Arion dan Aiden tiba di salah satu rumah makan sederhana langganan mereka, yang terletak tak jauh dari Kantor.
"Eh, Nak Arion dan Nak Aiden," sapa Bu Saroh, pemilik rumah makan berusia 60 tahunan.
"Sudah sepi, Bu?" tanya Arion. Matanya memandang sekeliling tempat yang biasanya ramai oleh para pengunjung.
"Hari ini Ibu tidak masak banyak. Untung saja Ibu sudah menyiapkan makanan kalian, takut-takut kalian makan siang di sini," kata Bu Saroh dengan suara seraknya. "Seperti biasa, kan?" sambung wanita itu.
Arion mengangguk lalu memilih duduk di salah satu meja yang berada tepat di sudut ruangan.
Rumah makan ini telah berdiri selama hampir 25 tahun. Arion mengenal tempat ini dari Dewandaru, sang Ayah. Beliau adalah pelanggan setia Bu Saroh semasa hidup, sampai akhirnya ia menggantikan kebiasaan Ayahnya tersebut.
Hampir setiap hari Arion akan menyempatkan waktunya untuk makan siang langsung di sana. Namun jika ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, maka Jaka, cucu Bu Saroh akan dengan senang hati mengantar pesanan Arion ke kantor yang jaraknya tak sampai 10 menit.
Dua nasi rames dengan dua gelas air teh hangat dihidangkan Bu Saroh untuk Arion dan Aiden.
"Terima kasih, Bu," ucap Arion ramah, diikuti Aiden.
Bu Saroh menepuk-nepuk pundak Arion lembut. Baru saja wanita itu hendak ke belakang, seorang pelanggan lainnya masuk ke dalam rumah makan tersebut. Ia duduk tepat di depan Arion, dengan posisi membelakangi dirinya. Si pelanggan terlihat sangat kerepotan mengatur kedua koper besar yang ia bawa.
Arion menoleh, matanya menelisik penampilan orang asing itu. Sepertinya tampang orang itu sedikit familiar.
"Dia, gadis yang tadi?" batin Arion menebak.
Bu Saroh menghampiri Sekar dan bertanya, "mau makan apa, Nak? Tapi maaf, lauknya tinggal sedikit. Ibu tidak masak banyak hari ini."
"Tidak apa-apa, Bu, seadanya saja." Jawab Sekar. Bu Saroh mengangguk lalu segera membuatkan makanan untuk Sekar.
Tak butuh waktu lama, Bu Saroh menghidangkan sepiring nasi rames dengan lauk sederhana untuk Sekar.
"Terima kasih, Bu," ucap Sekar.
"Sama-sama." Bu Saroh tersenyum ramah. Wanita itu beralih menatap sekumpulan barang bawaan Sekar. Beliau tergelitik untuk bertanya langsung, "dari mana mau ke mana, Nak?"
"Ahh, aku baru datang dari kampung untuk wawancara kerja, Bu," terang Sekar.
"Oh. Di mana?" tanya Bu Saroh lagi.
"Umbara, Bu, dekat dari sini." Mendengar jawaban Sekar, Arion dan Aiden mengalihkan pandangannya sejenak.
"Oh, Ibu tahu. Terus bagaimana? Diterima?" Bu Saroh terdengar antusias. Matanya melirik sedikit ke arah Arion dan Aiden.
"Alhamdulillah, diterima. Besok sudah mulai kerja. Sekarang aku sedang menuju tempat indekos." Raut wajah Sekar berubah sumringah.
"Alhamdulillah. Semoga betah ya, Nak? Jakarta keras, kau harus punya mental sekuat baja." Bu Saroh menepuk-nepuk pundah Sekar.
"Terima kasih, Bu," ucap Sekar.
"Ya sudah, Ibu jadi menginterupsi acara makanmu. Bilang Ibu kalau butuh sesuatu," kata Bu Saroh sebelum pergi meninggalkan Sekar.
...***...
DUGH!
Sekar menghentikan kegiatan makannya, ketika salah satu koper yang ia letakan tak jauh dari tempat duduknya, jatuh dari posisi semula. Aiden, pria yang menabrak koper tersebut meminta maaf dan membantu mendirikan koper Sekar.
"Sekali lagi saya minta maaf, Nona," ucap Aiden penuh penyesalan.
"Tidak apa-apa, kok, tidak apa-apa." Sekar tertawa kecil.
"Terima kasih," Aiden membungkukan badannya dan pergi berlalu bersama seorang pria yang sudah lebih dulu keluar dari rumah makan itu.
"Sopan dan kaku sekali. Apa semua orang kaya seperti itu?" batin Sekar.
...***...
Butuh waktu lama bagi Sekar untuk sampai di tempat indekos yang Ali maksud. Maklum, gadis itu benar-benar baru pertama kali datang ke Jakarta.
Netra hitamnya takjub memandangi sebuah bangunan memanjang berlantai tiga. Setiap lantai terdiri dari sepuluh pintu dengan halaman yang dapat menampung kendaraan para penghuni kos.
Sekar segera menekan bel yang terpasang di pagar. Tak lama, seorang pria paruh baya keluar dari dalam bangunan kost.
"Permisi Pak, apa masih ada yang kosong?" tanya Sekar sopan.
"Mau ngisi ya, Neng? Mari lihat-lihat dulu," ajak bapak penjaga tersebut.
"Saya Dirman, penjaga tempat kost ini. Neng namanya siapa dan dari mana?" tanya Pak Dirman begitu Sekar sudah masuk ke dalam.
"Saya Sekar, Pak. Saya baru datang dari kampung untuk bekerja." Jawab Sekar.
"Oh, merantau. Kerja di mana, Neng?"
"Umbara, Pak." Mendengar jawaban Sekar, Pak Dirman langsung mengangguk-anggukan kepalanya.
"Di sini juga ada yang bekerja di sana, Neng. Namanya Lastri. Dia security wanita di kantor itu."
"Oh," Sekar tertawa kecil. Ia mengira teman yang Ali maksud adalah seorang pria, mengingat pekerjaan mereka adalah security.
Pak Dirman mengajak Sekar naik ke lantai dua bangunan. Pria paruh baya itu membuka kamar bernomor 201 yang terletak persis di sebelah tangga. "Kamar Lastri berada di sebelah kamar ini, Neng," beritahu Pak Dirman. Beliau segera mempersilakan Sekar untuk melihat-lihat ke dalam.
Sekar menyembulkan kepalanya ke dalam kamar. Ia langsung mendapati sebuah kasur berdipan kayu yang terletak persis di sudut ruangan, sebelah kiri pintu. Berhadapan dengan kasur, ada sebuah meja dengan televisi flat berukuran sedang di atasnya, sementara di samping televisi berdiri sebuah lemari satu pintu.
Kamar mandi terletak persis di belakangnya, bersebelahan dengan tempat cuci piring dan memasak. Sudah ada kompor bertungku tunggal beserta gasnya.
Meski kecil, kamar itu terlihat nyaman dan bersih. Sekar sangat menyukainya.
"Isinya lumayan lengkap, hanya tinggal keperluan pribadi saja. Untuk air minum, Neng bisa masak. Tetapi kebanyakan penghuni di sini lebih memilih membeli di luar." Pak Dirman bersuara. "Sedangkan listriknya berupa voucher. Neng bisa beli sendiri di minimarket atau titip ke Bapak," sambung pria paruh baya itu.
Sekar mengangguk paham. Mereka lantas membicarakan soal harga sewa.
Sekar menyerahkan sejumlah uang pada Pak Dirman untuk sewa kos selama satu bulan kedepan. "Saya terima ya, Neng," ujar Pak Dirman. "Kuitansinya ada di bawah. Nanti saya buatkan. Ini kuncinya ada tiga buah, dua untuk kamar dan satu untuk pagar, takut-takut kalau pulang lembur." Pak Dirman menyerahkan kunci tersebut pada Sekar.
"Terima kasih ya, Pak," ucap Sekar.
"Sama-sama Neng. Mudah-mudahan kerasan tinggal di sini," kata Pak Dirman seraya pamit undur diri.
Selepas Pak Dirman pergi, Sekar lantas mengunci pintu kamar dan berbaring di atas kasur. "Ahh! Akhirnya bisa tidur juga!" pekiknya tertahan.
Gadis itu menatap jam kecil yang berada di atas meja televisi. "Masih siang, istirahat dulu sebentar baru aku akan mandi dan mencari makan." Katanya sembari memejamkan mata.
"Eh–" Sekar kontan membuka matanya kembali saat mengingat barang pemberian Dino yang belum ia buka. Segera saja gadis itu membongkar kopernya dan mencari benda tersebut.
"Ini apa, sih?" gumamnya sembari membolak-balikan benda yang lebih mirip paket itu, sebab dilapisi beberapa plastik hitam dan dilakban kuat.
Sekar mengambil gunting kecil yang ia bawa dan membukanya perlahan-lahan.
Betapa terkejutnya gadis itu ketika mendapati sebuah ponsel model lama yang tersimpan rapi di dalam kotak dus susu.
Secarik kertas mencuat bersamaan dengan ponsel tersebut.
Jangan menolak! Ini kuberikan agar memudahkanmu menghubungi Mbah dan Bude. Ponsel ini memang bukan ponsel baru, tetapi masih sangat layak pakai. Aku harap kau menggunakannya dengan baik.
Ingat, jangan sampai hilang atau rusak!
Berhati-hatilah di sana. Segera hubungi aku jika ada apa-apa.
Mata gadis itu berkaca-kaca. Sejak dulu, Dino memang selalu ada untuk Sekar. Pria itu juga telah lama menaruh perasaan padanya.
Beberapa kali Dino mengajak Sekar menjalin hubungan serius, tetapi Sekar selalu menolak. Ia hanya menganggap Dino sebagai kakak laki-lakinya saja. Dino adalah anak dari keluarga terpandang di Desa mereka. Itu sebabnya Sekar selalu menolak perasaan Dino. Toh, keluarga Dino juga tidak setuju dengannya karena status sosial mereka yang sangat jauh berbeda.
"Terima kasih ya, Mas," batin Sekar pilu. Lagi-lagi ia harus bergantung pada Dino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Rice Btamban
tetap semangat
2022-10-20
0
buk e irul
tak pikir opo mau
2022-05-18
0
Lisa Z
wah Arion sultan yang sederhana ternyata 😊
2022-02-27
0