Siksaan Erlina

Penasaran akan apa yang Aiden katakan barusan, Arion meminta supir sewaan mereka untuk berhenti di pinggir jalan. Ia ingin menanyakan langsung pada Aiden maksud dari perkataannya tersebut.

Aiden turun dari mobil, begitupun dengan Arion. Pria itu nampak tak sabar, hingga enggan menunggu Aiden membukakan pintu untuknya.

Mereka berdiri di atas jembatan besar. Mata Arion asyik menjelajahi hamparan pemandangan Kota, sebelum bertanya pada Aiden.

"Sejak kapan kau mengetahui soal Sekar?" tanyanya kemudian.

Aiden maju dua langkah. Kini ia berdiri sejajar dengan Bosnya. "Beberapa kali saya memergoki Bapak keluar dari pintu tangga darurat," jawabnya tanpa ragu.

Arion berusaha tidak memberikan reaksi apapun perihal jawaban Aiden.

"Saya juga pernah masuk ke sana dan mendapati Anda sedang bersama gadis itu," lanjut Aiden, jujur. Nada suaranya tetap datar. Sama sekali tidak berubah, padahal ia baru saja menel4njangi Bosnya.

Arion berdehem guna meminimalisir suaranya agar tidak terdengar bergetar. "Aku memang tidak pernah bisa menyembunyikan apapun darimu," katanya pasrah. Pria itu mendengkus.

Ia lalu menoleh ke arah Aiden yang berdiri di sebelahnya. "Kalau begitu, tolong jaga rahasia ini. Aku tak ingin siapapun mengetahuinya,"

Aiden menatap Arion sungguh-sungguh dan mengangguk penuh keyakinan, "Baik, Pak," janjinya sudah ia ikrarkan.

Suasana hening sesaat. Mereka berdiam diri di sana selama beberapa saat, sambil terus memandangi lampu-lampu Kota yang mulai menyala satu persatu.

"Aiden," panggil Arion.

"Iya, Pak,"

"Aku tahu, kau tidak menyukai Davina ... tidak menutup kemungkinan, kau juga tidak menyukai Sekar. Benar?"

Aiden bergeming sesaat. "Saya memang tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan pribadi Bapak. Namun amanah Tuan Dewandaru untuk menjaga Bapak dan tidak membiarkan Bapak terluka adalah tugas saya." Terangnya dengan nada rendah.

Arion mengalihkan pandangannya lagi ke depan. Ia paham akan maksud Arion. Dewandaru menitipkan Arion padanya beberapa tahun silam. Pria itu seperti di doktrin oleh sang Ayah untuk selalu menjaga Arion melebihi nyawanya sendiri. Ia bahkan diharuskan mengawasi siapa saja wanita yang dekat dengannya, karena tidak menutup kemungkinan, mereka hanya ingin menguasai harta keluarga Umbara saja.

"Ciih! seharusnya Papa juga bisa menjaga diri, agar tidak terjerat ular berbisa!" batin Arion, merujuk pada Erlina, Ibu Tirinya saat ini.

Melihat Arion terdiam setelah mendengar ucapannya, Aiden kembali membuka suara, "Maaf, jika ucapan saya telah menyinggung Bapak," pria itu kontan membungkukan tubuhnya.

Arion buru-buru menahan Aiden. "Tidak ... kau benar," tangannya menepuk-nepuk pundak Aiden yang lebih tinggi beberapa centimeter darinya.

Biar bagaimanapun, Arion merasa beruntung memiliki Aiden di sampingnya. Pria pilihan sang Ayah yang sempat ia tolak dulu, karena sikapnya yang terlalu kaku dan kurang bersahabat. Arion sempat pesimis, tidak akan bisa bertahan dengan Aiden. Tetapi kenyatannya, mereka kini telah bersama selama lebih dari tujuh tahun.

Kini bagi Arion, Aiden bukan hanya seorang tangan kanannya, melainkan teman sekaligus adik laki-laki, sebab usia mereka hanya terpaut tiga tahun.

"Tapi, sebagai hukuman karena telah membodohiku, kau harus menggantikan sisa hariku di sini," ujar Arion tiba-tiba.

Aiden mengernyitkan dahinya. "Lalu, bagaimana dengan Bapak?" tanyanya.

"Pulang." Jawab Arion sembari menyeringai.

Aiden memasang wajah masam. Jika tahu ia akan dijadikan tumbal, lebih baik ia tetap berpura-pura tidak tahu saja selamanya.

...***...

Sekar, Rani, bersama dua orang Cleaning Service, Dimas dan Ningsih tengah sibuk membersihkan ruangan aula Kantor yang terletak di lantai dua. Keempatnya diberikan tugas langsung oleh Erlina yang kembali datang ke sana hari ini.

Sedari pagi, wanita itu sudah sibuk berkeliling sembari memarahi semua Security, Office Boy/Girl, Cleaning Service sampai Receptionist, jika dirasa ada hal yang kurang pas menurutnya, meski itu hanyalah hal kecil, seperti letak gagang telepon yang kurang sempurna.

Menjelang siang, sasaran wanita itu adalah mereka berempat. Sekar dan yang lainnya diharuskan membersihkan seluruh bagian aula yang sangat luas itu sampai bersih. Tak peduli jika jam makan siang telah lewat hampir satu jam yang lalu.

Di antara keempatnya, Sekar lah yang terlihat paling menderita, sebab ia dilarang menggunakan alat pembersih seperti Long Mop, agar lebih memudahkan pekerjaannya. Erlina beralasan, harus ada orang yang menggunakan kain pel biasa agar bisa mencapai sudut-sudut yang tidak bisa dijangkau oleh pel gagang berukuran besar tersebut.

"Sekar, gantian sama aku, ya?" Ningsih yang tidak tega melihat Sekar merangkak dari ujung ke ujung ruangan, meminta gadis itu untuk bertukar tugas.

Sekar menghentikan pekerjaannya dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat. "Tidak apa, tanggung. Aku hanya butuh istirahat sejenak," ucapnya sembari terduduk di lantai. Gadis itu mulai merasakan sakit di kedua lututnya.

Tak jauh dari posisi mereka, Dimas dan Rani juga tengah mengistirahatkan diri, selagi Erlina keluar dari ruangan.

"Gila! Bisa-bisanya dia bilang ruangan ini masih terdapat banyak debu dan kotoran, padahal kita sudah membersihkan semua ini hampir dua jam lamanya!" Rani mengeluh keras-keras. Dimas segera memelototi gadis itu agar diam. Ia takut Erlina mendengar perkataan Rani.

"Nanti Ibu bisa dengar, Ran," tukasnya.

"Bodo' amat!" sahut Rani seraya melempar Long Mop-nya.

"Memang orangnya seperti itu, ya?" tanya Sekar dengan napas terputus-putus. Ningsih segera memberikan sebotol air mineral yang ia bawa.

"Terima kasih," ucap Sekar setelah menandaskan setengah isi botol tersebut.

"Dia memang dikenal sombong dan banyak tingkah, sangat berbeda jauh dengan Pak Dewandaru. Bahkan yang kudengar dari para senior kita, almarhum sang istri adalah wanita yang luar biasa baik." Terang Dimas. "Tetapi rasanya, baru sekarang ia sampai tega menyiksa karyawan seperti ini, entah karena apa ...," sambung laki-laki itu.

"Pak Arion tahu tidak kelakuannya?" tanya Sekar lagi.

"Tentu saja tahu, maka dari itu ia melarang wanita itu untuk datang ke Kantor. Mereka sempat berdebat sengit di lantai atas, setahunan lalu." Jawab Dimas.

"Tapi terkadang, ada saat-saat dimana ia datang ketika Pak Arion sedang pergi, dan kembali berbuat ulah," kali ini Ningsih yang mengambil suara.

"Tidak ada yang mengadukan Beliau?"

"Mana ada yang berani! Kami pun tidak terlalu dekat dengan Pak Arion, jadi rasanya pasti aneh jika mengadukan kedatangan Ibu Tirinya itu." Jawab Ningsih seraya membuang napas kasar.

"Benar juga," batin Sekar.

"Benar-benar mengherankan, mengapa bisa Pak Dewandaru menggantikan posisi Ibu Rossane dengan Mak Lampir seperti dia!" kata Rani ketus.

"Hussh, Rani," Sekar memperingatkan gadis itu.

Pintu aula kembali terbuka, Erlina masuk dan menghampiri keempatnya sembari bertolak pinggang. Sekar, Rani, Dimas dan Ningsih buru-buru berdiri dari posisi duduk mereka.

"Santai sekali kalian. Memangnya semua sudah bersih?" tanya wanita itu sinis.

"Sudah, Bu," jawab mereka serempak.

Erlina mulai menapaki satu persatu kursi aula yang terlipat dan membukanya. Jarinya menyentuh benda tersebut, guna memeriksa apakah masih ada debu di sana.

Erlina mengangguk-anggukan kepalanya. "Good," puji wanita itu. Keempatnya langsung memekik kecil. Lega rasanya, tugas berat ini benar-benar telah selesai.

"Oke, kalau begitu silakan kembali. Tetapi untuk kamu Sekar, bantu salah seorang Cleaning Service membersihkan semua toilet di lantai tiga terlebih dahulu," titah Erlina.

Rani, Dimas dan Ningsih membelalakan matanya. Baru saja mereka akan bersuara, namun Sekar segera mengisyaratkan mereka untuk diam. "Baik, Bu, tetapi kalau boleh, saya ingin istirahat makan dulu," katanya. Wajah gadis itu memang sudah sepucat kapas, belum lagi lututnya yang makin terasa nyeri.

"Boleh ... setelah selesai membersihkan toilet." Jawab Erlina tersenyum sinis.

"Bu, apa tidak bisa digantikan orang lain saja?" tanya Ningsih yang kasihan melihat Sekar kepayahan.

"Tidak bisa! Mereka sudah punya tugas masing-masing." Jawab Erlina lantang.

Rani diam-diam mengepalkan tangannya. Gadis itu menggigit bibirnya kuat-kuat sebelum akhirnya berteriak, "Bu! Apa tidak keterlaluan? Kami sudah mengerjakan aula ini hampir dua jam lamanya. Jam makan siang pun sampai terlewat. Setidaknya, biarkan Sekar makan terlebih dahulu. Dia lah yang paling lelah di antara kami semua!" ia tak peduli lagi jika setelah ini dirinya dipecat.

Baginya, yang berhak memecat mereka hanyalah Arion.

Mendapat bentakan dari karyawan rendahan macam Rani membuat Erlina naik pitam. Wanita itu segera mengangkat tangannya, bersiap untuk menampar gadis itu.

Belum sampai tangan Erlina menyentuh pipi Rani, sebuah tangan lain sudah menahannya terlebih dahulu.

Terpopuler

Comments

buk e irul

buk e irul

mas Rion iki 🤣

2022-05-20

0

Lisa Z

Lisa Z

ku mendukung mu rani

2022-03-12

0

Lisa Z

Lisa Z

emosi ya kalo ada nek lampir

2022-03-12

0

lihat semua
Episodes
1 Berangkat ke Jakarta
2 Wawancara kerja
3 Tempat Kost Sekar
4 Hari Pertama Bekerja
5 Makan siang bersama
6 Mengunjungi Rumah Utama
7 Kedatangan Arion tiba-tiba
8 Makan malam berdua
9 Motor butut Candra
10 Karyawan baru, Abiyan Mahendra
11 Hampir ketahuan
12 Jalan-jalan
13 "Aku mencintaimu,"
14 Abiyan dan Sekar
15 "Aku merindukanmu,"
16 Erlina Kenes Umbara
17 Siksaan Erlina
18 Pingsan
19 Ke dokter dengan mobil Kantor
20 Ancaman Arion
21 Rumah Bi Ida
22 Resmi
23 Cracking!
24 Rencana Abiyan
25 Kecurigaan Aiden
26 Rencana Erlina
27 Mbah Bhanuwati
28 Bertemu Davina
29 Davina bergabung dengan mereka
30 Ulah Davina
31 First Kiss
32 Cemburu
33 Penolakan Arion
34 Benci Pembohong
35 Office Girl Senior, Ningrum
36 Pulang Kampung
37 Mendapat Donatur
38 Pertemuan Arion dan Dino
39 Kejujuran Dino
40 Persaingan
41 Arion kembali ke Jakarta
42 Kemarahan Arion
43 Ambisi Dino
44 Kedatangan Nimas
45 Abiyan dan Sekar
46 "Aku mencintaimu,"
47 Terjebak di lift
48 Terjebak di lift (2)
49 Hari H
50 Hari H (2)
51 Insiden
52 Terbongkar
53 "Kita sudah bukan siapa-siapa!"
54 Rumah Rani
55 Dipecat
56 Mencari keberadaan Sekar
57 Arion kembali bertindak
58 Rumor beredar
59 Pindah
60 Pertemuan
61 Pertengkaran
62 Rencana lainnya
63 Dihadapkan pada pilihan sulit
64 Surat Pemutusan Kontrak Kerja
65 "Aku juga merindukanmu,"
66 Pulang
67 Tiba di rumah
68 Bertemu Dino
69 Pertemuan Davina dan Erlina
70 Permintaan Arion
71 Arion berhasil menelepon Sekar
72 Arion tiba di kantor baru
73 Pertemuan
74 Usaha Arion
75 Ketegasan Ben
76 Ben turun tangan
77 Memutus ekor
78 Kiss?
79 Keributan
80 Berbaikan?
81 Ingatan Mbah Bhanuwati
82 Pasar Malam
83 Pesan tersirat
84 Tragedi (Bude Gayatri dan Mbah Bhanuwati)
85 Petunjuk
86 Titik terang
87 Ketika Cinta diuji
88 Kembali bersama?
89 Mimpi Adhisty
90 Sepotong mimpi yang lain
91 Amnesia Disosiatif
92 Sebuah pilihan
93 Pertemuan terakhir
94 Barang bukti utama
95 Vonis persidangan
96 Kunjungan
97 Kejutan
98 Akhir kisah
99 (Ekstra bab) Kebahagiaan terbesar
100 Pengumuman Karya Baru
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Berangkat ke Jakarta
2
Wawancara kerja
3
Tempat Kost Sekar
4
Hari Pertama Bekerja
5
Makan siang bersama
6
Mengunjungi Rumah Utama
7
Kedatangan Arion tiba-tiba
8
Makan malam berdua
9
Motor butut Candra
10
Karyawan baru, Abiyan Mahendra
11
Hampir ketahuan
12
Jalan-jalan
13
"Aku mencintaimu,"
14
Abiyan dan Sekar
15
"Aku merindukanmu,"
16
Erlina Kenes Umbara
17
Siksaan Erlina
18
Pingsan
19
Ke dokter dengan mobil Kantor
20
Ancaman Arion
21
Rumah Bi Ida
22
Resmi
23
Cracking!
24
Rencana Abiyan
25
Kecurigaan Aiden
26
Rencana Erlina
27
Mbah Bhanuwati
28
Bertemu Davina
29
Davina bergabung dengan mereka
30
Ulah Davina
31
First Kiss
32
Cemburu
33
Penolakan Arion
34
Benci Pembohong
35
Office Girl Senior, Ningrum
36
Pulang Kampung
37
Mendapat Donatur
38
Pertemuan Arion dan Dino
39
Kejujuran Dino
40
Persaingan
41
Arion kembali ke Jakarta
42
Kemarahan Arion
43
Ambisi Dino
44
Kedatangan Nimas
45
Abiyan dan Sekar
46
"Aku mencintaimu,"
47
Terjebak di lift
48
Terjebak di lift (2)
49
Hari H
50
Hari H (2)
51
Insiden
52
Terbongkar
53
"Kita sudah bukan siapa-siapa!"
54
Rumah Rani
55
Dipecat
56
Mencari keberadaan Sekar
57
Arion kembali bertindak
58
Rumor beredar
59
Pindah
60
Pertemuan
61
Pertengkaran
62
Rencana lainnya
63
Dihadapkan pada pilihan sulit
64
Surat Pemutusan Kontrak Kerja
65
"Aku juga merindukanmu,"
66
Pulang
67
Tiba di rumah
68
Bertemu Dino
69
Pertemuan Davina dan Erlina
70
Permintaan Arion
71
Arion berhasil menelepon Sekar
72
Arion tiba di kantor baru
73
Pertemuan
74
Usaha Arion
75
Ketegasan Ben
76
Ben turun tangan
77
Memutus ekor
78
Kiss?
79
Keributan
80
Berbaikan?
81
Ingatan Mbah Bhanuwati
82
Pasar Malam
83
Pesan tersirat
84
Tragedi (Bude Gayatri dan Mbah Bhanuwati)
85
Petunjuk
86
Titik terang
87
Ketika Cinta diuji
88
Kembali bersama?
89
Mimpi Adhisty
90
Sepotong mimpi yang lain
91
Amnesia Disosiatif
92
Sebuah pilihan
93
Pertemuan terakhir
94
Barang bukti utama
95
Vonis persidangan
96
Kunjungan
97
Kejutan
98
Akhir kisah
99
(Ekstra bab) Kebahagiaan terbesar
100
Pengumuman Karya Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!