Lumpur sudah menjadi mainan Anyelir sejak kecil, ia tidak pernah takut, lumpur akan mengotori kaki maupun anggota tubuhnya yang lain. Berkat bergelut dengan lumpurlah yang telah membuat dia dan orang tuanya bisa bertahan hidup hingga sekarang.
Setelah ayah dan ibunya bergegas membereskan peralatan kerjanya, Anyelir juga bergegas membersihkan semua kotoran yang menempel di kakinya. Kemudian mereka beranjak pulang. Senyum bahagia terus terpancar di wajah orang tua Anyelir. Kerinduan yang selama ini mereka tahan terbalas sudah karena kedatangan putrinya.
Tiba-tiba Anyelir menghentikan langkahnya,
"Ayah...ibu....Sebentar ya , Anye mau menemui Pak Edi dulu".
"Siapa Pak Edi Nye", tanya Ayah.
"Beliau adalah supir hotel yang telah mengantar Anye kesini Yah. Biar pak Edi membawa mobil langsung ke rumah saja, sedangkan Anye ingin pulang jalan kaki bareng Ayah dan ibu sambil menikmati udara segar disini".
"Iya nak", jawab kedua orang tua Anye.
Sebenarnya Anye melakukan hal ini hanya ingin menghindari perhatian warga saja, yang pastinya mereka akan bertanya-tanya jika melihatnya pulang diantar dengan mobil mewah. Anye tidak mau menjadi gunjingan atau buah bibir warga yang bertemu dengannya.
Anye menghampiri Pak Edi. " Pak, bapak duluan saja ya....rumah saya tidak jauh lagi dari sini. Di depan sana ada persimpangan, bapak ambil yang arah ke kanan lalu ikuti terus jalan itu sampai menemui kantor desa. Nah...rumah saya, rumah keenam sebelah kiri setelah kantor desa. Saya ingin berjalan kaki saja bareng ayah dan ibu. Saya rindu udara segar di kampung ini Pak."
"Baiklah Non, saya duluan ya non."
"Pak panggil saja saya Anyelir, sapaan nona terlalu formal kedengarannya, lagian saya hanya seorang gadis kampung".
"Nona adalah salah satu orang terdekat Tuan, mana mungkin saya hanya panggil nama non saja. Biarlah non... saya tetap dengan panggilan itu".
"Baiklah, terserah bapak".
Pak Edi kemudian melajukan mobil kearah yang disebutkan Anyelir, sementara Anye dan kedua orang tuanya berjalan kaki beriringan sambil terus bercanda. Anye rindu suasana seperti ini. Mereka terus berjalan sambil menyapa warga yang berpapasan dengan mereka. Para warga senang melihat Anyelir kembali, apalagi para pemuda. Selain ramah, Anyelir merupakan salah satu kembang desa di sana sehingga banyak pemuda yang mengaguminya.
Kini mereka telah sampai dirumah, ibu segera bergegas membuka pintu dan mempersilahkan pak Edi untuk masuk. Anyelir segera ke dapur membuat teh untuk Ayah dan Pak Edi.
Sementara Pak Edi ngobrol dengan ayahnya, Anye dan ibunya mempersiapkan kamar tamu untuk pak Edi beristirahat.
Kemudian Anye masuk kekamarnya, ia melihat keadaan kamarnya masih sama seperti saat ia tinggalkan. Ibunya selalu membersihkan kamarnya setiap hari sehingga tidak ada debu yang menempel. Anye lalu membersihkan dirinya dan merebahkan tubuhnya sejenak untuk melepas lelah.
Saat maghrib tiba Ayah dan Pak Edi pergi ke mushollah, ibu dan Anye melaksanakan sholat dirumah kemudian mereka mempersiapkan hidangan makan malam.
Sekembalinya ayah dan Pak Edi dari mushollah merekapun makan malam bersama dengan menu yang Anyelir bawa dari kota. Mereka makan dengan lahap, apalagi Ayah.
"Enak sekali ya pak masakan ibu kost Anye dan juga teman-temannya. Mereka sangat baik dan perhatian dengan kita sampai-sampai merekapun tau menu kesukaan bapak", ucap ibu.
"Iya bu, nih bapak sampai namboh makannya. Ayo pak Edi nambah lagi. Kampung kami ini pak terletak di kaki bukit, dengan udara yang sangat dingin jadi membuat perut kita sebentar saja sudah lapar kembali. Ayo silahkan tambah nasi dan lauknya pak".
"Iya Pak, Terimakasih", jawab pak Edi.
Selesai makan mereka berkumpul di ruang depan sambil menunggu datangnya Isya'. Pak Edi dan ayah beranjak ke mushollah setelah mendengar suara azan berkumandang.
Sepulang dari menunaikan kewajibannya, Pak Edi kemudian berpamitan ingin beristirahat di kamar. Ia merasa sangat lelah dan mengantuk setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh. Pak Edi ingin tidur lebih awal agar besok pagi ketika terbangun badannya terasa lebih segar.
Malam ini Anyelir duduk bersama Ayah dan ibunya. ia ingin membicarakan tujuan dari kepulangannya hari ini. Anye tidak bisa menundanya lagi karena besok sore ia sudah harus kembali lagi ke kota seperti yang sudah ia janjikan kepada Satya. Dan lusa Anye juga sudah harus masuk kerja kembali.
Anye mulai membuka cerita "Ayah....ibu, sebenarnya kepulangan Anye kesini ada sesuatu hal yang ingin Anye sampaikan", sejenak Anye terdiam, ia ragu ingin mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Rasanya ia tidak tega merusak kebahagiaan ayah dan ibunya.
"Memangnya ada masalah apa nak? apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya ibu.
"Seperti yang kita sepakati dengan Tuan Danu, waktu Anye hanya tinggal lebih kurang satu bulan lagi bu".
Ayah dan ibu pun mengangguk.
Kemudian Ayah berkata "Jika kamu belum mempunyai uang untuk melunasi hutang ayah jangan terlalu dipaksakan nak. Itukan hutang ayah jadi sudah seharusnya menjadi tanggung jawab ayah untuk menyelesaikannya. Biar saja mereka datang kesini, ayah yang akan menghadapi mereka, yang penting kamu jangan kembali dulu kesini sampai ayah bisa melunasinya. Ayah tidak mau Anye dijadikan oleh mereka sebagai pengganti untuk melunasi hutang ayah. Pokoknya kamu harus tetap tinggal di kota, agar mereka tidak bisa memaksamu."
"Iya nak, yang penting buatlah hidupmu bahagia disana. Masalah disini biar ayah dan ibu saja yang memikirkan dan menanganinya. Ayah dan ibu hanya ingin melihatmu bahagia di penghujung usia kami ini nak".
"Begini yah...bu, Insha Allah Anye bisa melunasinya bulan depan. Anye datang kesini hanya ingin minta restu dari Ayah dan Ibu".
"Restu untuk apa nak", ibu menatap Anye heran.
"Anye akan menikah bu...Ayah. Insha Allah secepatnya".
"Maksud kamu menikah dengan Tuan Danu! Pokoknya ayah tidak setuju, biar ayah disiksa atau bahkan dipenjara tidak jadi masalah daripada ayah melihatmu tersiksa".
"Tidak yah, Anye akan menikah dengan bos Anye".
"Kamu serius nak, apa alasan bosmu ingin menikah denganmu. Kenapa dia memilihmu sementara kita tidak sederajat dengannya. Apa ada imbalan dibalik ini?", selidik ibu.
"Tidak bu, kami saling mencintai". Akhirnya Anye berbohong.
Melihat kondisi orang tuanya saat ia pulang tadi sore, membuat Anyelir tidak tega untuk menceritakan yang sebenarnya, akhirnya ia memilih memutuskan sendiri jalan hidup yang akan ditempuhnya.
"Bagaimana dengan keluarganya, apa mereka menyetujui rencana pernikahan kalian?" tanya ibu kembali. Tampaknya ibu ingin menyelidiki kejujuran Anyelir.
"Mereka setuju kok bu".
"Jika memang benar kalian saling mencintai, kenapa kamu hanya datang sendiri. Seharusnya untuk masalah sebesar ini kalian harus datang bersama menemui kami untuk mendapatkan restu", lanjut ibu lagi.
"Dia kan bos di hotel tempat Anye kerja bu, pekerjaannya saat ini sedang menumpuk. Katanya nanti menjelang pernikahan dia pasti akan datang untuk melamar Anye kepada Ayah dan ibu".
" Apa benar nak, tidak ada yang kamu sembunyikan dari kami". Ibu terus mendesak, masih merasa tak percaya. Insting seorang ibu memang lebih tajam, jika mengenai kebahagiaan anaknya.
"Anye serius bu, tidak ada yang Anye sembunyikan dari Ayah dan ibu". Anye berusaha sekuatnya meyakinkan orang tuanya.
"Begini saja bu...ayah, sesampainya kembali besok Anye kekota, kami akan Video Call ibu dan ayah. Ibu maupun ayah boleh bertanya langsung kepadanya agar lebih yakin. Untuk saat ini calon suami Anye belum bisa diganggu karena kesibukannya. Sebenarnya dia meminta Anye datang kesini nanti, bersama dia setelah pekerjaannya selesai tapi Anye memaksa untuk pulang duluan. Anye kan sudah sangat rindu sama ayah dan ibu".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Mbah Edhok
Anye anak berbakti ... tujuan ke kota utk bisa membantu orang tua ... turut bersyukur tidak harus terjerumus seperti Tina dan dia teman yang hebat ... dengan tidak menjerumuskan anye ... anye dijaga tina juga diarahkn agar bisa bekerja dengan benar.
2023-01-24
0
Arin
semoga indah pda wktunya...
2022-03-23
0
Tiah Sutiah
semua pasti ada hikmah nya
2021-11-26
1