Selepas sholat subuh Ayah dan Pak Edi berkeliling kampung, mereka berjalan-jalan menikmati udara pagi yang segar di sekitar persawahan. Suasana yang sejuk, pemandangan sawah yang bertingkat-tingkat dengan tanaman padi yang hijau membentang menambah keindahan kampung Anyelir yang memang terletak di antara kaki bukit. Kesejukan, keindahan, ketenangan, jauh dari hiruk pikuk kenderaan, jauh dari polusi pabrik membuat pak Edi enggan meninggalkan tempat itu.
Warga kampungpun yang notabene bermata pencaharian sebagai petani sudah mulai berangkat kesawah dengan membawa berbagai peralatan yang mereka perlukan seperti cangkul, arit dan lain-lain serta membawa bekal buat sarapan mereka seperti teh, kopi dan aneka kue maupun cemilan yang lain.
Mereka saling menyapa, saling bercanda berjalan beriringan menuju sawah tempat mereka bekerja. Kekompakan, keramah tamahan yang masih kental sangat terlihat saat mereka memperlakukan Pak Edi tidak seperti orang asing yang baru saja tiba dikampung mereka.
Interaksi obrolanpun terjadi antara pak Edi, ayah dan para warga, mereka duduk digubuk pinggiran sawah sambil menikmati teh, kopi, kue yang mereka bawa. Berbagai pembicaraan tentang kehidupan kota membuat warga kampung penasaran, hingga mereka banyak mengajukan pertanyaan kepada pak Edi. Sementara Pak Edi yang sudah mulai cinta dengan kehidupan kampung bertanya tentang masalah pertanian dan perkebunan. Di dalam hatinya telah tumbuh keinginan jika suatu saat ia telah pensiun dari tugasnya, ia ingin menghabiskan hari tuanya dengan kehidupan seperti di kampung Anyelir. Pak Edi ingin menghabiskan sisa umurnya sebagai seorang petani.
Setelah puas mereka berbincang, Ayah lalu mengajak Pak Edi ke sungai. Ternyata tadi sebelum mereka berangkat, Ayah telah mempersiapkan bekal untuk memancing berupa beberapa mata kail, benang dan umpan di dalam tasnya.
Pak Edi sangat senang melihat sungai disana yang airnya mengalir deras, airnya begitu jernih dan terlihat ikan-ikan kecil sedang berenang-renang di dalamnya. Ia merasakan kesegaran dari air sungai saat membasuh tangan, muka dan menjejakkan kakinya ke pinggiran sungai yang dangkal.
Sementara itu Ayah pun sibuk mencari beberapa batang kayu kecil diseputaran pinggiran sungai kemudian mengikatkan benang, mata kail dan umpan yang telah dibawanya.
Setelah mata kail dan umpan terpasang semua, ayahpun menyisakan dua buah pancing yang satu untuknya dan satu lagi buat pak Edi. Sedangkan beberapa buah pancing yang tersisa ia tancapkan dipinggiran sungai dengan benang dan umpan yang menjuntai ke dalam sungai. Kini pancing pancing itu siap menunggu ikan-ikan yang datang menghampiri.
Ayah mendekati pak Edi, memberikan sebatang pancing yang telah ia sisakan tadi, keduanyapun mulai asyik dengan kegiatan mereka. Keseruan terlihat saat ikan-ikan mulai memakan umpan yang terpasang di mata pancing mereka. Pancing di tangan ayah mulai bergerak-gerak menandakan telah ada ikan yang tersangkut di mata kailnya. Segera ayah menarik dan mengangkat pancing ditangannya, terlihatlah seekor indukan ikan gabus yang berukuran lumayan besar tersangkut disana. Ayah dan Pak Edi sangat gembira hingga Pak Edi berteriak,
" Wow.... dapat besar ikannya Pak, tarik pak....tarik....tarik terus jangan sampai lepas! "
Saat perhatian pak Edi masih fokus dengan ikan yang ayah dapat, ternyata pancing ditangannya pun bergetar lalu tersentak kuat, hampir saja terlepas dari tangannya jika ia tidak langsung menariknya. Pak Edi kemudian mengangkat pancingnya ternyata seekor lele yang berukuran besar telah tersangkut di mata kailnya. Pak Edi kegirangan melihat usahanya mendapatkan hasil yang memuaskan.
Keduanya terus asyik dengan kegiatannya hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang dan mereka ternyata telah mendapatkan hasil pancingan yang lumayan banyak. Pak Edi memang gemar memancing, makanya ketika Ayah mengajaknya pulang sebenarnya ia belum ingin menyudahi kegiatannya tapi waktu tidak memungkinkan lagi untuk mereka berlama-lama disana.
"Ayo pak kita pulang, Istri saya dan Anyelir pasti sudah menunggu kita untuk makan siang! "
"Saya sebenarnya belum puas Pak memancingnya, habisnya seru sih, itu ikan yang kita dapat banyak sekali dan besar-besar pula. Anak laki-laki saya pasti senang jika saya ajak kesini. Suatu saat nanti saya pasti akan kembali kesini dan mungkin membeli lahan agar kami bisa menetap disini".
"Oh....Pak Edi ternyata suka tempat ini !!! saya dan warga pasti senang sekali menerima pak Edi dan keluarga jika mau menetap disini".
"Iya pak, sejak awal datang kemaren rasanya saya sudah jatuh cinta dengan kampung ini, nanti ketika saya sudah bebas tugas saya pasti akan kesini membawa keluarga saya".
Sementara itu kegiatan Anyelir dan ibu dirumah sepeninggal Ayah dan pak Edi tadi pagi, mereka secara bersama membereskan rumah, pergi ke pasar membeli oleh-oleh dan membeli bahan masakan untuk menu makan siang mereka. Siang ini ibu dan Anye memasak rendang jengkol, sambal ikan asin cabe hijau dan tumis kangkung pakai terasi. Menu itu cukup sederhana tapi selalu menggugah selera makan bagi yang melihatnya.
Semua masakan telah terhidang dimeja makan saat ayah dan Pak Edi kembali dari memancing. Mereka kemudian membersihkan diri, lalu ayah mengajak pak Edi untuk makan siang bersama. Ternyata menu yang terhidang adalah kesukaan Ayah dan Pak Edi, mereka menikmatinya dengan sangat lahap karena memang rasanya yang sangat nikmat dan menggugah selera.
"Makanan ini sangat nikmat, Ibu dan Non Anye ternyata pandai sekali memasak. Terlihat sederhana tapi rasa mewah, kalah lho non masakan koki hotel Tuan!"
"Ah....Pak Edi bisa saja, itu hanya makanan kampung pak, mana bisa menandingi masakan koki hotel bintang lima".
"Saya serius Non, Tuan pasti bahagia dan beruntung bila nanti menikah dengan non Anye....sudah baik, cantik dan pandai memasak pula".
"Amiiin....", jawab ibu dan ayah berbarengan.
"Hanya itu yang kami harapkan pak, kebahagiaan rumah tangga putri kami dengan mendapatkan suami yang mencintai dan menyayanginya", ucap ibu Anyelir.
Anye yang mendengar hal itu hanya bisa terdiam, hanya bisa bermonolog dalam hati, " Seandainya ibu tahu posisiku nanti di dalam pernikahan ini hanya untuk melahirkan keturunan tanpa ada cinta dari suamiku mungkin ibu tidak akan pernah mengizinkanku untuk menikah dengan Satya ".
Pak Edi yang melihat perubahan sikaf Anyelir tahu apa yang kini sedang gadis itu fikirkan. Ia hanya bisa berharap Tuannya bisa membuka hati dan bersikaf adil nantinya terhadap kedua istrinya, tidak menyia-nyiakan gadis sebaik Anyelir.
Ayah dan pak Edi meninggalkan meja makan untuk beristirahat sambil menunggu datangnya sholat Dzuhur. Anye dan ibu membereskan meja, mencuci alat-alat makan setelah itu mereka membersihkan ikan hasil pancingan ayah dan Pak Edi. Dengan bumbu racikan ibu, Anye menggoreng ikan itu untuk tambahan oleh-oleh buat keluarga pak Edi. Sementara ibu mencabut ubi dan menebang pisang lilin yang hampir masak dari halaman belakang rumah mereka agar bisa dibawa juga sebagai oleh-oleh.
Oleh-oleh yang akan dibawa Anyelir telah dipersiapkan semua dan sangat banyak, ada pisang, ubi, ikan, aneka souvenir, tas-tas anyaman dari daun pandan yang warna-warni dan aneka cemilan sederhana berupa keripik-keripik khas kampungnya.
Mereka mengemasnya ke dalam dus serapi mungkin agar mudah membawanya dan yang jelas tidak akan mengotori mobil Satya.
Setelah semua pekerjaan selesai ibu dan Anye segera melaksanakan sholat dzuhur, kemudian ibu membawa sebuah kotak kecil yang berukir ke dalam kamar Anyelir dan memberikannya kepada Anyelir.
"Apa ini bu", tanya Anyelir.
Simpanlah nak, dan pakailah nanti disaat hari pernikahanmu. Di dalamnya terdapat sebuah cincin permata pemberian dari nenekmu dulu saat ibu hendak menikah dengan ayah, sekarang ini jadi milikmu nak. Ibu tidak mempunyai sesuatu yang berharga untuk bisa ibu berikan kepadamu dihari pernikahanmu nanti.
"Terimakasih bu.... indah sekali cincinnya, Anye tidak membutuhkan apapun bu kecuali doa restu dari ayah dan ibu. Doakan Anye ya bu agar selalu memperoleh kebahagiaan didalam kehidupan rumah tangga Anye nantinya".
Anye memeluk ibunya seraya menangis, lalu ibu berpesan kepadanya.
"Apapun nanti yang terjadi dalam rumah tanggamu tetap jagalah marwah suamimu. Jangan umbar aib suamimu kepada siapapun. Jika kamu membuka aib suamimu kepada orang lain berarti kamu telah menelanjangi diri kamu sendiri, membuka aibmu sendiri nak".
"Iya bu", Anye akan selalu mengingat pesan ibu.
"Kapan rencananya kamu akan memperkenalkan calon suamimu kepada kami nak?"
"Insha Allah secepatnya bu, setelah ia membawa Anye untuk diperkenalkan kepada keluarganya barulah Anye akan memperkenalkan dia kepada ayah dan ibu".
Percakapan antara ibu dan anakpun berakhir saat ayah memanggil mereka untuk bersiap-siap karena hari telah sore dan Anye harus segera kembali ke kota bersama Pak Edi yang juga telah bersiap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Mbah Edhok
Restumu ibu ...
2023-01-24
0
Tiah Sutiah
sejelek apa pun sipat dan perilaku suami sebagai istri harus pandai menutupi aib nya
2021-11-26
1
Wartiy intan
semangat thor
2021-11-06
1