribut"
"Ya mas tapi masakannya gak enak kurang pedas"
"Dinda pergi dulu mas, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam, tidak sarapan dulu Din?"
"Tidak mas, nanti saja di tempat kerja"
Pagi itu aku memutuska untuk pergi ke resto dari pada butik, karna aku mau sarapan dulu. Setelah selesai sarapan aku langsung ke klinik untuk terapi ku, karna aku sudah seminggu ini datang ke klinik dokter Yuniar (dokter psikolog), karna aku yang tidak bisa tidur dan selalu dihantui oleh rasa takut yang tak pasti.
Dari meditasiku siang itu, sudah tidak lagi ditemukan masalah dan kegundahan yang menghantuiku. Sepertinya karna aku sudah mendapatkan jawaban dan mencobak untuk ikhlas makanya aku tidak lagi merasa terganggu, ya walo aku masih mengkonsumsi obat tidur jika sulit untuk tidur.
Setelah dari klinik aku langsung menuju hotel tempat tange Anggel menginap dan tempat diadakannya fesed show.
"Selamat siang tante"
"Oh Dinda selamat siang juga, oh iya kenalkan dia model yang nanti akan memamerkan gaun-gaun kamu"
"Adinda"
"Melinda"
"Senang bertemu dengan mu, Melinda"
"Ya, aku juga senang. Dan waktu tante menunjukkan gaun-gaun itu pada ku, aku sangat tertarik untuk mengenakannya dan memamerkan ke semua orang. Makanya aku langsung menyetujuinya saat aku disuruh jadi model"
"Terima kasih banyak, atas pujiannya. Kalo bukan karna bantuan dari tante Anggel aku juga gak bisa seperti sekarang ini"
"Kau terlalu merendah Dinda. Semua ini atas usahamu sendiri, karna kau emang orang yang berbakat"
"Oh iya sepupuku juga ingin bisa bergabung dan mengenakan gaun buatan kamu, namanya Merisca"
"Tentu saja boleh, semakin banyak yang suka aku semakin senang"
"Ah, syukurlah. Aku akan menghubunginya biar dia langsung datang"
Semua keseharianku sedikit mengalihkan dan menghilangka sedihku karna pernikahan ke dua suamiku. Namu semua tak bisa dipungkiri, kalo rasa kecewa yang ada didadaku ini masih membekas karna pernyataan poligami suamiku yang tak pernah melihatku bahkan menjamahku selama pernikahan kami, yang sudah berjalan hampir 1 tahun lamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Enovia Harnita
thor..kuatkan hati dinda utk meninggalkan bram...msh byk pria yg baik utk jd suami dinda
2022-05-29
0
Siti Masithoh
untung kamu g di jamah sama dia jijik banget orang kya gitu😬
2022-05-10
0
Amilia Indriyanti
Kowe goblog din
2022-04-08
0